Pages

Monday, 3 September 2018

Demokrasi Tersandera Tahun Politik


Alangkah beratnya beban yang ditanggung oleh bangsa ini, terlepas dari jeratan orde baru menuju alam demokrasi, belum mampu memberikan angin segar bagi kemajuan dan kedewasaan dalam berpolitik. Namun, semakin jauh dari skema besar yang telah ditancapkan oleh para pendahulu bangsa ini dengan terkotak-kotaknya masyarakat dari narasi demokrasi yang digaungkan elit politik yang minim prestasi dan nihil sinitasi diri. Mungkin kita perlu membaca lagi, lalu merenungkan secara mendalam dengan hati bersih, bagaimana gagasan besar yang diinginkan oleh pendiri bangsa, agar proses dan praktek demokrasi tidak keluar dari panggung sejarah dan asupan demokrasi yang sesungguhnya dari gegap gempitanya panggung politik.

Demokrasi dengan simbol kebebasan perpendapat dan berekspresi seharusnya berisi gagasan-gagasan kaya makna, telah dimaknai miskin makna dengan bebas tanpa batas mengutarakan apa saja dibenak masing-masing walau mengandung sentimen tribalistik. Atasnama kebebasan berpendapat ini pula dijadikan tameng perlindungan dari gegap gempitanya mengumbar narasi-narasi kebencian antar sesama di ruang-ruang publik. Tahun politik adalah zona paling nyaman untuk melakukan semua ini, karena dianggap tempat paling tepat dan efesien untuk meraup perhatian publik. Salah satu yang sangat fenomenal dan masih hangat dibenak kita adalah propaganda ganti presiden yang berbalut kebencian digaungkan oleh elit PKS, cenderung dianggap biasa karena masih dianggap prosedural dalam berdemokrasi.

Dalam realitas prosedural itu pula, inkonsistensi narasi berdemokrasi telah dilanggar dengan berbagai kekerasan psikis sampai fisik, dari persekusi hingga memenjarakan seseorang karena hanya mengkritik volume suara toa dianggap sebagai penodaan agama, sedangkan kelompok-kelompok yang bebas memprogandakan kebencian dianggap sah sebagai bentuk ekspresi di alam demokrasi. Adegium berdemokrasi yang menggelikan, dimana hak bebas berpendapat, hanya menjadi milik kelompok dan kondisi tertentu saja.

Inilah iklim demokrasi yang berlangsung di tengah kita saat ini, sangat jauh dari subtansi demokrasi yang menjadi harapan untuk melindungi segenap warga negara, apapun golongannya hanya sebatas kerinduan. Demokrasi subtantif hanya akan menjadi mimpi, ketika elit politik masih tidak bisa memastikan bahwa dalam tahun politik terbebas kepentingan biopolitik (politik identitas) yang berbalut perpecahan oleh para calon calon anggota legislatif, serta calon presiden dan wakil presiden.

Permainan olah kata dan simbol interaction propaganda, untuk menyampaikan dan mempengaruhi nalar masyarakat, tentu saja tidak menjadi masalah. Jika dilakukan tidak berisi ujaran kebencian serta membawa isu SARA. Ukuran bahwa elit politik serius dalam menciptakan demokrasi yang sehat, ketika elit politik telah mampu menghadirkan kebijakan yang imparsial yaitu menjunjung tinggi kesetaraan, keberagaman,berkeadilan, berkerakyatan, dan memiliki perhatian khusus terhadap rakyat yang kurang beruntung.

Sudah saatnya elit dan partai politik menampilkan narasi yang rasional dan egaliter, dengan tidak mencederai proses demokrasi dengan sentimen-sentimen kebencian yang justru menjadi kontraproduktif dalam mewujudkan demokrasi yang sehat. Sudah saatnya pula elit dan parpol melepas tali penyaderaan terhadap demokrasi, agar praktik demokrasi semakin dekat dari subtansi yang sesungguhnya, dengan melaksanakan titah UU Parpol, khususnya pendidikan politik terhadap masyarakat maupun kadernya. Menjamurnya perilaku kebencian, berita hoax (palsu) hingga menghalalkan politik uang adalah bukti bawa parpol gagal melaksanakan UU Parpol.

Catatan hitam kegagalan parpol dalam melaksanakan UU Parpol dapat dilihat dalam kasus Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan Pilgub Jabar tahun 2018, dimana isu kebencian berkembang biak yang memiliki modus operandi yang relatif sama. Jika  modus Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan Pilgub Jabar tahun 2018 terulang kembali di tahun 2019,  maka semakin menambah langkah mundur dalam demokrasi kita dan merupakan preseden yang amat sangat buruk bagi tumbuh kembang demokrasi di masa depan.

Friday, 24 August 2018

Meiliana & Tertindasnya Kaum Minoritas

Gambar mungkin berisi: 4 orang, dekat

Kasus yang melanda ibu Meiliana telah menggambarkan kepada kita dari sekian banyak gambaran yang ada, bahwa eskalasi kebencian akan terus semakin tinggi, jika kita terus membiarkan ormas atau kelompok tertentu berkembang biak dengan segala caranya dalam menanggapi berbagai persoalan, yang berlindung dan bertopeng dibalik payung hukum penistaan agama, tetapi doyan merusak ketertiban dan kerukunan.
Hukum universal agama yang selayaknya memperjuangkan kemanusiaan dan welas asih telah dilindas oleh kaum-kaum yang onar membuat keribuatan dengan simbol agama. Minoritaspun harus tunduk dan takut terhadap mayoritas yang menghalalkan segala cara untuk menindas dan merusak kelompok-kelompok tertentu yang tak punya kekuatan untuk melindungi diri.
Pluralisme dan toleransi pun hanya sekedar konsep dan konteks dasar yang melindungi kaum mayoritas, dengan berbagai desakan dan kebijakan melalui presentasi sepihaknya. Curhat yang sekedar berbentuk pertanyaan tentang volume pengeras suara adzan pun telah dianggap sebagai sebuah penistaan agama, dan menjadi sebuah alasan untuk melakukan pengrusakan terhadap rumah Ibadah. Dimanakah letak manusiawi dan rasa penyayangnya kita ?
Jangan sampai ini terus mengakar dan mengobrak-abrik kerukunan, dan ruang-ruang dialog dalam membuktikan kebenaran agama pun nantinya akan dijadikan sebagai sebuah bentuk penistaan agama. Jika cara-cara sperti ini terus dibiarkan menjamur, hanya akan menjadi topeng orang-orang tertentu dalam mengelabui umat manusia. Kasus ini sekaligus menguji kita yang mayoritas untuk bisa konsisten dengan segala semboyan toleransi dan penuh rahmat yang dapat menerima perbedaan yang selama ini kita gaungkan.

#AlumniSKK1
#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Perbudakan Ala Demagog

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih dan orang berdiri

12 Years a Slave sebuah film yang dirilis tahun 2013, yang diadaptasi dari memoar 1853. Film dengan sudut cerita tentang perbudakan yang dialami oleh Solomon Northop dan kulit hitam di AS. Sudah pada nonton ?, kalau belum luangkan waktu sesekali untuk menontongnya.

Apakah ada stuntmannya ? ya, karena namanya juga film.

