Pages

Sunday, 10 December 2017

Sekolah & Pendidikan Pancasila

Pendidikan adalah gerbang sebuah bangsa untuk menjadi maju dan memiliki kepribadian, sekaligus menjadi perantara generasi bangsa untuk berkarya dan saling menginspirasi dalam setiap hidup dan kehidupan dalam berbangsa serta bernegara.  Banyak yang berkata, bahwa pendidikan  adalah  bekal untuk maju dan berdayanya individu maupun masyarakat. Tentu ini membuktikan pendidikan sangat penting, yang tidak boleh dibatasi hanya ruang (pengetahuan) tertentu saja. Bahwa keseluruhan pendidikan, telah berlaku niscahaya untuk diketahui oleh semua warganegara. Dengan demikian pendidikan sangat wajib untuk setiap orang, tentu ini pula berlaku secara niscahaya (mutlak) pada Pancasila. Apalagi Pancasila merupakan sebuah dasar atau ideologi bangsa, kewajibannya lebih tinggi dari pengetahuan-pengetahuan umum lainnya, yakni wajibnya untuk diketahui selaras dengan wajibnya untuk diamalkan. Pertanyaan kemudian, bagaimana bentuk pendidikan Pancasila di sekolah ?  Apakah telah sesuai dengan wajibnya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup manusia Indonesia ?

Jika Pancasila sebagai salah satu pendidikan yang kewajibannya melebihi dari pengetahuan umum yang harus diketahui, khususnya oleh setiap pelajar, maka kualitas dan kuantitasnya harus pula melebihi dari lainnya. Artinya, pendidikan umum harus lebih rendah dari pendidikan Pancasila, karena Pancasila sebagai dasar dari segala bentuk Pendidikan. Tapi jika menelisik dari berbagai pengalaman kekinian, membuktikan semuanya itu jauh dari panggang. Ini bisa kita buktikan ketika pendidikan Pancasila diukur dalam jumlah “waktu” dalam dunia pendidikan di sekolah-sekolah hanya seperti hiburan pembuka dari pengetahuan-pengetahuan yang dipelajari. Contohnya, pendidikan Pancasila hanya disiapkan 2 jam dalam setiap minggunya, itupun berbentuk dalam disiplin pendidikan kewarganegaraan, berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya disiapkan waktu 3-4 jam dalam setiap minggunya. Gambaran sederhana ini sedikitnya memberikan gambaran bahwa Pancasila tidak lebih mendasar dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang ada di sekolah-sekolah. Belum lagi ditambah kurangnya perhatian seorang pendidik dalam memahami Pancasila, serta membungkus cara dalam melakukan pendidikan Pancasila dengan  metode yang sangat membosankan. Maka tidak salah jika kemudian Pancasila sangat tidak dipahami oleh setiap siswa, dan cenderung telah terasing di benak setiap siswa.

 Perilaku yang tidak seimbang ini, antara pemahaman sebagai dasar negara dengan penanamannya di benak setiap siswa, menyebabkan siswa tidak lagi mengenal jati diri bangsanya yang sekaligus pula menjadi jati dirinya sebagai warganegara. Kondisi inipun memunculkan keprihatinan, dekandensi moral siswa terjadi di setiap lini kehidupannya, tindak kekerasan dan rasa malu tidak lagi menjadi penting selama bisa eksis.  Banyak faktor yang kemudian membuat Pancasila menjadi terasing di negeri sendiri, selain persoalan “waktu” lamanya siswa diberikan pendidikan Pancasila seperti yang telah saya sebutkan diatas, yang kemudian sangat krusial adalah Pancasila kebanyakan dijelaskan hanya sebagai pemenuhan kewajiban kurikulum bukan sebagai pemenuhan kewajiban memahami Pancasila sebagai arahan, pedoman, petunjuk atau pandangan hidup wajib manusia Indonesia. Bahwa Pancasila menjadi arahan, pedoman, petunjuk dan pandangan hidup yang mengatur tentang mesti dan tidak mesti dilakukan sebagai manusia Indonesia, inilah yang kemudian banyak siswa tidak utuh dalam memahami Pancasila.

