Pages

Tuesday, 26 September 2017

Kolaka Kota Wisata, Kurang Promosi & Pengembangan

Sumber Foto : Diary. Masifan. com
Pada kesempatan kali ini, akan berbagi tentang cerita tanah kelahiran penulis. Kota kecil yang berada pada Lingkaran Khatulistiwa. Kota yang indah memiliki  panorama yang mampu memanjakan mata. Hanya sayang cuma menjadi buah bibir wisatawan local (masyarakatnya sendiri). Keindahannya kurang dijamah oleh wisatawan luar untuk sekedar melepas penat atau mengajak keluarga untuk liburan. Ada banyak alasan dan hambatan, tapi menurut penulis, kurangnya wisatawan yang mengunjungi kota yang berasal dari nama kayu purba di daerah setempat, bukan karena tidak tertarik dengan objek wisatanya. Bagaimana mau tertarik, tahu aja belum.


Mari sedikit kita mengenal tentang Kab. Kolaka, sebuah kabupaten yang terletak di wilayah Sulawesi TenggaraIndonesiaIbu kotanya adalah Kolaka. Kabupaten ini memiliki luas wilayah mencakup jazirah daratan dan kepulauan yang memiliki wilayah daratan seluas 6,918.38 km² dan wilayah perairan/lautdiperkirakan seluas + 15,000 km², berbatasan dengan:

“ Sebelah utara : Kabupaten Kolaka UtaraSebelah timur : Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe SelatanSebelah selatan : Kabupaten BombanaSebelah barat : Kota Makassar dan Kabupaten Bone

Wilayahnya terdiri dari gunung dan bukit yang memanjang dari utara ke selatan, memiliki beberapa sungai yang memiliki potensi besar bagi masyarakat. Kabupaten Kolaka dipandang dari sudut oseanografi memiliki perairan (laut) yang sangat luas iaitu diperkirakan mencapai + 15,000 km². Wilayah daratan Kabupaten Kolaka mempunyai ketinggian umumnya di bawah 1,000 meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah khatulistiwa. Maka daerah ini beriklim tropikaSuhu udara minimum sekitar 10°C dan maksimum 31°C atau rata-rata antara 24°C - 28°C.

Daerah ini bagi yang mengenalnya (bagi yang kenal, ayo di share bagi dan berikan ide kreatif) telah mengetahui keindahan panorama alamnya. Beberapa keindahan alamnya yang menjadi obyek wisata di daerah Khatulistiwa tersebut, diantaranya :

1. Pantai Pitura
Sumber Foto : Kolaka Pos

Pantai Pitura adalah obyek wisata yang terletak  di Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, berjarak sekitar ±70 Km dari kota Kolaka,  pantai yang memiliki pemandangan laut yang indah, dengan akses sangat mudah. Pantai yang unik, selain menyajikan nuansa alam yang indah, pengujung juga akan dimanjakan langsung oleh banyaknya binatang mamalia yakni kelelawar yang menghiasi pohon pinus disekitaran pantai. Pokoknya indah dehhhhh

2. Sungai Tamborasi
Sumber Foto : Jalankemanagitu.com

Sekedar Info ya, sungai tambarosi ini adalah sungai terpendek di dunia loh kawan. Dengan panjang sekitar ±20 meter dan lebar ±15 meter. Sungai Tamborasi ini terletak  ±90 km dari Kota Kolaka ke arah utara, tepatnya di Desa Tamborasi, Kecamatan Wolo. Untuk menuju Sungai Tamborasi pengunjung bisa menempuh jalan darat ataupun jalan laut ±1-2 jam. Akses menuju kesana memang terbilang jauh, tapi jangan khawatir pemandangan disepanjang jalan menuju lokasi sungai terpendek ini sangat indah, akan membayar kelelahan dengan pemandangan berbagai batu marmer. Jika telah sampai di sungai tamborasi akan dimanjakan dengan laut yang berpasir putih membuat sungai Tamborasi kian mempesona. Pesona semakin unik karena jenis air yang terdapat pada sungai tersebut memiliki dua ragam air, yakni air air dingin yang menyatuh tapi tetap terpisah. Air tawar berada dipermukaan sedangkan air laut berada dipertengahan.

3. Pantai Malaha
Sumber Foto : Mapalausn
Bagi pantai yang satu ini, pengunjung akan diberikan kesegaran dengan pasir putih dan alam seperti pohon yang berjejer rapih, bagi hobi fotografi ini menjadi salah satu refenrensi buat teman-teman untuk mendapatkan kualitas gambar yang tepat.

Keternagan Foto : Rumah Adat yang ada dipinggir pantai di Kab. Kolaka
Ada banyak lagi keindahan alam yang bisa menjadi destinasi wisata di kota ini, baik dari pulau, wisata bawah laut, air terjun, sampai permandian air panas semuanya akan mudah didapatkan di Kabupaten Kolaka. Belum lagi kalau kita berbicara tentang tradisi dan budayanya yang sangat berlimpah. Semuanya hanya menjadi buah bibir bukan dimaknai denga kreasi. Ada banyak cara agar ini bisa dimaknai, seperti melakukan karnaval, pagelaran, dan pentas budaya misalnya. Tujuannya untuk melestarikan dan membumikan budaya sekaligus juga untuk memperkenalkan kolaka kekancah Nasional dan Internasional. Sudah saatnya berfikir partisipatif, solutif dan inspiratif untuk mengembangkan daerah tercinta. Ini bisa dimulai dengan cara-cara sederhana dan kecil tanpa biaya besar. Kalau selalu berfikir biaya-biaya besar kapan maju dan berkembang. Masih banyak cara-cara sederhana, murah mungkin saja gratis bisa dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan berbagai aplikasi sosial media sebagai tempat penyebaran dan penyiaran.

Hanya sayangnya bagi penulis, pemerintah, masyarakat dan elemen kepemudaan kurang kreatif untuk melakukan pengembangan dan promosi layaknya sesuatu yang memang harus dikembangkan dan dipromosiskan oleh segenap elemen yang ada. Kurang memanfaatkan peluang yang ada dengan menggunakan sarana media yang saat ini sangat mudah dijangkau oleh segenap pihak, banyak pula yang gratis tetapi tidak lakukan.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis, sebagai anak yang lahir dari kabupaten tersebut, waktu dan tenaga kebanyakan habis hanya untuk mendiskusikannya, tetapi tidak terjewantahkan dalam proses tindakan, inilah yang akhirnya membatasi kemajuan pariwisata di kabupaten kolaka yang memiliki limpahan potensi keindahan alam.

Kabupaten yang terletak di jazirah Sulawesi Tenggara ini memiliki berjuta-juta potensi obyek wisata dan budaya yang seyogyanya bisa dikembangkan dan menjadi salah satu rujukan destinasi wisata Nasional hingga Internasional. Sebagian daerah lain telah melakukan upaya-upaya semasif dan sekretif mungkin dari cara yang sederhana dulu yang bisa mereka jangkau,  hingga nantinya menjadi hal yang besar. Hemat penulis, Kolaka harus mencontoh daerah lain yang dengan segenap upaya mengembangkan daerahnya.  Kalau tidak dipikirkan secara serius kolaka bisa ketingggalan jauh dengan daerah lain, yang saat ini berlomba-lomba mempromosikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Mengandalkan referensi di internet, media sosial dll.  bisa menjadi salah satu  pemanfaatan untuk menyiarkan objek wisata dan budaya yang dimiliki oleh Kab. Kolaka. Tentu hal yang demikian harus ada kerjasama dan keinginan semua pihak dari pemerintah, organisasi masyarakat dan kepemudaan sampai masyarakat itu sendiri untuk ikut terlibat dalam memikirkan, menyiarkan, mempromosikan dan mengembangkan objek wisata yang ada. 

Bukan dengan hanya mengharapkan dan membebankan semuanya pada pemerintah saja, tapi setiap elemen apapun itu harus ikut berpartisipasi dalam memajukan pariwisata yang ada dikabupaten kolaka. Logikanya banyak diskusi, ya banyak juga solusi dan lebih banyak tindakan. Percuma banyak  kritik, sedih, dan mengecam tapi tidak menyodorkan solusi dan tindakan.



“kota yang indah dan diminati banyak orang, hasil dari kerja keras banyak orang yang konsisten”

Monday, 25 September 2017

Kritik Membangun " NO " Memaki

Sumber Foto : Tribun Sumsel
Kritik bukan hal yang baru dalam setiap warna-warni hidup manusia, dari zaman uap, kertas sampai zaman postingan dalam dunia New Media banyak lahir ruang-ruang baru untuk menampung kritikan. Dari Facebook, Twitter mungkin sampai Bigo Live semuanya menjadi bagian dari penampungan kritik di masa milenial. Bagi penikmat media baru, akan sangat tidak asing dengan suasana-suasana seperti itu.  Tapi apa jadinya kalau kritik dimaknai adalah bagian dari memaki

Anda pasti tahulah, ngga usah pura-pura bego. Bahwa banyak kata-kata negatif yang selalu mengatasnamakan dirinya sebagai kritikan dengan meletakkan sifat membangun dibelakangnya sebagai pembenaran. Menjadi market dan magnet untuk melampiaskan hirup pikuk lintas kata-kata negatifnya. Inkonsistensi logis antara kata-kata negatif, kritik dan membangun menjadi kritik membangun adalah luapan yang salah dan makna yang salah. Kok kritik membangun tetapi bernegasi memaki dan menghujat ?. 