Film dengan garis merah rasis dan kebencian telah menciptakan perbudakan pada manusia yang pernah melanda dunia ini. Tentu semua mahfum bahwa perilaku rasis, membudaki sampai dengan membenci adalah perilaku orang-orang menganggap dirinya lebih unggul dari yang lainnya. Kekejaman-kekejaman dialami Solomon, mengambarkan betapa kejamnya berbudakan yang alami oleh orang dahulu.
Jaman berbeda, ternyata perbudakan tidak hilang begitu saja, tetapi bermetamorfosis dengan rupa yang berbeda. Dulu untuk menguasai orang lain, kuasai fisiknya, maka seluruhnya telah kamu telah kuasai. Sekarang tdk bisa, karena melanggar HAM. Maka, cukup kuasai pikirannya, melalui berbagai sebaran narasi dan wacana-wacana yang membuat orang menjadi rasis dan saling membenci.
Menguasai nalar seseorang dengan pola demagogi, perbudakan jenis baru. Dulu budak diperlakukan kejam, model demagogi budak dibuat kejam. Jenis perbudakan jaman dulu, tuan yang mengatur ritme yang dibudaki, sedangkan pola demagogi, tuan yang mengikuti ritme budak agar mau budaki. Tuan dlm pola demagogi adalah aktor (demagog) yang menampilkan berbagai bentuk wajah sesuai kategori masyarakat. Sok membela, tetapi menyuntikkan atau mentransfer opini, keyakinan dan kebenciannya dengan berbagai manipulasi sambil serta mengkambing hitamkan serta menyerang orang lain yang dibencinya.
Dilakukan secara terorganisir, aktif dan masif agar target dapat dan mudah dikuasai. Ketika target telah dikuasai, maka seketika itu pula target telah menjadi budak oleh sang tuan (aktor). Kapan saja aktor ingin menyebar kebencian, disitulah tugas sang budak untuk memuluskannya.

Apakah anda budak ?
Tergantung, apakah anda rasis dan penebar kebencian.


#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Bego Jangan Dipelihara

Gambar mungkin berisi: 2 orang, orang tersenyum, teks

Ya sudahilah dulu nyinyirnya, Asian Games itu bukan agenda Pilpres, tapi agenda negara kawan. Mari kita menciptakan suasana sejuk untuk tamu-tamu kita dari 45 negara Asia. Kalau tidak bisa selamanya, sementara waktu saja. Kenapa saya ngajak sementara waktu, ya karena saya paham, orang suka nyinyir itu otaknya dibawa rata-rata. Bedain tempatlah supaya tidak bego.
Tapi masalahnya kalau orang bego diajak untuk ngerti tempat, sama aja ngajak kambing untuk mandi pagi. Soalnya begonya dipelihara. Kawanku yang dibawa rata-rata, aktor Hollywood aja pasti pakai stuntman, jangankan orangnya, lokasinya aja pakai stuntman, memangnya ada orang lari-lari dan loncatan-loncatan di planet lain ?, itu hanya ada di film-film. Apalagi ini kepala negara. Ini film kawan, dalam rangkaian opening ceremony, tahu kan film ?, kalau ngga tahu bego mu sudah di atas rata-rata.
Mengomentari Presiden untuk jujur tentang siapa jumping dan kisah heroik lainya, itu sama saja meminta film-film untuk jujur dalam setiap kejadianya. Kan ini bego namanya. Pintar dikitlah untuk menangkap makna dari serangkaian kegiatan di opening ceremony, tidak terjebak dengan nyinyir yang tidak berkualitas.
Seharusnya kita berbangga diri, bahwa negara kita mampu menciptakan sebuah acara penjemputan tamu yang luar biasa bagi promosi kebudayaan, karakter dan kemajuan yang dihadapi oleh negeri tercinta kita.

"Janga lupa bahagia, biar tidak stress. Jangan kebanyakan nyinyir agar bahagia"

Nak Joni & Sang Serma

Gambar mungkin berisi: 1 orang, tersenyum, berdiri

Gambar mungkin berisi: 1 orang, tersenyum, luar ruangan

Nak Joni aku tahu semangat kemerdekaan, menggelora dalam dirimu, aku juga tahu bahwa yang kau lakukan itu bukan sebuah pencitraan, seperti kebanyakan yg dipertontonkan orang bermulut besar tapi minim prestasi, ketika kau berani memanjat tiang bendera demi menyelamatkan kehormatan dan kelalaian panitia pelaksana.
Tapi nak Joni nyawa dan masa depanmu lebih penting dari itu, jangan diulangi lagi nak, bagaimana jadinya jika kau terjatuh nak. Tapi kami tetap berterima kasih padamu, karena di 73 Tahun negeri ini, ketika orang yang lebih dewasa dari mu telah krisis jati diri dan krisis pengertian, tapi kamu yang masih belia telah mengajarkan kami tentang hikmadnya hari kemerdekaan. Nasionalisme mu diatas keraguan, mendidik kami yang dewasa dan sedikit terpelajar ini untuk tahu diri sebagai anak bangsa jangan hanya pintar berkoar, tapi minim prestasi dan kurang berbuat selain banyak mengeluh.
Oh iya terima kasih pula buat Serma Timbul Prawoto, yang sigap mengatasi kejadian yang serupa di lapangan Barepan. Mungkin sebagian orang menganggap itu kecil, tetapi di masa krisis jati diri dan pengertian sebagai anak bangsa itu sangat penting, kau bagai palu Mjolnir Tor yang menghujam nalar ingatan kami, untuk selalu mengingat bahwa tanah ini dibangun atas keringat dan darah pejuang yang tidak boleh disia-siakan hanya karena telah pintar bernarasi kata, menulis dan membaca.

#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Napak Tilas Kemerdekaan

Hasil gambar untuk "Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan".~Pramoedya Ananta Toer~

Ketika mengenang masa lalu, orang terdahulu dengan semangat gempita, dengan nalar sehat dan membumi, tanpa terkotak-kotak sekat-sekat saya Muslim, saya Nasrani, saya Hindu, saya Budha ataupun saya mayor, saya minor, semuanya dengan satu bahu menyatu atasnama kemerdekaan. Nyata dan sekaligus berbedil keberagaman, kemerdekaan atas bangsa dan negara Indonesia diperolehnya secara khidmat dengan tetesan keringat dan darah kebersamaan.
Raih kemerdekaan, ternyata tidak membuat mereka untuk saling terkotak-kotak ego saya Muslim, saya Nasrani, saya Hindu, saya Budha maupun saya mayor, dan saya minor adalah sebagai pemilik sah bangsa dan negara ini, tetapi mereka menetapkan semboyan yang sah "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" adalah pemilih bangsa yang merdeka.
Dunia yang telah berbeda rasa dan nada, semboyan kemerdekaan telah tersekat oleh ego-ego partikularistik yang menghujam nalar kemerdekaan. Kemanusiaan telah murah dan tergadai oleh rasa dengki, kemuraman hati, dan buramnya pikiran karena semuanya telah merasa hebat dengan singgasananya, hingga mengklaim dirinya lah pemilik sah kemerdekaan.
Soekarno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Mungkin maksud Soekarno bahwa pada masa mu, engkau akan berhadapan dengan para ego-ego yang serakah, berlabel sebagai pejuang tetapi membunuh kemanusiaan, mengaku bahwa wajahnya berbeda dengan yang lain, tetapi menolak keberagaman.
Mungkin ini pentingnya memahami dan berlaku adil sejak dalam pikiran, agar perbuatan selaras dengan pikiran yang berdiri di atas fakta. Bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam dan berkemanusiaan, karena itulah ia merdeka.

