Pages

Wednesday, 4 October 2017

Menciptakan Tradisi Sosial Politik Pancasila

Sumber Foto : Inovasee
Tradisi politik yang sehat menjadi harapan setiap bangsa dan masyarakatnya, menjadi tempat menggantungkan segala cita-cita, harapan dan tujuan kemajuan. Tentu semua itu tidak semudah menuliskan harapan dalam lembaran buku-buku diary, semua butuh upaya dan pelaksanaan. Tapi bagi bangsa yang besar ini dengan keanekaragaman budaya, suku dan kekayaan bukan sangat mustahil tetapi sangat pasti mampu menciptakan tradisi politik yang berciri khas Indonesiaa, karena bangsa ini telah memiliki modal dasar, sebagian negara di dunia tidak memiliki itu. Indonesia punya landasan mula untuk menggapai itu semuanya, yakni "Pancasila". 

Tradisi politik Pancasila lah yang harusnya mengemuka dan dipraktekkan dalam  semua lini aktivitas. Berceloteh tentang sosial dan politik dengan segala kebutuhan, keinginan dan harapan, tetapi tidak memulai dang mengakhirinya dengan alasan dan dasar Pancasila hanya akan tetap melahirkan kesenjangan sosial dan politik di bangsa ini. Pertanyaannya, apakah kita semua sudah memahami apa yang dimaksud dengan Pancasila ?

Tentu yang penulis maksud memahami Pancasila bukan dalam dataran simbol atau sekedar menghafal runtutan kalimat dalam setiap sila-silanya, karena kalau sekedar mengetahui secara simbol dan hafalan susunan kalimatnya tidak membutuhkan waktu lama mungkin cukup 2 menit saja semua bisa menguasainya. Jadi sangat wajar sekali kalau banyak orang diluar sana, baik kalangan politisi, artis, birokrat, aktivis dan pengusaha mereka mudah menyebut dirinya penganut Pancasila tapi mudah pula melakukan serangan-serangan terentu pada kelompok lain dengan alasan perbedaan karena mereka memahami Pancasila dalam pengetian simbol dan susunan kalimat layaknya rumus matematika. Padahal Pancasila itu sebuah Ideologi atau Pandangan Hidup yang memiliki penafsiran filosofis yang dalam. Artinya, Pancasila bukan hanya tentang simbolitas dan formalitas tetapi karakter berfikir dan perilaku itulah prinsip identitasnya yang membedakan selainnya. Dan disisi lain ada pula mereka yang jahat menjadi pembicara mengatasnamakan itu adalah pemaknaan Pancasila yang sangat bertentangan dengan semangat Pancasil itu sendiri

Maka dari itu perlu ruang akademis, dialog dan diskusi kePancasilaan untuk meramu dan menemukan tafsiran-tafsiran Pancasila sebagai ukuran dalam menjawab problematika dunia yang semakin bergelinding menuju masyarakat Indonesia. Bahwa Pancasila harus hadir dengan sesungguhnya dalam galian bentuk pemikiran dan dengan berbagai tafsiran-tafsiran tambahan berdasarkan kebutuhan zaman yang kekinian, agar semua mampu menjawab persoalan kekinian pula. Pancasila bukan benda mati, tapi hidup bersama pemikiran dan perkembangan berfikir manusianya, maka secara otomatis pula juga harus berkembang sesuai tuntutan dan tuntunan yang ada. Olehnya itu, sudah saatnya para pemikir bangsa ini untuk menciptakan satu  konsep berfikir bersama untuk menciptakan tafsiran kekinian itu.

Harus berbentuk kerangka berfikir bukan berkerangka motivasi, kan sudah sangat tegas bahwa Pancasila hidup dalam pemikiran maka selayaknya tafsirannya memiliki kerangka pemikiran. Jika secara tegas dan implisit telah menjawab itu semua, bukan hanya sekedar dalam poin-poin, maka bukan akan menjadi panghalau masuknya serangan ideologi impor yang dilahirkan dalam situasi konflik dan kebencian rasial, tetapi lebih dari itu mutu masyarakat Indonesia akan lebih mampu mewarnai dunia.. 

Bukan rahasia lagi, semuanya pasti tahu bagaimana masifnya dan aktifnya ideologi import yang masuk di bangsa ini, mudah diterima oleh hampir semua kalangan, karena kecenderungan masyarakat adalah mencari pelabuhan solusi dalam masalahnya.  Artinya, bahwa banyaknya masalah, distulah banyak yang mencari solusi. Disinilah Pancasila belum menjadi pilihan pelabuhan utama pemecah persoalan dan problematika para kaum pencari, karena masyarakat menganggap Pancasila itu adalah pengucapan secara lantang sila-sila yang ada dalam Pancasila, disinilah ruang masuk ideologi import tersebut. Maka dipandang perlu bagi pemikir yang cinta kepada negeri ini untuk menghasilkan sebuah pola dan konsep berfikir serta tafsiran yang berbau kekinian. Terjadinya dialog argumentatif dari perspektif yang saling berbeda dengan dasarnya adalah Pancasila, akan menjadi benteng sekaligus meriam melawan ideologi anti-Pancasila, anti-NKRI dan ingin merusak Bhineka Tunggal Ika.