Ini kurang ngerti atau memang lebaynya tidak ketulungan. Menegasikan kritik membangun sama dengan meledek dan menghujat ini bukan hanya sangat salah persepsi, tetapi sudah over persepsi.  Dimana membangunnya ?. kalau dendam YA. Apa dan dimana hubungan antara kritik dengan menghujat dan meledek ?

Bagiku ini bukan akal sehat, tapi akal bulus yang punya keinginan memuluskan niat dan tujuan, mungkin juga telah dihinggapi penyakit nalar sindrom narsis. Kalau mau dihiperbolakan fenomena ini, sangat masif perdetik. Ketika manusia masuk dalam ruang-ruang media baru, pengunjung akan menangkap fenomena itu dalam hitungan waktu 8 detik atau kurang. Mengedipkan mata tiap 8 detik, seketika itu kritik tapi dengan bau memaki dan menghujat muncul seperti datang tak diundang tapi pergi pengen diantar.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan kritik membangun ?

Kalimat kritikan adalah suatu kalimat yang isinya berupa tanggapan atau respon mengenai suatu hal yang tidak sesuai atau kurang benar di mata seseorang. Kalimat kritik biasanya adalah sanggahan mengenai ketidaksetujuan. Akan menjadi membangun kalimat kritikan itu jika tidak hanya mengandung kekurangan atau kelemahan tetapi disertai juga dengan solusi-solusinya. Inilah yang dimaksud dengan kalimat kritik yang membangun.

Kalimat kritikan membangun adalah sikap yang disampaikan dengan jelas dan benar agar penerima bisa memperbaikinya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sopan agar orang lain tidak tersinggung. Ketika melakukan kritik membangun disertai dengan alasan-alasan  yang masuk akal, sehingga kritikan itu kuat dan tidak ada bantahan. Selain itu kritikan harus sesuai dan berkaitan dangan masalah. Tidak boleh memaksa orang lain untuk menerima kritikan.

Kritik membangun disampaikan dengan maksud tidak menjatuhkan dan melecehkan orang lain, tetapi ingin membuat orang lain lebih baik. Kritik yang membangun disertai dengan alasan-alasan dan juga saran. 

" mengupayakan yang baik adalah kebaikan, tapi jangan menggunakan cara-cara yang salah "

Saturday, 23 September 2017

Mau mengenal Politik ala Pancasila ?

Anda mungkin mengenal politik dan Pancasila, tapi apakah anda tahu bagaimana tafsiran politik ala pancasila secara kekinian ( Mimbar Politik Pancasila), untuk menjawab persoalan kebangsaan. 

Semua bisa terjawab secara baik dan tuntas, hanya meluangkan waktu untuk mengikuti (Sekolah Politik Indonesia) maka anda akan paham bagaimana pancasila akan menjadi solusi kebangsaan dan keberbersamaan. ( Jurnal Politik Indonesia)

Luangkan waktu mengurai semuanya secara tepat dan tanpa harus mengeluarkan biaya, bagaimana tertarik ?

Friday, 22 September 2017

Politik Pesakitan

Sumber Foto : isbd-alv.blogspot.co.id
Jalan panjang perpolitikan Indonesia, jika dilihat dalam konteks perhelatan Pemilu dalam praktek demokrasi Indonesia selalu menempatkan elit politik sebagai pusat politik. Kelompok elit senantiasa menjadi subordinasi dari rangkaian proses tindakan sosial dalam pemilu, publik bagaikan tidak diberikan akses bebas untuk mendapatkan pemberdayaan dan pendidikan politik.

Bila kita amati perkembangan pemilu dari setiap proses dan sistem yang telah dilalui dan akan dilalui perbincangannya tetap mengarah pada satu kualitas pada publik, berada dalam ruang manuver, intrik serta strategi. Energi elit dan publik hanya terus tersedot dalam pusaran pemetaan kelompok elit politik, bukan pada subtansi mengapa perlu adanya perhelatan pemilu. Inilah yang membuat perpolitkan Indonesia selalu gaduh dalam setiap perhelatan.

Dalam pra perhelatan, publik akan dipertontonkan panggelaran isu sexy tentang ini dan itu, semuanya bermain dalam dataran instrumen elit politik untuk menguasai perhelatan pemilu, agar menjadi dominan.  Sadar atau tidak disadari Pemilu seperti ini hanya akan melahirkan proses mekanistik oleh elit politik. Publik yang seharusnya menjadi simpul dan simbol demokrasi hanya mendapatkan isu, bentrok dan iklan politik.

Para elite politik sebelum Pemilu berlangsung, telah mempersiapkan diri menghadapi derasnya suhu politik yang tidak sehat. Sudah menjadi hal yang lazim, ketika proses kampanye berlangsung, elit politik akan berupaya mengumpulkan massa demi kesuksesannya. Bahkan, sebelum kampanye dilaksanakan, elit politik sudah mempromosikan janji-janji politiknya. Janji-janji politik  tentu sudah sangat dipahami bahwa muatannya memberikan sejuta harapan untuk mensejahterakan semua rakyat Indonesia.

Elit politik akan menampilkan citra dirinya dengan cara menarik simpati dan daya tarik publik di sudut-sudut jalan, pertokoan, perkantoran, gedung-gedung pemerintahan, dan di tempat strategis lainnya, dimanifestasikan melalui spanduk dan baleho yang melambangkan dirinya dengan teman dan teman tertentu sebagai jualannya. Terdapat ajakan dan rayuan yang mencoba menampilkan segudang harapan bagi rakyat yang harapannya rakyat akan memilihnya.

Ajakan dan rayuan yang ditampilkan melalui spanduk-spanduk dan iklan politik yang hendak mempromosikan visi dan misi dengan harapan-harapan semu yang belum tentu direalisasikan. tentunya dengan iklan, elit politik berharap mendapatkan perhatian publik, image dan berbagai pelabelan lainnya.  Prosesi pelabelan elit politik dengan trend isu, konflik dan iklan politik sudah menjadi siklus dalam setiap perhelatan, yang sudah terlembagakan secara mekanistik. Jika dilihat dari faktor- faktor terbentuknya pelembagaan pemilih secara mekanistik dapat dilihat pada :

  1. Elit politik melakukan Manipulasi Ideologi. Memenjarakan publik sebagai pemilih dibasis suara dengan membawa pada tema dan teman fantasi yang mempesona dalam bentuk konvegensi simbolik. Misalnya dengan memanfaatkan tokoh besar dan pemikir besar dan dihormati dilayar balihonya. Tujuannya untuk mempengaruhi publik bahwa mereka dan tokoh besar tersebut memiliki kesamaan.
  2. Rewad Power (kekuatan hadiah). Elit politik  senantiasa melakukan proses membeli pemilih dengan kekuatan finansial dengan beragam suntikan seperti uang, barang dan fasilitas.
  3. Sensitivitas Media. Elit memanfaatkan sensivitas media massa dengan belanja iklan politik, dangan pagelaran isu sexy.
Selain melakukan pelembagaan mekanistik pada publik, kelompok elit politik pun sangat sering melakukan  inkonsistensi logis.  Dengan mentidakcocokan hubungan antar elemen kognitif. Seperti mengatakan bahwa publik wajib menggunakan hak pilihnya sebagai warga negera. Tapi disisi lain menyatakan ketidakyakinan terhadap kualitas pelaksanaan pemilu. Ada banyak lagi inkonsistensi logis yang sering dilakukan oleh kelompok elit politik yang sesungguhnya hal yang demikian bukan pemberdayaan politik publik tetapi merusak pemberdayaan itu.

Pilkada serentak 2018 dan pemilu 2019 mungkin masih terlihat buram, walaupun banyak pendukung elit politik sedikit memberikan warna lain agar keburamannya tidak nampak kepermukaan publik. Dalam keburaman ini pasti sedang atau telah melalui berbagai negosiasi sengit untuk memperjuangkan keuntungan elektoral mereka atas konsekuensi sistemis dari desain kursi pendukung. Panggung kontestasi politik saat ini, tentu sangat memerankan permainan mekanis, demi tuntutan memperoleh kursi pengusung, tapi elit politik tidak boleh lupa bahwa politik yang subtansial itu sendiri jauh lebih krusial.

Paradoks pagelaran citra dan pelembagaan mekanis isu, konflik dan iklan dalam setiap perhelatan politik tentunya bukan lebih berkualitas, tetapi semakin buruk pada setiap waktunya. Fakta dari kesemuanya kualitas tak bertambah baik. Kekurangan dan kecurangan semakin bertambah. Calon terus berdarah-darah untuk meraih takhta. Reputasi yang disengaja tapi jauh dari panggangnya untuk mendulang suara hanya akan menjadi dosa politik dan berakhir pada rakus isi-isian

" pelembagaan mekanis isu sexy, konflik adalah sakit dari orang-orang yang sakit "

Tuesday, 19 September 2017

MPPI Open Recrutmen

“Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : “Innallahu la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim”. ” Tuhan tidak merubah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnya” [Bung Karno, Pidato HUT Proklamasi, 1964]

Pemuda adalah pilar perubahan negara. Masa depan bangsa Indonesia menjadi tanggung jawab anak Indonesia. Merawat kebhinekaan dalam persatuan menjadi pilihan utama untuk mewujudkan perdamaian baik tingkat nasional maupun internasional.

Bagaimana pemuda bisa ikut andil dalam melakukan perubahan untuk negaranya ? Perubahan seperti apa yang bisa dilakukan ?
Bergabunglah bersama MPPI, kamu bisa mengembangkan pemikiranmu, menambah ilmu, dan melatih skill sesuai bidangmu.