~ 17 Agustus 1945 adalah Hari Kemerdekaan Keberagaman yang Berkemanusiaan Adil dan Beradab ~

#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Jangan Diam

Hasil gambar untuk jangan diam
Foto: opini.id
Belakang ini kita saksikan ada seorang yang lagi berceramah di mesjid yang isi ceramahnya bukan tentang hikmah dan moralitas, tetapi berbau provokasi mengajak untuk melakukan revolusi. Woooww luar biasanya orang ini.
Ketika manusia ini telah lupa tugasnya untuk mengurusi kebaikan antara sesama, tidak memberi solusi bagi perkembangan dan kemajuan bangsa dan negara. Tetapi teriak sana-sini seperti orang paling benar di muka bumi ini. Genderang ganas, buas yang selalu disampaikannya mengajak untuk saling bertikai di atas jubah demokrasi dan kepentingan politik. Disini lah zona nyaman ini para siluman menggeruduk nalar dengan bisikan-bisikan maut.
Yang siuman dan waras jangan diam. Kata Buya Syafii, di tahun politik, demokrasi Indonesia harus tetap pada simfoni yang menyejukkan yang harus di arusutamakan. Jangan biarkan garis keras yang menganut teologi maut menguasai nalar kita dan berkambang begitu saja. Para penganut teologi maut yang mengajarkan berani mati, tetapi tidak berani hidup, hanya ada untuk merusak, setelah itu pergi dengan menyisahkan puing-puing kehancuran.
Yang siuman dan lagi waras, jangan hanya diam, sebelum kotamu, desamu dikuasai oleh para mereka yang paranoid, sebab kalau yg waras diam, mereka akan merajalela.
#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Bersama Buya

Gambar mungkin berisi: 1 orang, lensa kaca mata

Sehari bersama Buya Ahmad Syafii Maarif di Kota Bogor sangat luar biasa, belajar tentang bagaimana menjadi manusia yang cinta akan bangsa dan negaranya. Di luar dugaan yang saya bayangkan, biasanya seorang tokoh akan nampak angkuh karena posisi prestisius yang disandangnya sebagai tokoh nasional. Tapi itu tidak berlaku bagi sang buya, ternyata gelar itu tidak mempengaruhi dirinya untuk tetap rendah hati, buya memposisikan dirinya seperti orang biasa, sebagai orang tua bagi anaknya dengan berbagai nasehat kemanusiaan diselingi canda tawa.
Buya tak ingin tasnya diangkat atau dibawakan orang lain, karena dia merasa masih bisa membawanya sendiri dan tidak ingin merepotkan orang lain. Itulah sang buya tetap mencontohkan kulminasi kemanusiaan yang sesungguhnya, walaupun dia hidup dalam tantangan pusaran zaman yang lagi krisis kemanusiaan. (karena buya telah selesai dengan dirinya.)

Gambar mungkin berisi: 5 orang, termasuk Opan Rahman, orang tersenyum, orang duduk, tabel dan dalam ruangan
Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih dan dalam ruangan
"Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif"
#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Dua Periode Demi Keseimbangan

Gambar mungkin berisi: 5 orang, orang berdiri

Membangun Indonesia tentu tidak semudah bahasa kepentingan yang tertuang dalam setiap pamlet-pamplet politik. Indonesia adalah negara yang sangat luas wilayahnya, multikultur budaya dan keinginannnya, semuanya harus dipenuhi berdasarkan asumsi dasar kebutuhan. Asumsi dasar itu sebagai landasan pijak masyarakat bergerak menuju yang diimpikannya. Memenuhi itu sebagai tindak lanjut menuju tangga berikutnya, tangga dasar itu yang disebut dengan pembangunan Infrastruktur.
Sebagai contoh sederhana untuk membawa nalar kita memahami tangga tersebut, bahwa penjual sayur tidak akan menjajakan dagangan secara segar, jika waktu tempunya melampau masa segar sayur tersebut. Olehnya dibutuhkan sarana mempercepat agar jarak tempu penjual sayur lebih cepat dari yang seharusnya. Belum selesai sampai disitu, tempat menjajakkan yakni pasar sebagai hal sangat penting pula untuk ciptakan, karena percuma sayur yang ingin dijajakkan ada tetapi sarana menjajakannya tidak ada. Ini logika sederhana tentang pentingnya infrastruktur sebagai modal dasar perkembangan ekonomi rakyat.
Tentu membangun infrastruktur tidak semudah membalikkan telapak tangan, membutuhkan hitungan-hitungan yang memadai dan logis, belum lagi pada aspek sumber daya manusianya harus dipenuhi sebagai keseimbangan pasar. Untuk menciptakan keseimbangan ini 1 periode tidak cukup mengingat luasnya kebutuhan sarana dan prasana yang harus disiapkan dan memoles daya nalar masyarakat, untuk itulah 2 periode dibutuhkan agar tidak terputus rangka keseimbangan pembangunan.
#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Citra atau Pencitraan

Gambar mungkin berisi: 7 orang, orang tersenyum, orang duduk

Label pencitraan sedemikian masif mudah melekat kepada seseorang sejak varian kamera dan era keterbukaan informasi dan komunikasi semakin beririsan satu sama lainnya. Ini pula yang melahirkan permainan baru untuk politisi dalam menghakimi politisi lainnya, tentu bagi yang berbeda kepentingan dan arah kekuasaan.
Citra dan pencitraan harus dipahami berbeda satu sama lainnya. Citra adalah tentang sebuah keyakinan yang telah terpatri dalam jiwa seseorang dalam berperilaku sosial. Sedangkan pencitraan sesuatu yang dibuat-buat oleh seseorang karena berdasarkan kebutuhan sosial yang diinginkannya.
Untuk memahami ini tidak cukup mudah, butuh keseriusan memahami gestur komunikasi verbal dan non verbal seseorang apakah selaras atau tidak dan juga harus mengetahui posisi sosialnya dihadapan publik. Selain itu, memahami track record seseorang atau mempelajari cara berperilaku sosial sebelumnya tidak kalah pentingnya.
Mengkaji Pak Jokowi dalam label citra dan pencitraan tentu akan melahirkan kesepakatan dan perbedaan pandangan tentang beliau. Tapi sedikitnya kita tidak bisa keluar dari garis yang ada sebagai jawaban sederhana, apakah beliau melakukan pencitraan atau tidak, dapat dilihat posisi beliau dalam ranah sosial, bahwa beliau seorang Kepala Negara yang tentu harus dekat dengan rakyatnya. (citra)
Mengenai gestur komunikasinya tentu muncul perdebatan dan pencarian serius mengenai hal ini, sedangkan mengenai track record mudah mengetahui di era keterbukaan seperti saat ini.
#SalamPancasila
#Identitas adalah tanda pengenal

Thursday, 12 July 2018

Jangan Mengganggu

Sumber Foto : Beastudi Indonesia

Sejatinya sebuah bangsa memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai kulminasi (tingkatan tertinggi) peradaban. Kulminasi peradaban grafiknya adalah terciptanya secara menyeluruh keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yang tentu menjadi idaman bagi segenap masyarakat. Untuk mencapai ini tidak semudah yang kita bayangkan, perlu keseriusan mendalam oleh setiap elemen masyarakat tanpa terkecuali.

Untuk meluruskan kulminasi peradaban ini agar tidak disalah pahami, maka perlu digaris bawahi bahwa kulminasi peradaban jangan hanya dipahami serta dinilai pada konteks ekonomi saja, bahwa ketika kajian ekonomi selesai seketika itu pula kulminasi ini dicapai, ini kesalahan berfikir namanya. Persoalan ekonomi hanya akan menjawab kebutuhan sandang, papan dan pangan, tetapi dalam persoalan kejiwaan tidak akan mampu dijawab dengan pemenuhan ekonomi. Konteks kejiwaan (dalam bahasa filsafat telah selesai dengan diri sendiri) adalah kebutuhan yang akan menjawab tatanan manusia dalam hidup bermasyarakat, seperti saling berdampingan, saling menghormati dan saling menghargai, kejujuran dan lain sebagainya.

Pengalaman pribadi kita sedikitnya bisa membuktikan, bahwa sampai saat ini masih mudah ditemukan orang yang telah berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan sandang, papan dan pangan tapi masih melakukan korupsi, iri dengan tetangganya, fitnah orang lain yang lebih berkecukupan. Ini sedikitnya membuktikan bangsa tidak hanya kuat dan kokoh jika dinilai dalam kebutuhan ini, maka perlu disempurnakan dengan kebutuhan jiwa individu dan masyarakat yang stabil. Para pendahulu kita sering menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri dari tata krama, sopan santun serta saling menghargai satu sama lainnya, yang dimana bangsa, negara serta pemerintah sisa perlu menyempurnakannya dengan kebutuhan sandang, papan dan pangan tersebut.

