Sumber Foto : Kompasina. com |
Jika bumi ini diperhadapkan pada sebuah kehancuran, maka yang
sangat berkontribusi kuat dan dimintai pertanggujawabannya adalah manusia itu
sendiri yang selalu membuat keributan mengenai perbedaan-perbedaan yang melekat
pada manusia. Manusia yang selalu mempersoalkan perbedaan dan menganggapnya
sebagai wujud penentangan dan memaksakan setiap orang harus menjadi sama adalah
ciri pengrusak bumi.
Para perusak bumi ini adalah orang-orang yang tidak
menghargai kemanusiaan, tetapi cenderung anti dengan kemanusiaan. Orang-orang
seperti ini biasanya berbalut jubah kebaikan, tetapi sifatnya jauh dari
kebaikan, menekan orang lain untuk sama dengan dirinya, jika kemudian berbeda
maka akan dianggap musuh yang harus dimusnakan. Mari kita lihat dibelahan bumi
saat ini, pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan terjadi dimana-dimana atas nama
kepentingan sepihak dengan mencederai kemanusiaan itu sendiri.
Bumi hari ini bukan lagi tempat yang asyik sebagai wahana manusia
untuk belajar tentang perbedaan, yang telah sangat niscaya dalam melindungi
kemanusiaan setiap manusia. Karena entitas perbedaan, orang bebas saling
membantai atas kebenaran menurut versi-versi masing-masing. Padahal semua orang
pasti memahami bahwa entitas yang sama pun seperti manusia rupanya memiliki
perbedaan, seperti wajah dan warna kulit satu sama lainnya, yang tidak bisa
ditolak walaupun kita jungkir balik sekali pun.
Sangat menyedihkan. Belum lagi jika kita berkacamata pada persoalan
keberpihakan politik pun menjadi hukum benar dan salah bagi kaum perusak ini,
berbeda pilihan dengannya dianggap jahat dan musuh yang harus dimusnakan. Padahal
sesungguhnya kita telah memiliki modal pengalaman dari manusia terdahulu yang
hidup di bumi, memberikan manusia sekarang konsep dasar dalam memaknai dan
tidak bertikai mengenai perbedaan. Tapi bumi bagai disambar petir, manusia
jaman sekarang telah berupaya menggugat tentang konsep dasar dalam memaknai
perbedaan itu. Ini mungkin yang dimaksud manusia yang tidak dapat berterima
kasih kepada para pendahulunya.
Memang kita tidak bisa serta merta mudah menerima orang lain,
tetapi juga tidak serta merta menolaknya begitu saja dan kemudian menghukumi
orang lain menjadi jahat karena berbeda. Karena pada dasarnya dua orang itu
pasti berbeda apalagi lebih. Itulah kemudian orang-orang terdahulu atau
guru-guru kita mengajarkan kita konsep dasar dalam memaknai perbedaan itu yang
disebut dengan toleransi.
Mungkin dalam berbagai pengertian tentang toleransi memiliki
pemahaman yang berbeda-beda, tetapi muaranya akan tetap sama, bahwa setiap
orang itu berbeda yang pasti memunculkan perbedaan yang harus dihargai bukan
dimusuhi. Tentu tujuan menghargai ini agar manusia bisa dapat membandingkan apa
yang ada didalamnya dan memetik pengetahuan dan hikmah baru dari persepsi
berbeda.
Toleransi jangan hanya dipahami sekedar bahasa lisan dan
tulisan, tetapi harus dipahami sebuah keyakinan. Jika dipahami toleransi hanya
sekedar tulisan dan lisan ini hanya sebuah pengakuan aksidental. Banyak orang
merasa toleran, tetapi perangainya tidak toleran, ini karena tidak dijadikan
sebuah keyakinan. Jika kemudian digugat, maka timbul pembelaan-pembelaan
menyudutkan. Pertanyaan kemudian, mengapa banyak orang mampu toleran dengan
pernyataan, tetapi dalam perilaku sangat jauh dari sesungguhnya ?
Untuk mendiagnosa persoalan sebenarnya tidak rumit, jika kita
sedikit saja mau merenungi tentang apa yang dimaksud dengan keyakinan. Karena yakin
dan toleran sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Seseorang dapat menghargai
orang lain secara utuh, karena mereka yakin bahwa menghargai orang lain adalah
kebaikan. Dan sangat pasti setiap manusia menginginkan kebaikan, sekalipun
manusia itu jahatpun kecuali bagi manusia yang telah menjadi manusia mayat
hidup (bergerak tapi tak punya jiwa). Toleransi bisa menjadi menyatu bagi
setiap orang, jika kemudian toleransi itu menjadi konsep keyakinan pada setiap
orang. Banyak intoleransi karena orang kebanyakan menganggap bahwa toleransi
hanya sebatas diketahui bukan diyakini. Maka wajar saja kemudian banyak kita
temukan pembicaraan dan tindakan seseorang biasa saling bertantangan,
diakibatkan toleransi itu hanya dipahami bualan pemikiran.
Kemudian banyak orang terpaksa toleran karena takut sanksi
hukum, padahal toleran bukan karena adanya persoalan sanksi hukum ataupun
tidak. Seyogyanya perilaku toleran bukan didasari karena takut sanksi hukum,
tetapi diyakini bahwa toleran itu adalah sebuah kewajiban bagi manusia.
Kewajiban itu harus dipahami sebagai keperluan jika menganggap diri sebagai
manusia.
Tidak bisa pula dipungkiri bahwa banyak pengertian toleransi
berdiri pada pengertian-pengertian sepihak. Tetapi tidak boleh pengertian
sepihak ini tidak serta merta boleh menghukumi yang lain salah. Mengapa banyak
intoleransi, karena menganggap pendapat yang lain itu tidak sesuai dengan
pendapatnya. Hal lain sangat mempengaruhi tingkat intoleransi, karena banyak
orang yang menganggap dirinya mayoritas dan menganggap yang lain minioritas. Hal yang pertama harus dilakukan untuk mencegah penyakit
menular (intolerasi) adalah memahami toleransi secara utuh, dan untuk mudah memahami
toleransi secara utuh harus mendahulukan menghargai yang lain, tidak
menyudutkan, biasa berprasangka baik, dan yang terakhir hilangkan rasa dendam
baik yang sederhana maupun berlebihan.
0 Komentar Anda:
Post a Comment