Sekolah Politik Indonesia, membidangi strategi pemikiran luas, terbuka, dan terstruktur bukan hanya di bidang politik. Tetapi, kamu juga bisa menganalisis permasalahan lainnya baik nasional maupun internasional.

Jurnal Politik Indonesia, membidangi strategi public relation dan jurnalistik. Cocok buat kamu yang tertarik dalam publikasi, fotografi, desain grafis, videografi, dan jurnalis di jurnalpolitikindonesia.com

Pelita Pendidikan Anak Indonesia - PPAI, tugasnya adalah membimbing adik-adik dalam mengeksplorasi dirinya. Secara pemikiran dibimbing dengan penanaman ideologi Pancasila. Secara agama dibimbing dengan pengajaran membaca Al-Quran, dan memberikan pengetahuan agama seperti menceritakan sejarah para nabi. Selain itu, PPAI juga mengajarkan sastra, seni musik, seni tari, dsb. Asik bukan ?? Bermain dan berbagi ilmu bersama adik-adik.

 

Sunday, 17 September 2017

Partai Politik & Politisi Seolah-olah

Sumber Foto : Thebluejacker-WordPress. com
Gambaran politik Indonesia selalu memperhadapkan masyarakat pada dua realitas, yakni realitas oposisi dan koalisi. Kedua realitas ini selalu menjadi bumbu hangat dalam dinamika politik Indonesia. Kecenderungan ini tidak berangkat dari sifat alamiah dalam ruang-ruang politik, tetapi dibentuk berdasarkan keinginan dan kepentingan masing warna atau patron lembaga politik dan elitk politiknya. Kesengajaan yang membingungkan masyarakat, dengan keinginan yang sama tapi ukuran berbeda ini, tiada lain hanya pagelaran citra. Masing-masing punya penanda citra untuk menstruktur realitas dengan menggunakan semboyan- semboyan bahasa khusus. Pemilu 2009 pelabelan neolib, pro rakyat dan lebih cepat lebih baik ini semuanya adalah struktural citra yang sekedar mekanisme kesan sangat jauh dari subtansi.

Lain halnya ketika pemilu 2014, memiliki ciri pelabelan struktur realitas yang berbeda. Pembuatan kesan yang sekiranya diikutkan dengan pesan subtantif percepatan pembangunan mungkin tidak menjadi masalah. Hanya ini berbanding terbalik,  kesan yang muncul hanya untuk membagi masyarakat dalam dua pusaran Pro dan Kontra, yang kadang dimaknai si baik dan si buruk. Jika sudah dimaknai seperti itu, maka luapannya tentu berbeda dari harapan tujuan Berbangsa dan Bertanah Air. Memaki pasti ada, menghujat, dan dendam sangat pasti ada.

Dinamika oposisi dan koalisi akan selalu muncul tanpa batasan waktu ini, tengah menggeliat merusak nalar dan persepsi masyarakat dalam melihat kehidupan politi. Kalau 5 tahun masa kepemimpinan maka akan 5 tahun juga akan ada sikap oposisi dan koalisi. Coba dibayangkan selama 5 tahun masyarakat dibagi dalam 2 kutub, selama itu akan ada pro dan kontra. Artinya selama itu akan ada cacian dan makian pada setiap saat kehidupan bermasyarakat. Alasannya pasti akan berpusar pada perlunya penyeimbang, dan ini hanya bentuk kritik. Kok penyeimbang nuansanya tidak seimbang, kok kritik nuansanya makian,cacian dan terkadang rasis dan berbau fitnah. Konstruk realitas yang terbangun ini, tentunya tidak akan menguntungkan kemajuan bangsa. Boleh bangunan infrastruktur terbangun, tapi bagai mana dengan manusianya ?

Mungkin partai politik dan elit politiknya harus belajar move on demi tujuan besar, dari sekedar formalistik belaka.

Sebuah keniscahayaan dalam pemilu, masyarakat diperhadapkan pada keberpihakan memilih dan tidak memilih siapa, hanya jangan berbias sampai pemilu selesai. Saatnya untuk saling membantu dengan menciptakan ide pembangunan, bukan merusaknya pada gelombang citra elit politik yang tak berkesudahan. Pembangunan menjadi taruhan, rakyat akan semakin tidak terdidik dalam memaknai realitas politik yang sesungguhnya. Mari mikir !!!!!

Selain menstruktur realitas politik dalam dua kutub, kehidupan perpolitikan Indonesia juga dihadapakan pada elit politik (politisi) yang mengidap penyakit hiperealitas. Elit politik dengan hiperealitas yang akan selalu menampakan dirinya menjadi reality of proxi, seorang elit politik yang tidak mampu membedakan kemampuan akan kesadaran realitas dan fantasi. Sehingga mimpi indah dibangunnya dengan cara paksa, membentuk kesan-kesan tersendiri di masyarakat. Seolah-olah dirinya adalah politisi yang memikir nasib rakyat kecil, santun yang didesain dengan fhotoshop, berslogan berkerja untuk rakyat, tapi ngumpul hanya dengan rakyatnya (timses) saja. Tujuannya hanya satu, demi keinginan mencapai mimpi indahnya. Kemudian menampakkan diri sebagai solusi imajiner dengan mengobjekkan dirinya pada kesan melalui kecanggihan teknologi, sebagai fakta yang nantinya akan dirasakan oleh pemilih. Intinya elit politik ini akan menampakkan satu kesan bahwa sesuatu yang tidak nyata, akan menjadi nyata yang akan rasakan rakyat. Luar biasa

Politisi ini akan selalu nampak sangat seolah-olah pro rakyat, memperhatikan rakyat, dan sangat dekat dengan rakyat. Kesan dan citra seolah-olah dirangkai dalam bingakai desain grafis dengan menyewa ahli. Rakyat yang menjadi korban dari seolah-olahnya. Partai Politik dan politisi seolah-olah inilah, yang seringkali membuat masyarakat menjadi kacau, dibuat berpihak dan tidak berpihak. Bahwa dirinyalah yang paling ideal sebagai partai politik dan seorang politisi, dan bagi yang lain "tidak".  Saling memaki satu sama lain, dengan wajah-wajah reality of proxi dan solusi imajiner yang dibangun kurangnya kualitas, tapi banyak keinginan.  Rakyat dibuat terpecah dan kacau dengan saling memaki maupun mengfitnah disebabkan oleh partai politik dan politisi seolah- olah itu, yang tahunya hanya memikirkan kursi kekuasaan, kurang kualitas tinggi publisitanya dan haus isi tas.

Hiruk pikuk partai politik dan elit politik seperti ini selalu menjadi tranding topik  menghiasi dinding media baik elektronik maupun cetak. Isu politik menjadi nyanyian yang nyaring didengar. Fenomena visi, misi, gizi, budaya politik sangat melukai hati rakyat dengan tage line "bekerja dan mengabdi atas nama rakyat". Hanya menjadi pepesan kosong. Ruang publik tercederai hanya akan terkonstruk berdasarkan impian, bukan pengejewantahan nilai kedaulatan rakyat.

Kegagalan sistem politik tidak menjadi instrumen komunikasi politik rakyat, tapi justru membuat rakyat menjadi transaksional. Ini satu dari sekian banyak kegagalan berpolitik, yang seyogyanya menjadi satu cita-cita yang meng haruskan lahirnya konsensus. Tidak sebatas jualan saat kampanye parpol, tim sukses dan kandidat seringkali lupa dan menjadi "seolah-olah". Politik itu bukan seolah-olah akan tetapi politik itu adalah value, etika, dan accountability, sehingga perlu.untuk mewujudkannya lewat pemaknaa politik yang tidak sekedar pencitraan. Parpol dan elit politik penting untuk berdamai dengan kepentingan rakyat melalui proses consensus politik.

Olehnya itu, rakyat tidak menyerahkan kesetiaannya kepada elit yang seringkali membohonginya, akan tetapi rakyat menunggu pelaksanaan consensus bukan janji politik yang terkadang hanya ada dalam ruang gelap, dimana rakyat semakin terarah dalam permusuhan pada ruang-ruang demokrasi.

"Politik adalah wajah kedaulatan rakyat, yang semestinya berguna untuk rakyat bukan meperbudak apalagi merusaknya"

Saturday, 16 September 2017

Melestarikan Budaya Kewajiban Anak Indonesia

Sumber Foto : Pelita Pendidikan Anak Indonesia
Bangsa Indonesia merupakan negara yang mempunyai kebudayaan yang sangat beraneka ragam dengan keragamannya. Inilah daya tarik dan menjadi kekuatan besar bangsa ini dari bangsa yang lain. Kita sangat tahu bahwa dunia sangat tertarik dengan keragaman budaya yang indonesia miliki, bahkan tidak sedikit mereka juga mempelajarinya karena keunikannya.

Budaya juga merupakan identitas bangsa yang bukan saja harus dihormati dan dijaga, tetapi harus dilestarikan. Hal ini tentu menjadi tanggungjawab setiap anak bangsa, tanpa ada batasajn generasi muda maupun tua memiliki tanggungjawab yang sama. 

Bangga dengan itu harus, tetapi tidak cukup dengan hanya kata bangga, butuh perilaku bangga. Perilaku bangga adalah penjewantahan dari kata bangga denga ukurannya bahwa budaya indonesia harus dibumikan.
Tentu menjadi anak indonesia itu sangat jauh berbeda. Kita telah hidup pada sebuah bangsa yang macam budaya, dengan titik poin penting bahwa indonesia ini, maka manusiapun harus indah dan berbudaya. Yang demikian harus diakui.