Maka menjadi aneh kemudian jika perilaku fitnah, mencaci dan iri ini diamini karena alasan bahwa mereka belum memenuhi kebutuhan sandang, papan dan pangan. Artinya, meneriakkan hal dianggap penting, tetapi disisi lain merusak hal yang sama lebih penting pula, apalagi jika keduanya saling kekesesuaian dan berkebutuhan. Seharusnya yang perlu dilakukan adalah mengkritik membangun, karena logika pemenuhan adalah pembangunan bukan penghancuran, serta berpendapat dan memberikan masukan bagi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
    
Mari kita bayangkan jika sekiranya negara ini tuntas secara ekonomi, tetapi masyarakat hidup saling bermusuhan satu sama lain, ekonomi yang besar hanya akan menjadi biang masalah berkelanjutan. Iri, dengki dan berprasangka buruk dan cara-cara salah lainnya menguasai lini publik, tentu dampak kerusakan yang dihasilkannya tentu sangat luar biasa. Saat ini saja, masih banyak orang yang menganggap bahwa bangsa ini belum kuat secara ekonomi, tapi fitnah dan caci maki menguasai ruang publik, yang terjadi adalah kekacauan disana-sini. Bagaimana jika kemudian ekonomi kuat, tapi kita masih terjebak dengan persoalan-persoalan buruk tersebut ?

Sebagai masyarakat yang bijak, dimana bangsa ini dalam masa tahapan menuju kulminasi peradaban yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tentu memiliki tahapan-tahapan bukan serba sulap seperti hidup di negeri dongeng, semuanya membutuhkan proses-proses yang perlu disokong dan dukung bersama. Kenyataan empirik menggambarkan kepada kita bahwa bangsa ini dalam tahapan pembangunan yang berguna bagi kelangsungan hidup bangsa dan masyarakatnya, yang seharusnya dilakukan adalah menjaga persatuan sesama anak bangsa, tidak terlibat dengan perbuatan-perbuatan yang membuat negara terpecah bela dengan perang saudara. Ini sedikitnya membantu negeri ini mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama.

Percaya kepada pemerintah itu juga satu fokus hal penting untuk disadari, bahwa pemerintah perlu kepercayaan dari masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan. Coba dibayangkan jika sekiranya ada seorang pacar yang sibuk memikirkan kekasihnya secara konsisten, tetapi sang pacar tetap dituduh selingkuh, apakah sang pacar akan menikmati dan konsentrasi dalam memikirkan kekasihnya ?, jawabannya tentu tidak. Kemudian sang pacar lagi mempersiapkan kebutuhan rumah tangganya ketika telah bersama, tapi kekasih masih saja menuduh bahwa sang pacar tidak melakukan apa-apa, tentu ini akan memperlambat sang pacar dalam menyiapkan kebutuhan rumah tangganya karena terganggu hal-hal yang sangat tidak penting tersebut. Analoginya kebun ingin mau subur, tetapi petaninya tidak mencintai perkebunannya, apakah akan berhasil ? tentu saja tidak.  

Masyarakat harus memberikan suplemen kepada bangsa dan pemerintah yang lagi melakukan pembangunan, dengan cara menjaga kedamaian, hilangkan perselisihan yang tidak subtansial untuk kemajuan bersama. Tentu jika pemerintah melenceng dari cita-cita bersama perlu dikritik sekeras-kerasnya, tapi bukan menghina, mencaci dan menfitnah. Karena kritik sudah pasti bukan fitnah, caci serta menghina. Mari kita sibukkan pemerintah memikirkan nasib kesejahteraan bangsa dan masyarakatnya, bukan melibatkan pemerintah sibuk mengurusi hal-hal yang tidak memajukan bangsa dan masyarakatnya. Apakah saling memaki, tidak saling menghargai akan memajukan bangsa dan masyarakatnya ?, jawabannya lagi tentu tidak.

Kalau sekiranya tidak memajukan, mengapa kita masih asyik dengan perangai tersebut ?. Perlu disadari bahwa bahwa mencapai titik kulminasi peradaban tentu tidak cepat, butuh waktu dan proses, apalagi kita hidup dalam dunia global, dimana negara-negara tertentu tidak senang jika satu negara mampu mencapai kedigdayaannya. Maka gangguan dari luar pun akan berkecamuk mengganggu kondisi tersebut. Olehnya itu, kita sebagai masyarakat tidak boleh ikut-ikutin menambah gangguan tersebut, apalagi kalau kecenderungan gangguan dari luar hampir mirip dengan gangguan dari dalam, ini menjadi pertanyaan besar.

Kulminasi peradaban Indonesia dalam tahapan menuju kesana, maka dibutuhkan kejernihan berfikir dan bertindak selaku masyarakat. Mengapa bangsa ini kadang ngos-ngosan, karena sebagian dari kita masih sibuk bertikai persoalan yang kecil. Negara kita ricuh karena kesenangan pribadi yang disokong oleh kaum elit yang haus dan rakus kekuasaan. Jika kita ingin bangsa ini sampai pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kita juga garus berlaku adil untuk bangsa ini. Bantu bangsa ini menjadi besar dengan menyelesaikan diri kita sendiri (kejiwaan), agar kita tidak menjadi pengganggu perkembangan, kemajuan dan pembangunan yang dapat dinikmati bersama. Jangan mengganggu itu sudah cukup berkontribusi bagi bangsa dan negera tercinta ini.

Wednesday, 11 July 2018

Toleransi Harus Diyakini

Sumber Foto : Kompasina. com

Jika bumi ini diperhadapkan pada sebuah kehancuran, maka yang sangat berkontribusi kuat dan dimintai pertanggujawabannya adalah manusia itu sendiri yang selalu membuat keributan mengenai perbedaan-perbedaan yang melekat pada manusia. Manusia yang selalu mempersoalkan perbedaan dan menganggapnya sebagai wujud penentangan dan memaksakan setiap orang harus menjadi sama adalah ciri pengrusak bumi. 

Para perusak bumi ini adalah orang-orang yang tidak menghargai kemanusiaan, tetapi cenderung anti dengan kemanusiaan. Orang-orang seperti ini biasanya berbalut jubah kebaikan, tetapi sifatnya jauh dari kebaikan, menekan orang lain untuk sama dengan dirinya, jika kemudian berbeda maka akan dianggap musuh yang harus dimusnakan. Mari kita lihat dibelahan bumi saat ini, pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan terjadi dimana-dimana atas nama kepentingan sepihak dengan mencederai kemanusiaan itu sendiri.

Bumi hari ini bukan lagi tempat yang asyik sebagai wahana manusia untuk belajar tentang perbedaan, yang telah sangat niscaya dalam melindungi kemanusiaan setiap manusia. Karena entitas perbedaan, orang bebas saling membantai atas kebenaran menurut versi-versi masing-masing. Padahal semua orang pasti memahami bahwa entitas yang sama pun seperti manusia rupanya memiliki perbedaan, seperti wajah dan warna kulit satu sama lainnya, yang tidak bisa ditolak walaupun kita jungkir balik sekali pun.

Sangat menyedihkan. Belum lagi jika kita berkacamata pada persoalan keberpihakan politik pun menjadi hukum benar dan salah bagi kaum perusak ini, berbeda pilihan dengannya dianggap jahat dan musuh yang harus dimusnakan. Padahal sesungguhnya kita telah memiliki modal pengalaman dari manusia terdahulu yang hidup di bumi, memberikan manusia sekarang konsep dasar dalam memaknai dan tidak bertikai mengenai perbedaan. Tapi bumi bagai disambar petir, manusia jaman sekarang telah berupaya menggugat tentang konsep dasar dalam memaknai perbedaan itu. Ini mungkin yang dimaksud manusia yang tidak dapat berterima kasih kepada para pendahulunya.