Subtansi Pancasila sebagai petunjuk, pedoman dan pandangan hidup yang tidak banyak diajarkan di sekolah-sekolah, inilah yang kemudian melahirkan kegagalan pelajar memahami Pancasila, yang akhirnya krisis moralpun terjadi. Salah satu contoh, ketika pelajar dihadapkan dengan perkembangan gadget dan aplikasi interaksi penunjang lainnya dalam dunia komunikasi dan informasi, bebas browsing tetapi tidak ada penjelasan bagaimana petunjuk, arahan dan pandangan hidup bergadget menurut Pancasila, yang kemudian menjadi pagar pelindung dari suguhan-suguhan yang tidak bermoral. Pancasila yang dibentuk oleh para pendiri bangsa sesungguhnya menetapkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bagi masyarakatnya mampu menjadi pelindung bagi keseluruhan kehidupan masyarakat temaksud para pelajar, tetapi kenyataan yang ada sangat berbeda. Bagaimana Pancasila dapat melindungi, kalau dalam dunia pendidikan saja Pancasila dianggap biasa dan tidak penting, bagaimana bisa melindungi jika Pancasila yang dipaparkan hanya sekedar dasar negara bukan sebagai pandangan hidup manusia Indonesia.

Lemahnya siswa melindungi dirinya dari perbuatan tidak bermoral, bukan karena lemahnya Pancasila, tapi lemahnya sekolah memberikan pemahaman Pancasila. Sesungguhnya peranan sekolah sebagai lokomotif utama dalam pendidikan Pancasila, sebagai penentu moral serta sopan santun para siswa, tentu pendekatan-pendekatan yang dilakukan harus sesuai dengan level Pancasila itu sendiri sebagai Pandangan hidup. Artinya, Pancasila harus dijelaskan sesuai pendekatannya sebagai pandangan hidup, dimana pandangan hidup memiliki ukuran yang mesti dan tidak mesti dilakukan. Bagaimana cara mesti yang dilakukan oleh setiap pelajar dalam memahami, bermain dan memanfaatkan gadget beserta aplikasi dan penujang lainnya.



*Ketika pelajar tidak mengerti lagi tentang Pancasila, selain hanya menghafal sila-persila. Maka ada yang salah dengan sistem & pendidikannya. Ketika pelajar tidak mengerti lagi tentang Pancasila, selain termotivasi memperbanyak harta dan popularitas, maka ada yang salah dari motivator atau pemberi contohnya*

Friday, 8 December 2017

Pancasila Masuk Sekolah


Sunday, 12 November 2017

Politik Pancasila " Sebuah Paradigma"

Sunday, 22 October 2017

Buku Manusia Politik

Manusia Politik
" Seputar Kajian Filosofis "




Manusia politik merupakan makhluk yang memiliki karakter atau sifat-sifat khusus, yang tidak dimiliki oleh sebagian manusia ataupun makhluk lainnya. Sekalipun setiap manusia memiliki potensi kesadaran yang sama, namun kesadaran manusia politik telah melawati batasan potensi, dalam hal telah menjadi sifat utamanya. Manusia politik merupakan contoh manusia terbaik sebuah bangsa. Manusia politik telah melewati kesadaran dunia fisik atau kesadaran duniawi, telah menjangkau kedalaman hubungan batin antara individu-individu masyarakat. 

Kesadarannya adalah menjangkau objek-objek yang bersifat universal (umum), tidak terpenjara dalam batas dan oleh ruang, tidak terbelenggu oleh waktu tertentu. Kesadarannya mampu melakukan pengembaraan menembus ruang dan waktu yang berdiri pada keselarasan ilmu dan iman. Tujuan manusia politik memilik eksistensi sebagai mahluk individu, dan sebagai anggota masyarakat. Tindakan individu sebagai sebab aktif, dan sebab material. Tindakan sebagai anggota masyarakat sebab aktif (pelaku), sebab ideal (tujuan), dan sebab material (tindakannya). 

Buku dengan judul : Manusia Politik “ seputar Kajian Filosofis” sebuah wacana untuk meluruskan keberadaan politik dalam pundak dan tanggung jawab pada manusia. Dimana politik sebagai falsafah praktis pada pemikiran manusia. Berfungsi untuk mengatur tindakan, kebijakan mengenai pola berfikir dan berperilaku sesuai dengan hidup dan kehidupan manusia secara kolektif. Dengan tujuan bahwa manusia dan politik dalam arti yang lebih utuh bertugas memberi arah, arti secara keseluruhan dengan memahami, merekan dan menangkap makna hidup dan kehidupan serta berbagai perubahannya. Dalam perspektif itulah, buku Manusia politik “seputar Kajian Filosofis” ini akan memberikan sebuah gambaran baru tentang hubungan manusia dan politik sebagai perancang kepercayaan, kebaikan dan peradaban.