Mengakui bahwa kita berbudaya atau beragam budaya, bukan hanya sekedar tahu bahwa ada budaya papua,  sulawesi, jawa, maluku, kalimantan sumatra dll. Tetapi harus ikut ambil bagian dalam melestarikan budaya itu sendiri. Melestarikan itu bisa dengan cara mempromosikan, memahami dan mempelajari keragaman budaya yang ada.

Ekstrimnya saya ingin mengatakan, bahwa setiap anak Indonesa tidak melihat budaya berbeda dengannya sebagai pembatas untuk melestrikan budaya yang berbeda dengan daerah asalnya. Misalnya orang bugis pintar berbahasa bugis itu biasa, tetapi kalau bugis mampu berbahasa bugis sekaligus mampu berbahasa jawa disinilah inilah yang luar biasa yang secara tidak langsung telah melestarikan sekaligus memperkenalkan hasil didikan suatu budaya, yakni manusianya. Bahwa budaya asal mereka mampu beradaptasi, mau menerima dan mempelajari budaya berbeda dengan budaya asalnya. Ini merupakan salah satu memperkenalkan satu budaya ke budaya yang lain.

Bagi saya adalah kewajiban setiap anak bangsa di republik ini untuk untuk selalu melestarikan budaya Nusantara dengan tidak melihat perbedaan budaya yang ada. Karena kekokohan bangsa yang besar dan mejemuk ini dapat dilihat ketika manusia menerima, menghargai dan melestarikan budaya itu. Sebaliknya keruntuhan sebuah bangsa, ketika manusianya telah menolak perbedaan itu, dan menjadikan perbedaan budaya sebagai pembatas antara satu dengan yang lain.

" Bangsa yang hebat adalah bangsa dimana manusianya menghargai perbedaan. Beragam dan bersatu itulah Indonesia "

Aktivis Nalar Nable Selves

Sumber Foto : Berita Terkini
Gerakan kritis, aksi massa dan sebagainya menjadi sebuah media banyak orang untuk mengutarakan agenda-agenda kegalaun, kepentingan, sampai kesenangan. Semuanya memiliki orientasi, motivasi dan militansi.

Pelabelan siapa yang kritis, lalu diluapkan dengan gerakan massa dengan turun kejalan membawa megaphone atau sarana pendukung lainnya, maka pelakunya akan disebut aktivis. Sebenarnya pendefinisian ini telah menempatkan sebutan aktivis menjadi sempit, sekaligus mengubah subtansi dan maknanya. 

Menurut banyak definisi, semuanya memiliki benang merah yang sama, bahwa aktivis adalah  para individu atau kelompok yang memiliki kepentingan suatu organisasi politik atau organisasi massa lain. Mengabdikan tenaga dan pikirannya, yang bahkan mengorbankan harta bendanya untuk mewujudkan cita-cita umum.

Jika menelisik Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,2002), memberikan pengertian  bahwa aktivis adalah individu atau sekelompok orang (terutama anggota politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, perempuan) bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan di organisasinya. Dapat disimpulkan bahwa aktivis merupakan orang yang bergerak untuk melakukan sebuah aktivitas yang memiliki wadah untuk mencapai tujuan bersama. Tentu dalam hal ini, bersama dalam bentuk pencapaian yang telah diamanahkan oleh organisasi beserta aturan-aturannya.

Berdasarkan ragam dan tipenya semuanya memiliki dasar yang sama, bahwa setiap aktivis adalah manusia aktiv mengurusi dan memperjuangkan apa yang baik bagi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Misalnya aktivis buruh, yang konsen memperjuangkan hak dasar para buruh, mahasiswa yang memperjuangak hak dasar mahasiswa secara keseluruhan, pegiat lingkungan yang giat memperjuangkan atau menyelamatkan lingkungan. Artinya setiap perjuangan atau mengurusi berkenaan tentang hak dasar sesuatu untuk orang banyak, maka mereka yang disebut aktivis.  Jadi, kita jangan terjebak dan terkurung dalam pemikiran bahwa seorang aktivis adalah mereka yang memimpin atau ikut dalam satuan aksi massa saja, selama dia melakukan sesuatu berkenaan dengan hajat orang banyak, dia adalah aktivis. Sangat mulia sekali kan ?


Tapi akan menjadi berbeda jika aktivisnya telah dijangkiti penyakit nalar nable selves ?

Nable selves salah satu tipe komunikator dalam kajian llmu komunikasi, yang memiliki pengertian orang atau individu yang menganggap dirinya memiliki personal ideal, superior dan sulit menerima kritik hanya mau mengkritik. Selalu menganggap dirinya yang benar dan lebih hebat dari yang lainnya.

Bahayanya mental dan nalar aktivis seperti ini, selalu menganggap dirinya lah yang paling benar, apapun yang dilakukannya adalah benar. Kritik yang dilakukannya adalah kebenaran yang tidak boleh disanggah oleh kebenaran orang lain. Menganggap sanggahan kebenaran orang lain akan menjadi salah jika dihadapakan pada kebenarannya. Ingat ya kritik itu belum tentu selalunya benar, tergantung tujuan dan motivasi apa yang mendasari kritikannya. Apalagi kalau kritikan itu didasari titipan orang tertentu, memuluskan keinginan pihak yang memang dari sananya punya kepentingan sepihak atau pemilik modal. 

Bagaimana jadinya kalau aktivis seperti ini menguasai ladang kritikan ?

Ya bisa dipastikan bahwa setiap saat mereka akan selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat dalam semua kegiatan kritikannya. Mereka sangat senang dengan hal itu, senang kritik berbau mengancam demi duit, senang kritik berbau mengancam demi citra, senang kritik berbau mengancam demi publisitas, dan senang kritik berbau mengancam demi populer.

Mudah menemukan orang-orang seperti ini, tinggal lihat berita, pencet TV maka anda dapat menemukan orang-orang ini, terlihat dari sedikit-sedikit menyalahkan orang lain. Luar negeri yang bermasalah dalam negeri yang disalahkan, tetangga yang buat kacau, orang dalam rumah jadi lampiasan. Apa saja yang dilakukan oleh orang-orang lain yang bermanfaat pasti akan disalahkan oleh aktivis bermental seperti ini.

Selain di berita, juga mudah ditemukan di media sosial. Khusus pada moment Pilkada, Pilcaleg sampai Pilpres disini momen atau ladang subur bagi aktivis dengan nalar nable selves ini. Membela kawan atau tuannya dengan menjelekkan kawanan dan tuan yang lain. Menghina, memaki, menghujat serta menipu dilakukannya demi memuluskan keinginannya. Cuma satu pertanyaan, bagi orang-orang bermental nable selves ini, kamu sehat ???

" Jangan jadi pecundang, hanya demi senang dan kesenangamu . Adil dalam pikiran itu penting, sepenting kesehatan"

Friday, 15 September 2017

Pilkada, Perempuan & Diskriminasi Politik

Sumber Foto : kompasiana.com
Konten dan konsen tentang Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) dan perempuan selalu menjadi perdebatan hangat dan sengit tapi kadang berbau diskriminasi. Tentu perbincangan ini akan sangat terkait ketika perempuan dihubungkan dengan kasus-kasus berkenaan dengan peran perempuan dalam kanca politik, khususnya pada politik elektoral.

Sekedar ingin memberikan gambaran dan mengingatkan kita kembali tentang politik elektoral agar tidak bias jauh dalam persoalan ini. Politik elektoral adalah sistem politik yang berbicara tentang kehidupan pemilihan-pemilihan seperti legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden dengan segala tugasnya mengenai pengaturan pemerintahan. 

Perbincangan politik elektoral dalam dunia demokrasi di Indonesia sebenarnya telah selesai kalau kita merujuk pada Sistem Politik Indonesia. Hanya saja masih banyak dialog apakah kepala daerah yang terpilih dalam sistem politik Indonesia adalah proses menentukan pemimpin umat manusia atau sekedar memilih pemimpin administrasi dan birokrasi ? 

Pertanyaan-pertanyanan diatas, sebenarnya selalu digunakan untuk menjatuhkan lawan politik, serta selalu menjadi alasan banyak orang untuk mempertanyakan peran perempuan dalam sistem politik Indonesia, boleh atau tidak perempuan menjadi kepala daerah dan sejenisnya. Yang berbahaya adalah ketika pertanyaan dan pernyataan itu hanya dijadikan bahan untuk merusak nalar masyarakat, bukan meyelesaikan subtansi masalahnya.

Kemudian, sekiranya benar bahwa Kepala daerah dan sejenisnya adalah kepemimpinan umat manusia secara keseluruhan, maka mungkin bisa dipastikan bahwa hampir semua kepala daerah akan gugur secara prasyarat. Kualifikasi memimpin manusia, bukan sekedar cerdas menata fisik dan pelengkap fisik manusia, tapi jauh lebih dalam mengurusi tentang jiwa dan kestabilan manusianya.

Logikanya tidak boleh asal-asalan menetapkan status sesuatu, harus merujuk pada Sistem Politik dan Hukum yang berlaku di Indonesia dalam memastikan dan menetapkan.

Mari kita merujuk pada pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pemimpin menurut KBBI artinya orang yang memimpin. Jika dicari kembali arti kata memimpin yaitu mengetuai atau mengepalai (rapat, perkumpulan dsb). Dari definisi tersebut sebenarnya terlihat jelas bahwa pemimpin itu bermacam-macam disesuaikan dengan jenis dan konteksnya.
Adapun wewenang dan tugas dari kepala daerah antara lain adalah :

Memimpin sebuah penyelenggaraan pemerintahan daerah atas dasar suatu kebijakan yang telah ditetapkan saat bersama DPRD.Mengajukan sebuah rancangan peraturan daerah atau perda.Menetapkan adanya peraturan sebuah daerah (perda) yang sudah disetujui bersama DPRD. Menyusun serta mengajukan sebuah rancangan peraturan daerah atau perda mengenai APBD untuk dibahas dan ditetapkan kepada DPRD secara bersama. 