Mari kita melihat dalam perspektif politik, gagasan yang berkembang saat ini sangat cenderung bertentangan nilai-nilai Pancasila dan mendekati radikal atau mungkin sudah sangat radikal mulai tumbuh dan berkembang dalam batas tertentu patut dilihat dan disikapi sebagai ancaman. Ancaman ini harus dilihat dalam perpektif peradaban dan tatanan budaya Indonesia. Kaum- kaum radikal akan melakukan segala kepicikan untuk meraih apa yang diinginkan. Aksi teror bom, dan produksi sebaran kebencian rasial, hingga bisa dimungkinkan adalah strategi mereka untuk merusak mental dasar masyarakat Indonesia. Mungkin banyak orang menganggap bahwa kesemuanya itu tidak beririsan pada persoalan politik. Tentu ini adalah peniliain yang salah, irisan politik dan ideologi sebuah satu wujud yang tidak terpisah. Ini yang menjadi sangat berbahaya ketika luapan itu tidak dimaknai sama, orang yang memiliki ideologi impor dari kesenjangan hidupnya dibiarkan untuk menghuni ruang-ruanh politik, pembiaran itu karena menganggap keduanya tidak memiliki hubungan. Harus diingat dan dipahami bahwa dalam setiap pengertian setiap perilaku rasial, kebencian adalah ukuran pemahaman politik seseorang yang berasal dari ideologinya.

Inilah akhirnya yang menghasilkan politikus-politikus yang membenarkan ucapan dan perilakunya sebagai sesuatu yang biasa karena alasan ini legal dalam politik. Tentu legal politik dalam maksud ini yang diamini oleh ideologi dasar politiknya. Kalau kita melihat bahwa politik sebadan dengan ideologi (Pancasila) tentu segala sesuatu akan dilihat berdasarkan apa yang landaskan pada ideologinya. Artinya setiap ucapan dan perilaku seseorang adalah gambaran ideologinya.  Sederhanya ketika seseorang menganut ideologi Pancasila, maka ucapan dan perilaku politiknya akan selasaras dengan Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan adil dan beradab, demi persatuan, bermusyawarah secara mufakat serta berkeadilan. Sebaliknya kalau memiliki ideologi selain Pancasila, maka ucapan dan perilakunya akan sama dengan ideologi yang dianutnya.

Dalam perkembangan dunia modern maraknya ideologi baru yang masuk dalam setiap negara bangsa, karena diberikannya kebebasan bagi setiap warga negara, tapi tidak diimbangi dengan penguatan ideologi bangsanya, mengharuskan bangsa itu mudah koyak oleh warga negaranya sendiri, bukan karena ideologinya yang lemah tetapi pemahaman tentang ideologinya yang rendah. Sehingga mudah dirasuki oleh ideologi lain. Mungkin semua mengenal kejahatan trans-nasional dikenal istilah narco-terrorism. Ini bukanlah sebuah istilah baru yang muncul dalam kejahatan transnasional, tapi modus operandinya yang selalu berubah-ubah menyesuaikan zaman dan kepentingan orang dibelakangnya.Disinilah fungsi ideologi mampu menghalau kesemuanya itu.

Narco-terrorism sebagai sebuah kajian kejahatan transnasional selalu memiliki motiv ekonomi-politik. Melakukan pengendalian pemerintahan yang legal, atas kepentingan kejahatan mereka. Dalam beberapa kasus negara berkembang, jaringan kejahatan ini juga erat kaitannya dengan sebuah gerakan politik atau institusi partai politik. Di sisi yang lain, mereka akan terlibat dalam  menawarkan sebuah imajinasi kehidupan surgawi dunia akhirat. Orang-orang ini mendekati dengan pendekatan psikologis agama. Sehingga tak mengenal umur bisa dijadikan robot untuk mengirim ledakan bom sebagai aksi teror. Dan lagi-lagi praktik-praktik ini kerap terjadi dalam lingkungan mereka yang tak memahami secara sempurna ideologi bangsanya.

Mari kita lihat saja perkembangan gagasan radikalisme yang kini sudah mulai tumbuh dalam kalangan telah tidak terbatas, hampir telah menguasai berbagai sarana seperti teknologi. Perkembangan teknologi tentu sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi, namun membangun teknologi itu sebagai sarana untuk kebajikan dan arif dalam menggunakan media sosial tidak akan sulit bagi bangsa ini. Ketika setiap warga negaranya telah mengukur dirinya sebagai warga negara yang memiliki karakter khusus, tentu kalau berbicara tentang karakter sisi yang dilihat adalah ideologinya. Untuk itu dibutuhkan nait baik dan peran para pelaku politik maupun para pendidik dan pemikir untuk ikut bagian menciptakan ruang-ruang yang sehat itu penuh dengan tafsiran-tafsiran Pancsila yang kekinian yang dibutuhkan oleh zamannya.

Kembali kepada Pancasila bukan hanya sebagai hafalan pada sila-silanya, tetapi lebih jauh dari itu membuka maupun mengungkap tabir-tabir maknawi dari poin-poinnya. Kembali pada Pancasila bukan hanya mengerti akan simbol tapi lebih jauh dari itu, Pancasila menjadi jiwa dalam setiap gerak berfikir dan perilaku manusia Indonesia.
"politik adalah menjewantahan ideologi, rusaknya tatanan kehidupan sosial ketika politik tidak berjalan sesuai dengan ideologinya"

0 Komentar Anda:

Post a Comment