Memang kita tidak bisa serta merta mudah menerima orang lain, tetapi juga tidak serta merta menolaknya begitu saja dan kemudian menghukumi orang lain menjadi jahat karena berbeda. Karena pada dasarnya dua orang itu pasti berbeda apalagi lebih. Itulah kemudian orang-orang terdahulu atau guru-guru kita mengajarkan kita konsep dasar dalam memaknai perbedaan itu yang disebut dengan toleransi.

Mungkin dalam berbagai pengertian tentang toleransi memiliki pemahaman yang berbeda-beda, tetapi muaranya akan tetap sama, bahwa setiap orang itu berbeda yang pasti memunculkan perbedaan yang harus dihargai bukan dimusuhi. Tentu tujuan menghargai ini agar manusia bisa dapat membandingkan apa yang ada didalamnya dan memetik pengetahuan dan hikmah baru dari persepsi berbeda.

Toleransi jangan hanya dipahami sekedar bahasa lisan dan tulisan, tetapi harus dipahami sebuah keyakinan. Jika dipahami toleransi hanya sekedar tulisan dan lisan ini hanya sebuah pengakuan aksidental. Banyak orang merasa toleran, tetapi perangainya tidak toleran, ini karena tidak dijadikan sebuah keyakinan. Jika kemudian digugat, maka timbul pembelaan-pembelaan menyudutkan. Pertanyaan kemudian, mengapa banyak orang mampu toleran dengan pernyataan, tetapi dalam perilaku sangat jauh dari sesungguhnya ?

Untuk mendiagnosa persoalan sebenarnya tidak rumit, jika kita sedikit saja mau merenungi tentang apa yang dimaksud dengan keyakinan. Karena yakin dan toleran sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Seseorang dapat menghargai orang lain secara utuh, karena mereka yakin bahwa menghargai orang lain adalah kebaikan. Dan sangat pasti setiap manusia menginginkan kebaikan, sekalipun manusia itu jahatpun kecuali bagi manusia yang telah menjadi manusia mayat hidup (bergerak tapi tak punya jiwa). Toleransi bisa menjadi menyatu bagi setiap orang, jika kemudian toleransi itu menjadi konsep keyakinan pada setiap orang. Banyak intoleransi karena orang kebanyakan menganggap bahwa toleransi hanya sebatas diketahui bukan diyakini. Maka wajar saja kemudian banyak kita temukan pembicaraan dan tindakan seseorang biasa saling bertantangan, diakibatkan toleransi itu hanya dipahami bualan pemikiran.

Kemudian banyak orang terpaksa toleran karena takut sanksi hukum, padahal toleran bukan karena adanya persoalan sanksi hukum ataupun tidak. Seyogyanya perilaku toleran bukan didasari karena takut sanksi hukum, tetapi diyakini bahwa toleran itu adalah sebuah kewajiban bagi manusia. Kewajiban itu harus dipahami sebagai keperluan jika menganggap diri sebagai manusia.

Tidak bisa pula dipungkiri bahwa banyak pengertian toleransi berdiri pada pengertian-pengertian sepihak. Tetapi tidak boleh pengertian sepihak ini tidak serta merta boleh menghukumi yang lain salah. Mengapa banyak intoleransi, karena menganggap pendapat yang lain itu tidak sesuai dengan pendapatnya. Hal lain sangat mempengaruhi tingkat intoleransi, karena banyak orang yang menganggap dirinya mayoritas dan menganggap yang lain minioritas. Hal yang pertama harus dilakukan untuk mencegah penyakit menular (intolerasi) adalah memahami toleransi secara utuh, dan untuk mudah memahami toleransi secara utuh harus mendahulukan menghargai yang lain, tidak menyudutkan, biasa berprasangka baik, dan yang terakhir hilangkan rasa dendam baik yang sederhana maupun berlebihan.

Sunday, 8 July 2018

Agama sebagai Pandangan Dunia Pancasila

Sumber Foto : kabarwashliyah. com

Agama lahir sebagai solusi bagi kehidupan manusia, agat tertata dalam melihat realitas kehidupan yang sifatnya universal dalam mengapresiasi hak-hak asasi manusia. Agama merupakan sumber inspirasi yang dapat melahirkan berbagai konsep dan nilai praktis dalam berbagai dinamika kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Rujukan dalam menyejukan hati, menjernihkan fikiran dan menyatukan perilaku manusia, walaupun manusia itu berbeda-beda warna dan pilihannya. Agama tidak mengajarkan kita statis dalam menjawab kebutuhan manusia dan bangsa dalam setiap zaman, tetapi menjadi penuntun bagi manusia dalam menemukan hal terbaik yang dapat melampaui masanya.

Hampir semua bangsa akan menghadapi persoalan-persoalan mengenai kemajuan dan tantangan kehidupan global, disinilah dibutuhkan manusia setiap bangsa untuk menemukan berbagai cara untuk menghadapi kemajuan dan tantangan tersebut. Tantangan pada dasarnya merupakan sebuah peluang bagi bangsa yang memiliki tuntunan dalam setiap tuntutannya. Tuntutan yang tidak tertuntun sering kali melahirkan berbagai krisis yang dilematis disaat berhadapan dengan derasnya arus globalisasi dan informasi yang sulit untuk dihindari. Sejalan dengan itu kebutuhan manusia dalam berbagai aspek kehidupan semakin tinggi dan bersifat segera untuk dipenuhi. Ketika belum terpenuhi maka ia akan berubah menjadi masalah baru.

Kecenderungan masyarakat dunia dalam segala hubungannya dengan tantangan global yang selalu mengarah kepada krisis multidimensi serba dilematis dalam menyikapi kehidupannya, serta akan berupaya mencari solusi paling aman. Tentu solusi paling aman dalam menyikapi persoalan kesenjangan global adalah menemukan serta menentukan konsep praktis sebagai dasar dalam memaknai setiap perkembangan dunia yang selalu maju, agar mampu keluar dari kehidupan yang banyak tekanan. Karena secara fitrawi setiap manusia akan selalu  ingin menghindari yang namanya kesengsaraan dan hidup dalam tekanan.

Akan tetapi, persoalan akan semakin bermunculan, jika konsep praktis ataupun pandangan hidup yang dianutnya atau ditemuinya yang kemudian menambah tekanan dan kesengsaraan kehidupannya. Inilah yang kemudian banyak dialami oleh kebanyakan negara-negara di dunia saat ini, kesenjangan konsep praktisnya tidak mampu menjawab berbagai persoalan-persoalan kemajuan, yang mau tidak mau tidak dapat ditolak oleh manusia setiap bangsa negara.

Konsep praktis yang lebih banyak di kenal dengan sebutan pandangan hidup atau ideologi menjadi sangat penting perannya sebagai dasar sebuah negara dalam menentramkan batin dan jasmani masyarakatnya. Pengalaman yang kita dapatkan selama ini, konsep praktis yang banyak ditawarkan dan diterapkan oleh sebagian negara, bukan menjadi solusi tetapi menambah kesenjangan serta masalah baru dalam kehidupan masyarakat. Ini akibat dari tidak sesuainya dan selarasnya antara konsep praktis yang ditawarkan dengan kebutuhan fitrawi masyarakat sebagai manusia.

Berkaitan dengan tantangan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, narasi sejarah bangsa Indonesia telah menggambarkan tentang bagaimana tokoh agama Indonesia bersama dengan tokoh lainnya, paham akan kecenderungan tantangan yang akan dihadapi kedepannya.  Bangsa Indonesia belajar banyak bagaimana tentang pentingnya konsep praktis yang jelas bagi berdirinya sebuah negara, agar mampu menjawab tantangan zaman, apalagi bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang unik dari bangsa-bangsa yang lain, dimana didalamnya terhimpun perbedaan-perbedaan, baik keyakinan, suku, budaya dan lain sebagainya.