Mengusahakan untuk terlaksananya sebuah kewajiban daerah. Mewakili daerahnya baik didalam maupun di luar pengadilan, namun bisa diwakilkan oleh seorang kuasa hukum sesuai aturan perundang-undangan yang ditetapkan. Menjalankan tugas serta wewenang yang lainnya berdasarkan aturan perundang-undangan

Tulisan ini tidak bermaksud dalam rangka dukung mendukung salah satu calon kepala daerah hanya memperluas wawasan berfikir. Bahwa kepala daerah bukan pemimpin umat manusia dalam pengertian luas. Jadi tidak usah berlebihan terlalu tinggi, tempatkan posisi kepala daerah secara proporsional yaitu sebagai pelayan masyarakat.

Banyak orang memilih tidak semata melihat masalah kualitas. Banyak orang memilih karena alasan subjektif seperti hubungan kekeluargaan, teman dekat dan sebagainya. Apapun alasannya dan tidak ada yang bisa mengintervensi alasan tersebut. Tapi harus juga diingat, bahwa setiap orang punya alasan memilih, tapi jangan merasuki alasan para pemilih dengan sesuatu yang bukan hukumnya.


"Silahkan menentukan pilihan dan keberpihakan, hanya jangan karena keberpihakan kita membatasi ini dan itu, bukan pada batasan yang seharusnya "

Thursday, 14 September 2017

Mendidik Adalah Tugas Bersama

Sumber Foto : Pelita Pendidikan Anak Indonesia
Banyak orang memiliki penafsiran berbeda tentang pembangunan. Tapi bagiku pembangunan itu ada dua hal. Pertama pembangunan manusia, kedua pembangunan fisik. Pembangunan utama adalah membangunan manusianya. Bukan berarti pembangunan fisik tidak menjadi utama, dia sama utamanya dengan pembangunan manusia. Menomorduakan salah satunya juga salah, karena kedua saling beririsan.

Pembangunan manusia tentu sangat berbeda dengan pembangunan fisik. Dalam pembangunan fisik dibutuhkan seorang eksekutor pembangunan, yakni para kontraktor. Tentunya eksekutornya yang dipilih adalah mereka yang memiliki kejujuran. Ekskutor yang buruk hanya akan melahirkan pembangunan seremonial-seremonial belaka. Disini tentunya dibutuhkan seorang pemimpin yang menetapkan kebijakan yang dapat menetapkan dan memilih  eksekutor (kontraktor) yang baik. 

Berbeda dengan pembangunan manusia. Letaknya berada pada seluruh elemen, baik pemerintahan, tenaga pendidik, keluarga, organisasi masyarakat samapai masyarakatnya itu sendiri. Meletakkan pembangunan manusia hanya terfokus sepenuhnya kepada pengajar, guru dan dosen tentunya telah salah memaknai pembangunan manusia. Prinsipnya adalah pembangunan manusia adalah tanggung jawab semua elemen tanpa batasan elemen apapun.

Kemudian, yang harus dipahami bahwa dalam pembangunan manusia yang dilakukan adalah mendidik manusia agar lebih dahulu mendahulukan hati ketimbang rasa. Karena rasa tanpa hati hanya akan melahirkan serbuk-serbuk setiap saat bisa salah persepsi. Mendidik bukan menghardik, apalagi memaki tentu sangat bertentangan dengan prinsip manusia dan kemanusiaan.

Banyak orang meletakkan sepenuhnya proses didikan kepada seorang pengajar, guru dan dosen. Saya pribadi meyakini bahwa tidak ada seorang pengajar, guru ataupun dosen yang akan mengajarkan keburukan kepada anak didiknya selama betul dia lahir dari rahim pendidik. Adanya keterbatasan pendidik dalam mendidik, maka disinilah dibutuhkan pendidik tambahan, yakni semua elemen tersebut. Tapi sayangnya ketika pengajar telah mengajarkan kebaikan dengan waktu pantaun terbatas, disinilah keluarga, masyarakat dan elemen pembantu lainnya sering mencontohkan sebuah cara dan perilaku yang salah.

Guru mendidik tentang pelaksanaan yang baik, tapi yang lain seperti keluarga dan elemennya mencontohkan berbeda dengan menghardik atau saling menghardik. Mendidik itu kewajiban mesti bagi setiap orang. Hampir semua penjelasan didik adalah tentang kebaikan bukan keburukan. Disini dibutihkan semua elemen untuk ikut serta membantu tugas sang guru agar melahirkan atau menciptakan manusia terdidik.

" Hanya mereka yang punya hati mampu mampu mendidik yang terdidik. Sedangkan yang tak punya hati lagi mendidik hanya hanya akan menciptakan problem pendidikan "

Narkotika, Perangi Jangan Hanya Dikutuk

Sumber Foto : Kompas. com
Ketika dunia diperhadapkan pada pemberantasan kelompok-kelompok pembuat dan penyebar hoax, serta gencarnya pendidikan nilai luhur kepada masyarakat untuk tidak menjadi bagian penyebar dan pembuat informasi-informasi palsu atau bohong, yang mampu mengubah karakter dan mental masyarakat khususnya para generasi muda. Lagi gencar-gencarnya, tiba-tiba kita dikagetkan oleh sebuah peristiwa di Kota Kendari Sulawesi Tenggara, puluhan orang menjadi korban penyalagunaan obat terlarang, yakni narkotika.

Lagi-lagi tentang Narkotika. Ada puluhan orang berdasar data sementara menghuni rumah sakit di kendari. Menurut Kepala BNN Kota Kendari peristiwa ini merupakan kejadian luar biasa atau KLB karena kejadian ini merupakan yang pertama kalinya terjadi.

Hingga saat ini, pihak BNN Kendari mencatat sudah ada 35 orang yang dirawat di beberapa Rumah Sakit dalam kota Kendari, dan diperkirakan akan ada lagi korban yang mendatangi rumah sakit. Satu orang di antaranya yakni siswa sekolah dasar telah meninggal

Korban berjatuhan, entah siapa lagi nantinya ?

Narkotika adalah virus yang bukan hanya musuh Aparat Penegak Hukum, tapi musuh setiap orang yang menginginkan rasa nyaman. Nalar yang sehat akan tahu narkotika adalah monster menakutkan yang setiap saat mampu merusak pola pikir, perilaku yang berujung kematian. Tidak mengenal umur, buktinya pada kasus kota kendari anak sekolah dasar menjadi korban dari bejatnya orang yang hanya memikirkan keuntungan di atas penderitaan orang lain. 

Nalarku bertanya, ini bagiku bukan saja tentang kejadian biasa atau luar biasa. Ini perdagangan, ada pembisnis yang hanya tahu uang, uang dan uang, sampai rela mengorbankan nyawa dan masa depan generasi setiap bangsa. Para pembisnis ini tidak akan pernah memikirkan tentang baik dan buruk, di otaknya hanya untuk meraup keuntungan. 

Jadikan peristiwa ini menjadi pelajaran besar dan berharga bagi kita semua, bahwa orang-orang tak bertanggung jawab alias jahat ini, selalu bergentanyangan ingin merusak demi melancarkan bisnisnya. Perangi Narkoba dan sejenisnya, itu perang yang nyata. Ini bukan hanya kejadian sementara, tapi sebuah bisnis yang akan terus dipasarkan. Jangan hanya mengutuknya tapi perangi seperti musuh yang lagi berupaya menjajah suatu negeri.

"Jangan hanya mengutuk kegelapan, tapi ciptakan terang. Jangan hanya mengutuk Narkotikanya, tapi hindari dan perangi pelakunya"

Tuesday, 12 September 2017

Pilkada, Antara Tatanan Atau Tuntutan

Sumber Foto : Rakyat Muria
Tak terasa semarak pilkada 2018 tidak akan lama lagi, dalam hitungan bulan akan mewarnai dinamika kehidupan politik masyarakat di 171 daerah. Tentunya Pilkada ini akan sangat mempengaruhi Negara Republik Indonesia kedepannya dalam segi pembangunan dan perkembangan setiap daerah. Selain menjadi penentu pembangunan, pesta demokrasi ini sedikitnya akan mengubah wajah masyarakatnya dalam persoalan keberpihakan.

Akan banyak tawaran tatanan daerah dan tuntutan relawan dan tim sukses tentunya yang tidak bisa dinafikan dalam setiap helatan politik. Di sana- sini kita akan dipertontokan sekompok orang yang memasang baliho, membagikan stiker dan berbincang antara memilih siapa dan untuk siapa. Memasang atribut kampanye, walaupun tempatnya sangat jelas merusak keindahan kota. Kontestasi seperti ini, keindahan kota menjadi nomer dua atau  mungkin saja yang ketiga bagi kandidat dan timnya. Keindahan kota tidaklah penting untuk dipikirkan dalam suasana seperti ini, yang sangat terpenting bagaimana alat itu bisa terpasang secara efesien dan terukur.

Berdasarkan data yang ada, Pilkada serentak tahun 2018 akan lebih besar daripada Pilkada sebelumnya. Sebanyak 171 daerah akan berpartisipasi pada ajang pemilihan kepala daerah tahun depan. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. 

