Pages

Monday, 2 October 2017

PKI Hantu Opini & Radikalisme Musuh Yang Nyata


Sumber Foto : NU Online


Opini terus berkembang, beriringan dengan berbagai tuduhan dan gunjingan. Mungkin september telah lewat di tahun ini, tapi masih ada september di tahun depan, bagiamana gelaran issunya ? kita tunggu saja. Setiap memasuki awal september kita akan pasti disuguhkan perbincangan hangat tak seangat bulan-bulan lainnya. Isu sexy nan memanjakan pun sering terdengar ini dan itu PKI, puncaknya akan sampai pada 30 september yang sangat kita kenal dengan G30S/PKI. Mengutuk gerakan pembantaian manusia adalah sebuah kewajaran bagi manusia yang memiliki akal sehat, tetapi mengutuk mereka yang tidak memiliki hubungan atau terkadang memaksakan seseorang untuk memiliki hubungan dan menuduh pihak lain adalah bagian dari gerakan pelanggaran kemanusiaan, yang tidak ada sangkut pautnya itu pembodohan nalar. 

Saya sangat sepakat bahwa sejarah tidak boleh dilupakan, karena sejarah pelajaran penting bagi setiap bangsa untuk maju dan tidak mengulangi tragedi-tragedi tersebut. Tapi apa jadinya kalau saat ini yang dituduhkan hanya sebatas wacana yang tak berwarna, ya dulunya mereka ada, tapi saat ini kehadiranya hanya sebatas hantu opini dan giringan issu oleh sekelompok orang yang mau ini dan itu. Seperti kata kata pepatah popular ini “Gajah di depan mata tak kelihatan, semut di seberang lautan kelihatan”. Itulah yang terjadi pada bangsa kita terkait isu PKI dan maraknya dialog, diskusi dan tuduhan diberbagai kesempatan.

PKI dan komunisnya dianggap sebagai musuh yang mengancam Pancasila. Jawabnya ya pada zamannya. Artinya, pada zamannya PKI adalah musuh. Tapi harus diingat untuk saat ini siapa saja yang berupaya mengancam Pancasila sebagai dasar masyarakat Indonesia itu adalah musuh bangsa ini. Yang menjadi perhatian adalah saat ini kita dipertontonkan permainan oleh orang-orang yang dulu hendak menggoyangkan Pancasila tapi hari ini  begitu galaknya dengan PKI.  Ada apa ?, mungkin saja ia telah insaf dan menyesali perbuatannya.
Tokoh bangsa dan para Ulama hebat bangsa ini telah menyatakan bahwa soal PKI barang yang sudah selesai. Telah diataur oleh Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu ialah tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme. Dengan penjelas Tap MPRS ini seharusnya sudah selesai. Bahwa PKI sudah tidak ada, sudah mati, sejak puluhan tahun lalu sewaktu ia masih muda. Muncul musuh baru dengan wajah, baju dan pikiran baru yang mengancam kedaulatan bangsa ini.

Aransemen lagu lama tentang PKI dengan kadar tertentu, terus menjadi wujud PKI yang saat ini gaib yang berusaha terus diseram-seramkan oleh sekelompok orang yang memiliki tindakan yang lebih seram dari itu. Menuduh serta menfitnah orang lain PKI, SESAT & KAFIR apakah itu bukan perbuatan menyeramkan ?. Musuh yang sebenarnya adalah orang-orang seperti ini. Banyak dihadapan kita, seibarat gajah di pelupuk mata kita, gerakan mematikan bukan hanya manusianya tetapi kebenaran pun dimatikan. Yakni bernama  RADIKALISME

Seiring perkembangan zaman, yang harusnya ditakutkan adalah tidak mengenali musuh kita yang sebenarnya. Jangan sampai kita terjebak dalam bayang musuh yang kenyataannya cuma fantasi berlebihan. Bukannya menyusun serangan terhadap musuh yang sebenarnya, tapi kita malah membantu gerakan musuh yang sebenarnya. 

Ya bangsa ini pernah memiliki musuh yang namanya PKI, tetapi ia telah mati bersamaan dengan pembantaian jutaan manusia baik yang punya andil dalam gerakan itu, sampai mereka yang tak tahu apa-apa pun ikut dimatikan. Tapi saat ini dia telah tiada, hanya sekedar opini, isu atau gosip, yang  sebenarnya menjadi musuh nyata saat ini adalah mereka yang berupaya keras dan tegas menggoyangkan Pancasila dengan melakukan upaya-upaya merusak persatuan dengan sentimen Ras, Suku dan Agama. Semua ini sekali lagi tentang RADIKALISME

Mungkin masih tersimpan diperpustakaan akal kita semua, bahwa dulu pernah ramai di media sosial. sekelompok orang baik pemuda sampai mahasiswa membuat satu ikrar untuk mendirikan “khilafah” yang akan menggantikan Pancasila. Dengan bersyair ujaran kebencian berbau SARA. Benih-benih radikalisme bermula dari sini, dari ujaran-ujaran kebencian terhadap mereka yang berbeda. Apakah itu berbeda dalam iman, berbeda dalam sudut pandang terhadap suatu hal, atau bahkan berbeda dalam pilihan politik. Radikalisme tidak pernah dimulai dari memenggal kepala orang, tidak juga dimulai dari memberondong orang-orang atas nama jihad. Radikalisme selalu dimulai dengan gerakan-gerakan anti-pluralisme dan anti-kebhinekaan.  Para penikmat radikalisme yang berasal dari politisi duduk-duduk santai menikmati sajian kebodohan kaum pengkhayal surga. Atas nama bela agama.

Radikalisme selalu menuntut sebuah masyarakat yang homogen, baik dalam iman maupun dalam hal-hal yang sangat profan semisal politik. Dalam dunia politik kekuasaan, radikalisme bisa dijadikan alat untuk mendapatkan hasrat kekuasaan. Itulah mengapa, banyak pihak yang sengaja membiarkan bahkan memelihara radakalisme. Sebab, cukup murah meriah dan mudah untuk cuci tangan ketika timbul masalah.

Sangat murah cukup nasi bungkus, sudah bisa menggerakkan massa yang siap berjihad sampai titik darah penghabisan. Politikus hanya duduk enak di rumah memantau indahnya demo. Inilah bahaya laten radikalisme. Sebab, radikalisme memaksa bumi menjadi datar meski kenyataannya bumi berbentuk bulat. Radikalisme berupaya menihilkan fungsi Akal yang merupakan tanda kesempurnaan manusia.Ketika Akal telah berhenti dari fungsinya memilah dan memilih, manusia hidup tak jauh bedanya dengan mayat. Ia tak kuasa lagi atas dirinya sendiri. 
Sumber Foto : Kalaliterasi

"menjadi bijak & mengerti memang sulit. Tapi berupaya untuk itu, lebih baik daripada menjadi jahat"

0 Komentar Anda:

Post a Comment