Tokoh terdahulu memahami betul bagaimana perkembangan dunia yang akan dihadapi oleh masyarakat Indonesia kedepannya. Itulah yang kemudian membuat tokoh bangsa ini berperan dan lebih proaktif untuk ikut andil dalam menciptakan suasana kehidupan yang kondusif, harmonis, dan humanis. Dengan melakukan lompatan berfikir, menciptakan masyarakat Indonesia yang dapat menjawab kesenjangan dunia. Itulah kemudian yang mendasari mereka menetapkan satu konsep praktis yang dikenal dengan pandangan hidup atau ideologi bersama sekaligus dasar negara Indonesia, yakni Pancasila.

Setiap kajian ideologi, hal pertama yang harus ditelurusi adalah apakah ideologi tersebut memiliki pandangan dunia. Pandangan dunia disini adalah landasan teoritis dari ideologi dalam menetapkan kemestian berperilaku. Pandangan dunia sebagai rujukan ideologi dalam setiap persoalan praktis bagi manusia untuk menjalani kehidupannnya di dunia.

Hanya yang mesti digaris bawahi, ketika ideologi itu adalah kesimpulan manusia dari proses berfikir, maka pandangan dunia haruslah bukan dari proses berfikir manusia, tetapi yang lebih tinggi. Maksud dari lebih tinggi bahwa pandangan dunia merupakan perintah atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan bagi manusia, agar tidak salah dalam memahami dunia dan kehidupan manusia muka bumi. Artinya, hubungan pandangan dunia dan ideologi itu sendiri adalah sebuah keniscayaan. Tanpa pandangan dunia, tentu ideologi tersebut akan kering kerontang dalam setiap visi dan misi kehidupannya bagi manusia.

Inilah yang kemudian memberikan kepastian kepada ideologi dapat jelas dan menjelaskan. Maka dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia bagi ideologi adalah Agama. Dalam dimensi pandangan dunia, ideologi memiliki pengertian sebagai pandangan universal sebagaimana mestinya penganut ideologi bertingkah laku dalam setiap kehidupan di dunia. Jika kita menelisik secara seksama pada Pancasila dengan menggunakan akal sehat dan melakukan pengkajian dan pembedahan dalam setiap sila-silanya, maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila ketika dihubungkan dengan agama adalah keniscayaan yang tidak boleh ditolak keselarasannya. 

Keniscayaan keselarasan ini tidak bisa dinafikkan, bahwa agama sebagai pandangan dunia dari Pancasila. Agama sebagai rujukan Pancasila dalam menetapkan garis-garis praktis kehidupan manusia Indonesia, bahwa mesti berTuhan, karena memang dunia ini diciptakan atau berasal dari Tuhan. Sedangkan  merujuk pada sila kedua, ketiga, keempat dan kelima bahwa manusia yang memiliki kepemilikan akal untuk berlaku sesuai dengan fitrah akalnya yakni berperikemanusiaan, mendahulukan persatuan, melakukan musyawarah untuk kepentingan bersama dan harus berkeadilan sosial bagi sesama manusia. Banyaknya perdebatan mengenai hubungan agama dan Pancasila, dimana tidak sedikit yang berkesimpulan bahwa Pancasila sangat bertentangan dengan agama adalah sebuah kesalahan dalam menyimpulkan posisi agama sebagai pandangan dunia, serta tidak memahami posisi keduanya.

Dilain sisi, kesemua agama yang memiliki visi dan misi menyerbarkan kasih sayang harusnya dipahami sebagai rahmat yang tidak hanya terbatas pada perilaku saja, tetapi juga dalam bentuk pemikiran. Jika kita sedikit saja merenungkan tentang kerahmatan dalam yang diajarkan oleh agama, pasti kita akan menemukan bahwa Pancasila merupakan rahmat yang diturunkan oleh Tuhan bagi bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan yang luar biasa banyak. Fokus agama adalah membawa konsep dan konteks kasih sayang  yang menyatukan perbedaan yang ada.

Perbedaan itu semua tidak bisa kuat jika tidak memiliki pandangan atau pedoman hidup. Tentu keyakinan orang lain yang berbeda, tidak akan mau diatur berdasarkan konsep keyakinan orang lain. Misalnya, orang yang beragama A yang juga memiliki kitab suci, tidak akan mau diatur berdasarkan keyakinan dan kitab suci lain. Agama paham betul dalam memahami kecenderungan dari perbedaan keyakinan tersebut, tapi disisi lain agama juga memadang hidup berdampingan, saling bersatu itu juga tidak kalah penting.

Disini kemudian agama menetapkan konsep universalnya bagi seluruh perbedaan, baik berbeda keyakinan, suku, maupun budaya,untuk bersama-sama dengan merahmati bangsa Indonesia dengan Pancasila melalui pikiran-pikiran tokoh dan agamawan Indonesia. Karena Tuhan lebih paham daripada manusia Indonesia itu sendiri, bahwa Indonesia adalah bangsa yang yang begitu majemuk perbedaan.


Friday, 6 July 2018

Keadilan Politik Dalam Bingkai Pancasila

Sumber Foto : Okezone

Keadilan dalam perkembangan sejarahnya menjadi pokok pembicaraan serius. Dimana menempatkan kemunculan keadilan dengan jejak munculnya filsafat Yunani. Tetapi sesungguhnya, pembicaraan keadilan telah ada pada awal mula penciptaan makhluk. Keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan politik. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan. Politik hubungannya dengan keadilan, memiliki keterikatan antara satu sama lainnya. Keseimbangan dalam politik bisa tercipta jika keadilan menjadi roh dalam setiap kebijakan politik. Merujuk pada masalah keadilan, merupakan sistem di asosiasikan dengan kebajikan dan keindahan. Dikursuskan keadilan selalu menjadi tema pembicaraan hingga saat ini.

Banyak yang mengatakan bahwa keadilan dalam ranah sosial-politik bagian yang tidak begitu penting untuk dibicarakan. Adapula mengatakan bah- 179 Etika Politik wa keadilan dan politik adalah hal yang terpisah, karena keadilan adalah masalah yang tidak berubah dengan kondisi dan waktu, sedangkan politik senantiasa berdialektika. Sesungguhnya ini sebuah pemikiran yang keliru, bukan politik yang berdialektika. Tetapi, kehidupanlah yang setiap saat berdialektika. Politik memiliki fungsi mencari wahana yang baik dalam perubahan kehidupan, sedangkan keadilan sebagai landasan mengaktual wahana di tengah masyarakat, keadilan juga bisa dikatakan sebagai syariat, sedangkan politik adalah tempat melaksanakan hukum syariat secara praktis. Olehnya itu, politik tidak boleh dilepas dari pembahasan keadilan.

Terdapat beberapa pengertian keadilan, adil secara etimologi yaitu suatu kalimat dari asal kata “adl” yang diambil dari bahasa Arab yang berrti lurus, tidak berat sebelah, kepatuhan dan kandungan yang sama, atau menyamakan sesuatu dengan yang lainnya. Adil merupakan lawan kata dari menyimpang. Keadilan juga busa mengandung pengertian “selalu beristiqamah dalam kebenaran”. Jadi keadilan adalah perbuatan yang berpihak pada kebenaran, serta tidak sewenang-wenang dalam melakukan tindakan. Arti keadilan adalah bahwa sistem penciptaan yang bertindak sesuai dengan kebenaran dan kemerdekaan. Politik dan kadilan merupakan satu kesatuan yang harus berjalan secara harmonis.

Pembicaraan politik dan keadilan tidak hanya dibahas sebatas wujudnya sebagai bangunan yang formal. Tetapi merupakan ekspresi dalam perwujudan praktis dari cita-cita menjadi nyata. Keadilan dalam perwujudan praktis merujuk pada dua hal. Pertama, teks sebagai landasan folisofisnya. Kedua, sosio-historisnya untuk penggalan idealnya.  Secara umum, dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair.

Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil, tentunya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan itu sendiri. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil. Dengan demikian, keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Keadilan merupakan tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain. Disebut keadilan tata nilai, sebuah azas hukum dalam nilai sosial. Dalam perspektif Hobbes, mengemukakan bahwa keadilan adalah perjanjian yang dibuat kemudian diingkari, itulah ketidakadilan.

Demikian juga Nietzsche memahami keadilan sebagai kebanaran yang diakui kuat, Hume menyatakan keadilan adalah “sesuatu keadilan palsu”.sedangkan Stoa berpendapat bahwa keadilan adalah “menyamakan semua orang”. Sementra Dewei mendefinisikan bahwa keadilan adalah: “kebaikan biasanya dianggap kebikan yang tidak dapat berubah, bahan persaingan adalah wajar dan adil dalam kapitalisme, kompetitif individualistik”. Demikian, penjelasan berbagai tokoh tentang keadilannya. Memandang keadilan merupakan persepsi berlaku sama pada setiap manusia tanpa tolak ukur yang jelas. Tentu ini sebuah kesalahan di berfikir, kalau keadilan merupakan pemerataan secara sama, akan mela- 181 Etika Politik hirkan ketertindasan yang lebih nyata. Tidak berdasarkan kebutuhan si penerima keadilan.

Contoh sederhana, ketika dua anak yang satunya adalah berumur 17 tahun, sedangkan yang satunya berumur 10 tahun, dan kedua-duanya diberikan uang yang besarnya sama. Tentu, ini merupakan bentuk kedzaliman kepada anak yang berumur 17 tahun, karena kebutuhan anak berumur 17 tahun, lebih banyak ketimbang anak berumr 10. Ini yang dinamakan ketidakadilan, karena non-proporsi. Para ahli theology mendefinisikan keadilan dalam dua pengertian: Pertama, “keadilan berarti memberikan hak yang sama kepada orang lain”. pengertian Kedua, “keadilan adalah menaruh sesuatu pad tempatnya”. Definisi pertama, tidak selamanya memberikan hak sama adalah adil, akan tetapi harus disesuaikan kubutuhan dan fungsinya. Sedang definisi kedua, keadilan nyaris sama dengan sikap bijak. Plato seorang filosof Yunani berkata: “jika keadilan menamukan jalannya kedalam ruhani manusia, cahayanya akan menerangi segala kekuatan ruhaniahnya; karena semua sifat mulia dan moral manusia keluar dari mata air keadilan. Ia memberi manusia kemampuan untuk sebaik-baiknya melaksanakan pekerjaan pribadi yang merupakan kebahagiaan dan puncak kedekatan kepada sang pencipta Yang Maha Kuasa”.

Keadilan adalah menaruh semua urusan pada tempatnya dan kedermawanan adalah mengeluarkan urusan tersebut dari sisinya”. Artinya, keadilan adalah kepunyaan hak harus menerima haknya, sedang dermawan adalah orang yang memberikan hak kepada orang lain, tidak punya hak dari si pemberi hak. Keadilan adalah sebuah sistem untuk mengatur berbagai urusan masyarakat, sedang kedermawanan adalah sikap pengecualian bagi orang yang mengutamakan orang lain atas diri sendiri. Dalam bangunan kehidupan bermasyarakat, masing-masing individu menyatu dalam satu kesatuan. Keadilan adalah tiang bangunan dan sistem yang mengaturnya, sedang kedermawanan dan kebajikan sebagai hiasannya. Mungkinkah sebuah bangunan berdiri tanpa tiang ? Apalah artinya hiasan bangunan bila pondasi bangunan itu rapuh? Apalah artinya subsidi besar dan bantuan beras bagi orang miskin bila tidak ditopang dengan sistem pemerintahan yang adil ?

Semua itu hanya akan memperbesar perut para pelaku kebijakan yang korup semata. Rakyat hanya menuntut sistem yang adil dan supremasi hukum berlaku bukan subsidi dan bantuan. Dengan ini, keadilan memiliki arti “seimbang” atau proporsional, yaitu terjadi keseimbangan antar bagian-bagian tertentu yang berbeda-beda secara harmonis. Dan keadilan dalam arti seimbang disini tidak selalu sama antara dua pihak tersebut secara kuantitatif, tapi lebih kepada proporsional dan profesional. Hal ini ditinjau dari sudut pandang keadilan bisa dipahami dari sudut andang keseimbangan, bukan persamaan. Yaitu Dengan demikian keadilan secara konseptual adalah meiliki makna “sama proposional dan professional”. Yang kemudian persmaan itu dijabarkan makna tersebut menjadi sesuai dengan porsinya masing-masing, sehingga keadilan juga berarti memberikan ha atas apa yang menjadi haknya. Terlibat dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya. Keadilan politik adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan kemafsahadatan, sekalipun menjadikan segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan berbagai konflik dan menciptakan keamanan bagi masyarakat.

Jadi keharusan menjalankan amanah bagi pemegang kekuasaan dan pemerintah dalam mengatur dan mengeluarkan kebijakan umum, mengendalikan dan mengambil keputusan (decision making) untuk mencapai kesejahteraan. Dikatakan demikian, karena keadilan politik mempunyai kemampuan mencegah seseorang berbuat kerusakan. Harus diakui keadilan politik harus bersifat universal pada semua lini mengenai kehidupan sosial. Artinya tidak Bagi Pancasila, politik adalah perbuatan yang lebih dekat pada kebaikan dan keadilan politik, adalah kebenaran yang sesuai dengan realitas, yang mengandung kaidahkaidah memanusiakan. Dengan demikian, keadilan politik merupakan salah satu bentuk pengendalian dan pengarahan kehidupan masyarakat terkait dengan keharusan moral dan politis untuk senantiasa mewujudkan keadilan, rahmat dan kemaslahatan yang berazaskan rambu-rambu pedomana hidup (ideology).

Tegak di atas pilar keadilan tampa memandang perbedaan agama, bangsa, bahasa dan budaya. Maka untuk mewujudkan cita-cita keadilan politik yang merupakan pengenjewantahan dari perintah menegakkan keadilan, kemudian bagaimana, dan siapa, dan bagaimana proses pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan pemerintah. Agar menghasilkan keputusan yang benar-benar merepresentasikan aspirasi seluruh rakyat. Menegakkan keadilan adalah satu kewajiban dan satu tuntutan kemanusiaan. Ia adalah satu keharusan yang telah ditetapkan kepada semua orang tanpa terkecuali. Secara khusus Tuhan mewajibkan berlaku adil bagi setiap individu, masyarakat maupun penguasa.

Keadilan yang merupakan mahkota hukum menjadi sebuah keniscayaan untuk senantiasa ditegakkan oleh pemerintah. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia telah menerima amanah secara potensial sebelum kelahirannya dan secara actual ketika sudah baliqh. Berbeda kalau dalam penetapan hukum bukanlah wewenang setiap orang, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Antara pengetahuan tentang hukum dan tata cara menerapkanny. Al-Baidhawi juga mengatakan: “hendaknya kamu sekalian memerintah dangan objektif dan kesamaan derajat, tidak membedakan diantara mereka”. Ar-Razi dalam tafsirnya mafatihul ghaib juga berkata “para ulama” telah sepakat bahwa para pemegang kekuasaan harus memerintah dengan adil. Jadi keadilan politik adalah kebaikan yang tidak mengandung palanggaran, kekejaman, serta kesalahan dalam mengarahkan manusia pada tidak tertibnya mereka sebagai manusia atau keluar dari esensi kemanusiaannya. Keadilan politik merupakan watak universal dan objektif yang membuat semua manusia diperlakukan secara sama dan sama-sama bertanggung jawab, membangkitkan keadilan objektif universal yang mendarah daging dalam jiwa manusia. Jadi dalam hal menunaikan amanah lebih bersifat umum, artinya beda kalau dalam penetapan hukum yang bersyarat.