Monday, 16 October 2017

Buku Politik Pancasila


Akhirnya bisa di cetak juga

Walaupun hanya beberapa eksemplar, karena isi dompet yang tidak memadai. Dari sekian lama perjuangan untuk menyusun, menulis dan mengumpulkan kembali pemikiran-pemikiran tokoh bangsa sebagai bahan galian penelitian dalam menunjang selesainya buku ini.

Buku ini khusus, untuk yang mecintai Negeri & Bangsanya.



Setiap pandangan politik pada prinsipnya serbahadir dalam setiap pola pikir dan perilaku masyarakat. Sejak perjuangan kemerdekaan, bangsa Indonesia telah dibentuk dengan prinsip dan azas bersama, bahwa setiap aktivitas negara dan masyarakatnya memiliki ukuran jelas yang digali dari kesamaan bentuk, pola dan budaya yang ada, selanjutnya termanifestasikan dalam sebuah bentuk ideologi, Yakni Pancasila. Karena politik adalah adalah serbahadir, dan Pancasila sebagai sifat yang hadir dalam setiap aktivitas politik, maka politik Pancasila adalah konsep politik yang serbah hadir dalam setiap aktivitas masyarakat, bangsa dan negara.

Serbahadirnya Politik Pancasila, mengindikasikan secara serentak bahwa setiap sila-sila dalam Pancasila terjewantahkan dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Menempatkan setiap pelaku politik, baik elit, lembaga politik, lembaga negara dan masyarakat sebagai penyeimbangkan antara aspek individual dan sosial yang berkeTuhanan Yang Maha Esa, Berkemanusiaan Adil dan Beradab, mendahulukan Persatuan Indonesia diatas kepentingan lainnya, bermusyawarah Mufakat demi tercapainya kedaulatan rakyat, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, bahwa setiap aktivitas politik pancasila memandang setiap elemen masyarakat sebagai mahluk yang dilingkupi sisi individual tetapi memiliki kewajiban sosial didalammnya.

Karena secara kodrati sesuai yang tertuang pada Pancasila menekankan bahwa manusia dan masyarakat Indonesia adalah mahluk berTuhan yang tidak dapat hidup sendiri, karena itu membutuhkan yang lain. Adanya saling ketergantungan antara satu sama lainnya, saling memberi dalam bermasyarakat dan bernegara. Memiliki sisi kemanusiaan yang adil beradab, dengan lebih mendahulukan kemanusiaan sebagai ukuran utama diatas kepentingan kelompok, suku dan Agama. Mengisyaratkan bahwa masyarakat dan pelaku politik sebagai pelaku yang bersifat individu dapat menciptakan keadilan sosial, dimana hak individu tidak bisa dipisahkan dengan hak-hak yang bersifat sosial, sehingga hak setiap individu terpaut dengan pula dengan kewajiban sosial.

Dengan demikian, dalam politik Pancasila setiap warga negara yang memiliki kebebasan sebagai mahluk individu, sekaligus memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan bersama. Sacara garis besar Politik Pancasila, antara kebebasan rakyat dan tanggung jawabnya harus diletakkan secara seimbang, sehingga terjadi keselarasan dan keserasian. Menganut asas keseimbangan, antara kebebasan dan tanggung jawab sebagai salah satu dimensi yang ada dalam masyarakat. Yang kemudian harus dipraktekkan dalam dunia politik, bahwa yang didahulukan ada pemecahan masalah dalam setiap problem yang ada. Karena setiap warga negara punya tanggung jawab menjaga persatuan Indonesia. Tanggung jawab itu, mewajibakan setia warga negara memiliki kebebasan, tetapi diwaktu yang sama pula memiliki tanggung jawab sosial.

Komunikasi Politik Pancasila

Sumber Foto : Sekolah Politik Indonesia
Komunikasi politik merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan dari keseharian manusia diberbagai bidang. Komunikasi politik bukan hanya sekedar penerus informasi dari suatu sumber kepada publik, ia lebih mudah dipahami sebagai pencipta kembali gagasan-gagasan informasi oleh publik jika diberikan petunjuk dengan simbol, slogan atau tema pokok.