Persoalannya bukan terletak pada besarnya pilkada yang akan dihadapi, tentunya penyelenggara telah siap akan hal itu.  Problemnya juga bukan pada serentaknya atau pada penyelenggaranya pada kasus tertentu. Tetapi letaknya ada pada para kandidat dan pasukannya. Apakah para kandidat akan memanfaatkan momen pilkada ini murni pertarungan gagasan di tengah masyarakat atau tidak. Atau gagasan itu nomer lain yang penting penerimaan rakyat dengan cara apapun demi kekuasaan. Tentunya kalau sepertinya itu, menghalalkan cara-cara jahat dengan menyuap, membeli dan dibeli cara yang dilakukan. Tapi mari kita berfikiran positif bahwa kesemuanya benar murni pertarungan gagasan pembangunan.

Persoalannya belum selesai. Jika benar para kandidat murni bertarung karena gagasan, apakah relawan dan tim sukses juga melakukan hal yang sama ?.  Kalau berbeda, tentu sama saja kandidat akan tetap lari kosong dan gosong. Banyak pengalaman telah membuktikan bahwa kepala daerah yang dulunya punya gagasan hebat, tapi tak mampu merealisasikan gagasannya, selepas memenangi maka harus terjebak dengan tuntutan para relawan dan para tim sukses yang meminta ini dan itu. Konsep tatanan menjadi rusak. Boro-boro memikirkan menata daerah, memenuhi tuntutan yang banyak dan semakin bertambah menjadi pengganggu seperti orang yang lagi menggunjing.

Biasanya yang demikian terjadi, dapat dilihat dari proses  awal perhelatan. Jika para kandidat tidak cerdas memilih timsesnya, bukan orang-orang yang betul murni membantu karena melihat konsep tatanan yang ada pada para kandidat. Maka peluang besar kandidat akan tersandera. Perlu dan harus diingat awal itu penting sebagai penentu di akhir.  Kalau di awal cara dan orangnya salah kemungkinan besar buruk di akhir. 

Kandidat yang baik tentu akan selaras dengan tim yang baik pula. Cara melihat mana kandidat dan tim yang baik,  dapat dilihat dari caranya meraih pemilih. Dia lebih mengutamakan  proses ketimbang hasil,  baginya meraup suara adalah kemestian, tetapi melaksanakan kewajiban juga kemestian, yakni kemestian melakukan pendidikan politik bagi masyarakat. Akan sangat disayangkan, apabila pilkada selesai, pemenang telah terpilih, tetapi masyarakat tidak terdidik secara politik. Berbanding terbalik dengan kandidat dan tim yang buruk, caranya meraup suara tidak mementingkan proses tapi hasil. Artinya cara apapun pasti dilakukan demi mendapatkan hasil, melakukan kampanye hitam, dan bagi-bagi uang untuk membeli suara mesti dilakukan selama demi medatangkan suara. 

Tatanan infrastruktur sangat penting, tetapi suprastruktur juga sama pentingnya. Percuma hebat secara infrastruktur, tapi suprastruktur  itu buruk. Penentu suprastruktur yang baik, adalah kandidat, timses dan relawan yang baik.

Netizen Cerdas Tidak Kebablasan

Sumber Foto : Kaskus
Media sosial, realita antara kebaruan atau saluran syahwat kebablasan. Bukan hal mencengangkan ketika media sosial telah menjadi ruang komunikasi baru bagi masyarakat di era kekinian, berbagai bentuk penampilan model komunikasi dari tradisional sampai modern dapat ditemukan disana. Jubah baik dan buruk tidak terlalu sulit ditemukan dalam ruang-ruang postingan. Kalau ingin lebih sibuk memperhatikan secara seksama dengan menelusuri lebih dalam, ruang postingan, kita akan sampai pada satu kesimpulan, bahwa media sosial ternyata lebih banyak didominasi oleh postingah berbau tebaran kebencian.

Kalau harus voting, pasti semua akan bersepakat bahwa kebencian adalah perbuatan sangat buruk dan ditolak banyak orang. Tapi apa mau di kata, sebanyak apapun perkataan menolak kebencian, kalau mental memang buruk, maka semuanya itu hanya akan menjadi kata-kata bijak dalam mimbar-mimbar tertentu. Kalau dari sananya memang sudah punya penyakit itu, dimana saja bisa buruk, bukan di media sosial saja, mungkin meja billyar sampai meja domino hingga meja hijau  akan tetap melakukan tebar kebencian. Semua peselancar dunia maya pasti telah paham, bahwa media sosial adalah media publik yang siapa saja bisa mengaksesnya. Artinya, kalau termasuk media publik dan bebas untuk diakses tentunya memiliki aturan hukum. Jika penggunaaannya dengan cara salah, pasti akan berhadapan dengan hukum serta sanksinya dari aparat penegak hukum.

Sangat jelas penjelasan Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Aturan ini mudah didapatkan di internet. Tapi yang sangat disayangkan walaupun aturan ini diketahui, tapi masih saja ada yang tidak bisa membatsi dirinya karena benci yang teramat dalam dan tak beralasan. Saya pribadi menyebut kebenciian ini adalah benci  kebablasan.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengatakan, hampir 91 persen berita hoax yang disebar memuat konten sosial dan politik. Dalam dunia milenial saat ini, mamang tidak bisa dipungkiri media sosial sudah menjadi bagian pelengkap aktivitas kehidupan manusia. Media sosial bagi kebanyakan orang telah menjadi virus yang telah menyatu dengan dirinya, sehingga baginya tak bermedia sosial hidupnya terasa hampa. Kemudian media sosial telah menjadi sarana tanpa batasan generasi, lihat saja hampir semua umur menggunakan media sosial dengan pemaknaan cara yang berbeda-beda. 

Menurut Sembiring, di era globalisasi, perkembangan telekomunikasi dan informatika (IT) sudah begitu pesat. Teknologi membuat jarak tak lagi jadi masalah dalam berkomunikasi. Internet tentu saja menjadi salah satu medianya. Data dari Webershandwick, perusahaan public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, untuk wilayah Indonesia ada sekitar 65 juta pengguna Facebook aktif. Sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya, 55 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile dalam pengaksesannya per bulan dan sekitar 28 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile per harinya. Lumayan banyak kan ?

Hanya saja dari sekian banyak pengguna media sosial tersebut, ternyata masih banyak orang tanpa batasan umur, mengingkari bahwa tujuan terciptanya alat komunikasi yang satu ini, adalah untuk memudahkan orang-orang saling berinteraksi dan bersilaturahmi. Tapi sayang seribu kali sayang masih ada saja, yang merusaknya dengan menebar kebencian demi melampiaskan kegalauan, zahwat serta untuk mencapai orientasi yang diinginkannya. Seyogyanya digunakan untuk menginsiprasi orang banyak, tapi digunakan untuk melakukan fitnah, memaki dan menghina orang lain. Orang yang cerdas berselancar tentunya tidak akan pernah melakukan itu. Orang cerdas menginsiprasi bukan menyebarkan hoax apalagi membenarkannya. Cerdas bermedia sosial itu penting.
                    " NETIZEN ITU HARUS MENYEHATKAN & MENGINSPIRASI"

Monday, 11 September 2017

Pembekuan KPK, Nalar Tidak Sehat

Sumber Foto : damniloveindonesia.com
Sejak pasca reformasi negeri ini melakukan pembenahan yang luar biasa disegala aspek. Pembangunan infrastruktur, pemilu yang demokratis, hingga mengobati penyakit KKN gencar dilakukan.

Tapi untuk masalah KKN, khususnya Korupsi menjadi salah satu pembenahan yang sangat sulit dilakukan. Lihat saja, dari reformasi 1998 hingga kini 2017, sudah 19 Tahun korupsi bukan semakin berkurang tapi semakin banyak. Berdasarkan data Menkum HAM 2016 ada 4.907 angka napi korupsi di Indonesia. Kedok mereka terbuka, baik dengan proses penyeledikan sampai Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Banyak yang bilang ini kegagalan pemerintah, buktinya tindak korupsi bukan semakin sedikit, tapi semakin banyak. Ini logika jongkok namanya, kalau semakin banyak koruptor ditangkap dikatakan kegagalan pemerintah. Seharusnya dinilai prestasi karena pemerintah berhasil membuka kedok orang-orang yang kelihatannya baik diluar tapi jahat di dalamnya.

Belakangan banyak politikus berteriak bahwa KPK gagal mencegah, hanya mampu menangkap, baginya KPK harus mendahulukan pencegahan dari pada penindakan. Kok logikanya semakin aneh saja, yang harusnya mencegah masing-masing pribadi, agar jangan kelebihan rakus. Semua orang tahu, termasuk para politikus, bahwa di negeri ini ada Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Melakukan upaya KKN sedikit saja akan di proses. Tapi buktinya masih banyak yang melakukannya. Ini salah siapa ?

Baru-baru ini kita dikagetkan dengan upaya yang dilakukan oleh sebagian politikus di Senayan untuk membekukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembekuan ? Aneh sekali kan ?
Lembaga yang memantau dan bertugas menangkap pejabat publik yang bermental penjajah lagi korup ini, telah diupayakan dibekukan. Ini sehat ?, Tentu ini sangat, sangat tidak sehat tingkat tinggi. Negeri ini lagi perang pada perilaku KKN, tapi para politisi berupaya membekukan salah satu Panglima Perang Pemberantasan Korupsi. Mereka mungkin tidak sadar, bahwa mereka lagi berusaha melindungi para koruptor.