Keadilan akan menjadi sesuatu yang baku dan tetap, jika telah diformulasikan delam bentuk seperangkat kepastian hukum. Dengan demikian setiap langkah dan kebijakan yang diambil baik sementara berjalan atau akan dilaksanakan oleh pemerintah berdasarkan hukum. Demikian juga masyarakat yang dilindungi oleh hukum itu harus berbuat sesuai dengan aturan yang jelas sehingga bisa mempedomani dan melaksanakan hukum itu tanpa keragu-raguan. Sejalan dengan ini, untuk mewujudkan keadilan politik merupakan tanggung jawab yang tidak hanya tertumpu pada pemerintah/pemegang kekuasaan, tetapi kepada setiap warga negara berlaku bagi seluruh rakyat. Pemerintah dan penguasa merupakan unsur yang saling terkait sebagai sebuah satu kesatuan organis. 

Maka hasil perumusan kebijakan yang berkeadilan yang nantinya ditetapkan merupakan keputusan yang harus ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat. Jika ditinjau dari aspek sosio-politik, keadilan juga akan mendukung terciptanya stabilitas nasional dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Karena hak-hak individu terjaga dan bebas dari tindakan pelanggaran, rakyat akan merasa aman dan tentram, meningkatkan etos kerja mereka dan mempercepat laju pembangunan. Apabila rakyat terus meningkatkan produksi dan pendapatan, hal ini akan meningkatkan juga pendapatan perkapita negara sehingga pembangunan sarana dan prasarana dapat terus ditingkatkan. Maka aplikasi keadilan politik adalah upaya menjalankan amanah yang diembannya dan menegakkan supremasi hukum. Berupa mewujudkan tujuan politik yang hendak dicapai oleh seluruh rakyat. 

Diantaranya adalah memelihara ketertiban sosial dan keamanan negara secara konstitusional dan non-konstitusional. Kemudian mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara mentranformasikan aturan-aturan, ajaran-ajaran dan nilai-nilai melalui sistem pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian diharapkan terciptanya kesatuan sikap, cara berfikir, cara bermasyarakat. Sehingga terbina kehidupan bersama dalam suasana persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi serta masyarakat yang unggul. Selai itu juga menciptakan kesadaran sosial kemudian tidak adanya upaya untuk menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Maka meningkatkan mutu pendidikan, menjaga stabilitas nasional dan menciptakan kesejahteraan sosial merupakan cita-cita pokok yang mesti dilaksanakan. Akan tetapi ketiga-tiganya akan menjadi konsep yang kosong dan tidak memiliki substansi jika tidak dibarengi dengan keadilan yang merupakan basis dalam mengaktual pemikiran dan perilaku politik. 

Ibn Khaldun menjelaskan tentang “kezaliman merusak pembangunan”. Ia mengatakan bahwa: kezaliman terhadap masyarakat dalam perekonomiannya akan menghilangkan harapan untuk berusaha dan mendapatkan hasil usahanya. Karena mereka memandang tujuan dan nasib usahanya berada ditangan pemerintah. Adanya kecenderungan untuk berlaku zalim dan menghasilkan sebuah pengekangan tehadap usaha untuk mendapatkan apa yang dikerjakan, pembangunan, pengembangan negara, perluasan pasar tergantung pada pekerjaan. Dengan demikian, keadilan menduduki peran sentral dlam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka keadilan politik sebagai barometer untuk menimbang semua persoalan moral, masalah tingkah laku yang baik maupun buruk. Ia merupakan keadilan yang murni, mendetail dan netral, tidak timpang karena kepentingan kelompok atau pun kelas-kelas. Keadilan politik dikenal secara konseptual adalah memiliki makna dasar “sama”. Yang kemudian persamaan itu dijabarkan dalam arti tersebut menjadi bagian yang seimbang dala kebenaran yang memberikan ha katas apa yang menjadi haknya. Politik adalah pengendalian dan pengaturan rakyat, serta pemerintah dalam mewujudkan cita-cita dan mencapai tujuan adalah basis ideologinya.

Semua kegiatan politik pada prinsipnya bertumpu pada keadilan. Dimana keadilan dengan variasi maknanya yang berarti kesamaan, keseimbangan, bagian yang wajar dan juga istiqamah di dalam jalur kebenaran. Secara garis besar, keadilan berkenaan dengan manusia dalam merealisasikan keadilan sebagai sifat Tuhan menjadikannya sebagai sifat dirinya. Keadilan politik mengandung arti memelihara hak-hak individu dan memberi hak-hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa berdiri sebdiri dalam memenuhi segala kebutuhannya. Inilah salah satu alasan Tuhan menciptakan manusia dalam beragam warna kulit dan bahasa, suku dan ras, agar tercipta sebuah kebersamaan dan keharmonisan di antara manusia.

Dengan manusia saling memenuhi kebutuhan masing-masing, maka kebersamaan dan saling ketergantungan pun tercipta, dan ini merupakan keadilan. Ketika manusia sebagai makhluk politik, maka secara otomatis pula ada hak dan kewajiban di antara manusia. Hak dan kewajiban adalah dua hal timbal balik, yang tidak mungkin ada salah satunya jika yang satu tidak ada. Semua manusia yang ada di alam ini, tidak pernah lepas dari yang namanya hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban memasuki setiap ranah kehidupan dan setiap strata masyarakat. hak dan kewajiban yang timbal balik di antara sesame manusia ini, saling memberikan dan menerima dengan semestinya. Maka akan tercipta keharmonisan di antara manusia, dan inilah yang dinamakan keadilan politik. 

Melaksanakan kewajibannya dan menerima apa yang menjadi haknya. Murtadha Murthahari dalam salah satu bukunya mengatakan: “merealisasikan hak tidak bisa sendirian tapi harus kerja sama dengan orang lain. Hak tidak bisa tercipta dari satu pemikiran saja. Tidak ada seorang pun yang mempunyai kedudukan sedemikian tinggi sehingga tidak membutuhkan kerja sama dan sumbangan pemikiran orang lain”. Satu-satunya wadah yang dapat menyatukan masyarakat adalah sistem yang adil. Keadilan adalah wadah yang luas, mampu memberikan kepuasan dan kebebasan bagi masyarakat. sebaliknya, ketidakadilan adalah wadah sempit yang mencekik kemerdekaan bangsa dan masyarakatnya. Keadilan politik dapat dijadikan dasar untuk membangun paradigma sistem pemerintahan dan hukum, karena di dalamnya mencakup semua dimensi kehidupan; politik, ekonomi, budaya, birokrasi, managemen dan lain-lain. 

Ada dua macam tekanan yang mengancam kehidupan manusia; tekanan dari luar dan takanan dari dalam. Tekanan dari luar bisa berupa musuh, lingkungan, dan pemerintah yang kejam. Sedang tekanan dari dalam berupa penyakit ruh seperti; dengki, emosi, dan rakus. Apabila keadilan ditegakkan maka manusia aka terbebas dari semua jenis tekanan tersebut. terbebas dari tekanan musuh karena negara tersebut memiliki kedaulatan, kemandirian dan berwibawa. Terbebas dari penyakit ruh, karena supremasi hukum berlaku sehingga menghalangi masyarakat untuk melakukan kehendak nafsunya. Negara yang dibangun atas dasar keadilan, tidak akan mengijinkan kekuatan asing campur tangan urusan dalam negerinya. Negara tersebut akan aman, tentram, dan rakyatny bahagia dan terhormat. Oleh karena itu, mengkontruksi ulang jalannya sistem pemerintahan dengan prinsip-prinsip keadilan.