Pelemahan KPK sudah bukan hal baru, sudah terjadi berkali-kali dengan melemahkan aturannya, tapi kali ini gerakannya bukan lagi melemahkan aturan, tapi pembekuan. Ini sudah di luar nalar sehat, mari lihat siapa orang yang getol meminta pembekuan. Mereka politisi, hidup dari hitungan suara rakyat, sekali mereka berkhianat, jangan beri suara pada pemilu nantinya.

Manusia Krisis Kesadaran


Menjadi manusia ternyata tidak semudah pengakuan, untuk membuktikan itu semua diperlukan suatu tindakan yang lebih jauh dari sekedar pengakuan. Keyakinan saja hanya akan menjadi bukti sepihak dari segala pengakuan yang ada. Ukuran pasti agar pengakuan itu menjadi objektif dibutuhkan kesadaran sebagai penyempurnanya. Hampir di semua dataran pemikiran menyatakan bahwa manusia adalah mahluk berakal, dengan akalnya lah manusia mampu berfikir tentang baik dan buruk pada sesuatu. Sehingga sesuatu itu dapat dipilih atau tidak, hanya saja ketika akal manusia telah memastikan tentang baik buruk disinilah dibutuhkan kesadaran. Banyak orang tahu bahwa ini dan itu adalah buruk atau baik, tetapi tidak semua pengakuan tahu itu membuat manusia akan memilih yang baik, dan tahu bahwa itu buruk tetapi tetap menjadi pilihannya, ini dikarenakan tahunya tak memiliki kesadaran pada ketahuannya. 

Problem inilah yang menjadikan manusia telah masuk pada krisis kesadaran. Bukan rahasia lagi, bahwa semuanya tahu bahwa sebuah bangsa dibangun dari perjuangan panjang dengan pengorbanan yang tidak mudah, tetapi masih saja kita bisa temukan ada saja yang berupaya merusaknya dengan cara-cara kotor. Mari kita lihat bagaimana gencarnya individu dan kelompok dengan masif dan aktif memasarkan keburukan di media sosial dengan memprogandakan berita kebohongan alias hoax, pamer argumentasi sampai saling meledek serta menghujat satu sama lain. Saya meyakini bahwa mereka tahu, bohong, hoax, meledek dan menghujat itu buruk tapi mereka merasa bangga dengan hal itu. 

Di dunia berbeda saat ini, mereka berupaya menjadi orang baik, memberi nasehat dengan segala titahnya, dan segala kebenarannya yang tak pernah mau dianggap salah, sedikit dianggap salah cap sesat dan kafirpun menjadi penangkalnya. Kemudian mudah sekali kita menemukan derasnya pemerkosaan pengetahuan  yang dilakukan dengan mengambil hak pada ahlinya, yang lucunya lagi ketika sang ahli akan meluruskan kesalahan dari pemaknaan pengetahuan tersebut, sang ahli pun harus pun dituduh dengan kesesatan dan kekafiran. 

Sangat mudah dtemukan, tinggal memasukkan email dan paswoord di akun media sosial, maka akan kita temukan berbagai umpatan-umpatan tersebut. Seyogyanya media sosial menjadi landang orang cerdas yang memiliki kesadaran untuk memperbaiki manusia secara mudah. Ketika mereka berupaya, seketika itu pula mereka akan  menjadi bahan bully, di cap sesat dan kafir oleh orang-orang bodoh tapi haus aksesoris citra dan sahwat prestice. Meraka sengaja melakukan itu, agar mereka mudah menguasai pikiran dan merusak moralitas masyarakat. 

Belakang ini ternyata ditemukan sekelompok orang menamakan dirinya saracen. Kelompok ini adalah orang-orang bayaran yang terlibat aktif di media sosial untuk mewartakan berita-berita bohong di tengah masyatakat. Tentu saja kita sangat paham apabila ada kata "bayaran", ini menandakan bahwa semua kejadian-kejadian yang dilakukannya di media sosial tendensi rupiah.

Segmen mereka pun semuanya untuk merusak tatanan masyarakat, didahului dengan merusak citra pemerintah dan para ulama. Mereka menuduh serta menfitnah pemerintah dan ulama untuk menyasar kaum tak berpendidikan. Tapi apa mau dikata, kenyataannya berbeda, bukan hanya orang-orang tak berpendidikan. Yang berpendidikan pun juga menjadi santapan lezatnya. Ini bukan karena mereka sarjana, magister dll. Sehingga dapat terlepas dari jeratan jahat tersebut, karena tak berpendidikan maupun berpendidikan bukanlah jaminan selama tak memiliki kesadaran, maka akan menjadi santapan. Ini namanya sekali mendayung dua pulau terlampaui.

Mereka tak pernah memikirkan tentang moralitas, di benak mereka hanya ada rupiah dan popularitas.  Cerita dan berita penyakit kawanan pejabat publik (KKN) sampai dengan pesawat yang mampu mendarat sendiri diceritakannya secara khidmat walau semua itu tanpa kejelasan fakta, yang muaranya memang untuk merusak dan kalau perlu berdebat sampai adu jotos.

Ironisnya, reaksi dan aksi yang dimainkan oleh para manusia seperti ini, yang sangat jauh dari kata rasional dan sangat kering serta tandus rasa empati dan simpati, tapi masih saja mudah dipercaya. Padahal jangankan memikirkan solusi, menjawab pertanyaan saja mendahulukan makian dan fitnah, yang justru tidak sedikit mereka akan saling menyalahkan satu sama lain ketika terdesak. Tapi kenapa masih ada saja yang percaya, sampai harus rela membela, itu semua karena kebanyakan manusia saat ini berada pada  krisis kesadaran.

Hakikat Politik

Sumber Foto : Qureta
Politik merupakan bagian dalam menciptakan skema pertumbuhan peradaban manusia dengan “pohon” yang tumbuhi dari biji bimbingan untuk tercipta menjadi pohon yang berakhlak dan berkesinambungan. Olehnya itu, politik mesti memberikan pesan yang diuraikan menyingkap pelajaran atau pesan-pesan bimbingan serta akhlak kemanusiaan.  mendefinisikan politik pada ranah bagian terpisah,  ada tiga disiplin politik yang tidak boleh dilupakan,  yaitu  pertama, politik  tradisional  (siyasah  naqli)  adalah  pengetahuan  tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan  keadaan-keadaan kemanusiaan di  masa  lampau  dalam kaitannya dengan keadaan-keadaan masa kini. 

Kedua, politik ilmiah (siyasah ilmy), yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau yang diperoleh melalui pendekatan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Ketiga, filsafat politik (siyasah falsafi), yaitu  pengetahuan tentang  perubahan-perubahan bertahap yang  membawa masyarakat dari  satu tahap ke tahap lain, ia membahas hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. 

Dengan kata lain, ia adalah ilmu tentang menjadi masyarakat manusia, bukan tentang sistem dimana setiap individu-indvidu bersepakat secara bersama menjadi bulatan masyarakat, tetapi kelayakan masyarakat itu disebut kumpulan manusia. Politik dalam kerangka ilmiah adalah sebagai ilmu, artinya politik sebagai salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyempurnakan secara sistematis akhlak kemanusiaan dari keseluruhan perkembangannya, dengan maksud untuk menilai secara kritis dari seluruh bentuk yang nantinya dapat merubah manusia dari jalan apa adanya atau semestinya, yaitu tercapainya kepentingan bersama dengan tidak adanya bentuk kedzaliman yang terjadi ditengah masyarakat manusia.

Politik  dalam kerangka filosofis adalah gerak praktis dalam pengertian sebagai filsafat praktis. Filsafat politik mengandung dua spesialisasi. Pertama, politik yang berusaha untuk memastikan suatu tujuan umum yang mengurus dan menguasai semua kejadian dan seluruh jalannya kehidupan manusia. Kedua, politik yang bertujuan untuk menguji berbagai sistem bermasyarakat dan bernegara yang layak bagi perkembangan masyarakat manusia.
Dalam kajian-kajian modern, filsafat politik menjadi suatu tema yang mengandung dua segi yang berbeda dari kajian tentang politik. Segi yang pertama berkenaan dengan kajian mengenai bagaimana manusia diperhadapkan pada konsep negara dan kekuasaannya. Ringkasnya, dalam segi ini terkandung pada bentuk khusus.  Dari segi yang lain, filsafat politik merupakan bagian dalam menjaga serta berupaya menemukan komposisi baik dalam menjaga intesitas kebaikan yang ada manusia, agar tidak menjadi buruk.

Tujuan-tujuan utama dalam kehidupan politik adalah menciptakan kehidupan yang harmonis, berdiri pada sikap kesadaran spritualitas tinggi serta memiliki kedalaman ilmu. Pada gilirannya, bertujuan agar masyarakat memiliki pondasi yang mendalam di dalam kandungan batin manusia, yakni cita-cita utama kehidupannya. Cita-cita ini merupakan tiang utama semua tujuan yang menggerakkannya. Makin tinggi dan luhur suatu cita-cita masyarakat, makin layak dan luas tujuan- tujuannya atau sebaliknya. Oleh karena itu, cita-cita yang besar dari suatu masyarakat adalah titik tolak dari  pembentukan batin masyarakat manusia. Cita-cita utama masyarakat bergantung pada konsepsinya tentang kehidupan dan dunia.

Jika manusia tidak mengenali masa depan dan tidak mempunyai rencana tentangnya serta tidak memberikan perhatian  pada  tanggung  jawabnya  untuk  membuat  kelayakan bersama,  maka  manusia  berhak mendapatkan celaan dari generasi mendatang. Politik dibuat mempunyai rencana tentang masa depan, tidak seorang pun dapat menjanjikan bahwa bahtera ini akan mencapai tujuannya secara otomatis.

Selain tujuan politik untuk mendesain masa depan bersama diatas norma akhlak, juga bertujuan untuk membangun idealisme sejati. Idealisme sejati itu akan mampu membuat perubahan pada proses perjalanan manusia karena kemampuannya memberikan kekuatan pada subjek politik yaitu setiap individu-individu. Semangat itu bukan berupa kekuatan fisik, melainkan berupa spirit yang bergejolak dalam jiwa manusia sebagai penyebab penggerak (active cause) untuk menghasilkan langkah-langkah konkrit dalam memecahkan problematika manusia.

Pancasila Dasar Moral Politik Indonesia

Sumber Foto : seword.com
Dalam setiap praktek politik, sikap mulia dalam mengimplementasikan hidup dan kehidupan indonesia bukan bagian dari ambisi pribadi, tetapi bagian dalam melakukan kewajiban keadilan sosial demi persatuan indonesia. Karena seseorang yang terlalu berambisi secara pribadi dalam kekuasaan tidak akan melakukan kewajiban keadilan bagi segenap masyarakat indonesia, tetapi akan melenceng jauh dari nilai kemanusiaan adil dan beradab serta akan memisahkan pancasila dan politik pada kemestiaannya. 

Meluapkan semua aktivitas politik haruslah bertumpu pada ideologi, sebagai dasar dari penjewantahan yang mesti. Harus dipahami bahwa ideologi berperan objek ukur politik sebagai pembimbing perilaku bagaimana mestinya bermasyarakat yang baik, menjalankan pemerintahan, bersikap menjadi pemimpin yang benar dan berkeadilan merupakan bagian dari kajian ideologi. Hampir semua filsuf politik menempatkan ideologi sebagai sifat yang mesti terhadap politik. Bukan sebagai kata sifat atau sesuatu yang dilekatkan sebagai sifat lain kepada politik. Tetapi telah menjadi bagian atau dirinya sendiri, keduanya saling berhubungan antara penjelas dan yang dijelaskan. 

Para pemikir pendahulu Indonesia sudah mengenal betul bagaimana peradaban dunia bisa tumbuh dan berkembang serta bertahan menjadi peradaban yang besar karena semuanya ditopang oleh sebuah ideologi bagi bangsa peradabannya, atas dasar itu founding father dan founding mother bangsa indonesia dalam melihat kemajemukan masyarakat indonesia baik dari ras, suku, budaya dan agama telah menyiapakan ideologi, yakni pancasila. bagi setiap individu dan masyarakat indonesia agar menjadi satu tanpa satu sama lainnya tidak saling bertentangan. Kemudian dari itu, karena pancasila adalah ideologi bangsa maka secara otomatis pancasila adalah dasar moralitas pemerintahan dan masyarakat yang berkenaan pada seluruh aspek hidup dan kehidupan. 

Bahwa politik harus menetapkan sistem bergerak dalam tujuan bersama hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian dalam kehidupan bersama. Untuk lebih mempertajam pemahaman tentang moralitas politik dalam pancasila dikemukakan menyangkut perilaku dan perbuatan yang pada gilirannya dapat menentukan apa yang mesti dan tidak mesti dilakukan. Diantaranya adalah :

Pertama, moralitas yang menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan. Di antara beberapa cara yang tepat. Artinya, cara yang diharapkan dan benar. Misalnya, jika menyerahkan sesuatu kepada atasan, harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Dianggap tidak bermoral, bila seseorang menyerahkannya dengan tangan kiri. Tetapi tetapi moralitas tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. moralitas memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Menyangkut pembahasan apakah suatu perbuatan boleh dilakukan, ya atau tidak. Contoh, mengambil barang milik orang lain tanpa izin, tidak pernah dibenarkan/diperbolehkan. “jangan mencuri adalah merupakan suatu norma moral”. Apakah mencuri dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri. Norma moral tidak terbatas pada cara perbuatan dilakukan, melainkan menyangkut perbuatan itu sendiri.

Kedua, moralitas yang berlaku dalam setiap dimensi baik pergaulan, sifatnya diri sendiri maupun sosial. Artinya, bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, maka moralitas tetap berlaku. Misalnya, ada banyak peraturan yang mengatur cara makan. Dianggap tidak bermoral, bila kita makan sambil berbunyi atau meletakkan kaki di atas kursi, dan sebagainya. Dan ini pun berlaku bagi diri sendiri, ketika kita lagi sendiri. moralitas selalu berlaku dalam setiap keadaan, walaupun tidak ada saksi mata. Moralitas politik pancasila tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku, dengan kesadaran ada orang lain, hadir melihat atau tidak. Begitu pula jika meminjam suatu barang kepunyaan orang lain, terdapat kesadaran untuk mengembalikan, walaupun pemiliknya sudah lupa.

Ketiga, moralitas bersifat objektif. Dianggap tidak sopan dalam satu tempat, tetap berlaku sama pada tempat yang lain. Keempat, moralitas tidak hanya memandang dari segi lahirnya saja, serta moralitas menyangkut sesuatu yang mendalam. Banyak penipu berhasil dengan maksud jahatnya, justru meyakinkan orang lain. Bagi orang lain bahwa politik terkadang mampu untuk bersatu (menyatu) dengan kemunafikan, tapi bagi moralitas politik pancasila adalah sangat tidak tidak dibenarkan.

Orang yang bersikap dengan dasar pancasila dalam berperilaku politik adalah orang yang sungguh-sungguh melakukan yang benar dan baik. Apabila ada dua hal yang bertentangan, mungkin salah satunya saja yang benar atau kedua-duanya salah, atau pun ada yang benar belum disebut. Tetapi sebuah kewajaran dan telah menjadi keniscayaan jika kita menemukan benar yang berlainan di dunia ini. Benar yang dimaksud dalam kategori peraturan, bahkan mungkin bertentangan antara benar menurut suatu waktu dengan benar menurut waktu yang lain, atau benar menurut suatu golongan/kelompok dengan benar menurut golongan/kelompok yang lain, sebab peraturannya berlain-lainan. Apalagi apabila peraturannya bertentangan antara suatu tempat dengan yang lain atau suatu waktu dinamakan ‘benar’.

Karena itu, kebenaran di dunia ini apabila hanya didasarkan peraturan yang bertopang pada manusia akan kurang sempurna, maka perlu disempurnakan dengan peraturan yang tidak mengandung perlawanan di dalamnya. Yakni kebenaran yang didasarkan kepada peraturan yang dibuat oleh Yang Maha Esa, sebagai pijakan untuk tidak saling menyerang benar yang lain, tetapi saling menerima benar yang benar ataupun meluruskan benar yang yang berlawanan dengan tuntutan Yang Maha Esa.
Moralitas pancasila mengandung segi-segi persesuaian erat hubungannya dengan Tuhan sesuai maklumat sila pertama, yakni KeTuhanan yang Maha Esa. Setiap perbuatan dan perilaku politik baik yang bersifat individu maupun interaksi sosial bertujuan melaksanakan dan mencapai tujuan yang seharusnya. antara lain :

Pertama, moralitas kecenderungan (keinginan) untuk mengerjakannya sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan masyarakat. Kedua, menciptakan budaya politik yang sehat dan secara tetap mengerjakannya tanpa memerlukan pikiran lagi. Ketiga, menangnya keinginan manusia dengan menetapkan suatu putusan atau pilihan bersama. Hal ini merupakan suatu proses dari sejumlah keinginan terhadap alam rasional mahluk berakal yakni manusia. Kemudian bimbingan, mana yang harus dengan kata lain, mana yang harus didahulukan.

Membangkitkan kesadaran moralitas politik dengan dasar pancasila dalam berpolitik merupakan bagian tuntutan keadilan. Penyelesaian tidak akan terwujud bila tidak mengacu dan perpedoman pada moralitas pancasila. Sering terlontar sebuah pernyataan “perubahan harus konstitusional”, “mengikuti prosedur dan tata tertib”, hal ini menunjukan betapa pentingnyaimplementasi politik yang berpancasila secara konkrit. Tujuan utama politik pancasila adalah mengarakan hidup dan kehidupan yang benar dan baik secara bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Serta sebagai benteng menghalau radikalisme yang ingin menghancurkan bangsa indonesia.

Politik pancasila membantu menganalisa korelasi antara tindakan individual dan tindakan kolektif dan struktur-struktur yang ada di tengah komunitas masyarakat. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman yang direduksi menjadi hanya moralitas individual yang kerdil dan penuh rekayasa sebagai penonjolan perilaku individu. Dengan maksud untuk saling terkait, hidup dan kehidupan yang baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain, tidak mungkin terwujud kecuali bila tidak memperaktekkan politik pancasila kedalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup yang baik dan benar adalah cita ideal, kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan yang bertanggung jawab dengan menghindarkan setiap warga negara (individu atau kelompok) dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warga negara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil.

Politik pancasila tidak hanya menyangkut perilaku individual, tetapi terkait dengan tindakan kolektiff (etika sosial). Dalam politik pancasila untuk mewujudkan tindakan menyangkut tindakan kolektif, hubungan antara pandangan atau pendapat seseorang dengan tindakan kolektif tidak secara langsung membutuhkan perantara. Kalau ditegaskan persyaratan pertama politik pancasila “hidup dan kehidupan baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain”, maka politik pancasila dipahami sebagai wujud dan sikap perilaku pelaku politik yang jujur, santun, memiliki integritas meyakinkan, menghargai dan menghormati orang lain.