Politik adalah komunikasi’ karena sebagian besar kegiatan politik dilakukan dengan pembicaraan sebagai salah satu bentuk komunikasi. Sebaliknya ‘komunikasi adalah politik’ karena hampir semua komunikasi bertujuan mempengaruhi sebagai salah satu dimensi politik. Justru itu dapat dirumuskan bahwa komunikasi politik adalah “pembicaraan yang bertujuan mempengaruhi dalam kehidupan bernegara (Anwar Arifin, 2011:8)

Komunikasi politik adalah pembicaraan tentang politik dimana politik adalah serbahadir dalam setiap aktifitas masyarakat. kalau politik menjadi serbahadir maka komunikasinya pun serbahadir, tentu keserbahadiran keduanya memiliki ukuran, sifat dan tujuan. Sifat, tujuan dan ukuran ditafsirkan sebagai bentuk budaya yang terdapat pada masyarakatnya, inilah yang melandasi komunikasi politik sebagai pembicaraan yang tidak keluar dari budaya tertentu yang dianaut oleh masyarakatnya. Terlaksananya segala fungsi dalam sistem politik termasuk informasi politik sangat dipengaruhi oleh budaya politik masyarakat dimana sistem sistem politik itu berlangsung. Menurut Miriam Budiarjo (2010:58) budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan-pandangan dengan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya.

Bangunan komunikasi politik akan terbentuk dari budaya politik setiap bangsa yang tercipta dari hasil kajian mendalam dari budaya politik hasil dari bentukan ideologi masyarakat itu terbangun.  Budaya politik yang  didefenisikan oleh Almond dan Powel (1966:23), menjelaskan sebagai suatu konsep yang terdiri dari suatu sikap dan keyakinan, nilai-nilai dan keterampilan yang sedang berlaku bagi seluruh warga masyarakat, termaksud pola-pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok-kelompok dalam masyarakat. Sedangkan Miriam Budiarjo (2010:58) mengatakan, bahwa budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan-pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya.

Fenomena komunikasi politik tidak berbeda dengan fenomena komunikasi dan fenomena politik. Orang menuliskan, baik komunikasi maupun politik sebagai serbahadir (ubiquitous), (Anwar Arifin, 2011 :89).  Artinya, komunikasi politik itu berada dimanapun dan kapanpun dengan perbedaan tafsiran sesuai faktor kultur dan faktor sejarah sebuah bangsa yang ada. Faktor sejarah dan kultur  merupakan sebuah landasan suatu pandangan hidup atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai oleh masyarakat tertentu, tentang bagaimana cara yang baik bertingkah laku bersama dalam setiap kehidupan, yang biasa semuanya ini terangkum dalam sebuah ideologi. 

Perbedaan-perbedaan sistem komunikasi politik setiap bangsa, semuanya dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan sejarah dan kultur dan filsafat sosial masing-masing negara bangsa, misalnya komunikasi politik barat akan sedikit berwarna individualisme, karena kultur dan sejarah sosialnya mengutamakan kepentingan individu, berbeda pula dengan kultur Timur yang pada umumnya menggunakan kultur kebersamaan dan sejarah sosial mengutamakan komunalisme atau koletivisme yang cenderung berwarna pada kepentingan kelompok. Hal yang demikian pula akan terjadi pada komunikasi politiknya terbentuk akan sangat dipengaruhi oleh kultur masyarakatnya dan sejarah sosial dan politik negara bangsanya. Hal ini juga diperkuat oleh Anwar Arifin (2011:8) mengatakan, bahwa ketika komunikasi politik sedang berbicara pada dataran makro, maka itu berkaitan tentang kekuasaan, ideologi, demokrasi dan sebagainya.

Jika disimpulkan sesuai penjelasan diatas bahwa bentuk komunikasi politik setiap bangsa negara ukurannya adalah ideologinya, sebagai bagian mekanisme interaksi hubungan antar satu bagian dengan yang lainnya. Diketahui bahwa keberadaan komunikasi politik dalam satu sistem politik suatu negara adalah untuk memudahkan lembaga–lembaga politik dan masyarakat untuk mencapai tujuan dan juga membangun kesamaan-kesamaan dan keserasian ini bisa dilihat bagaimana lembaga-lembaga politik akan membentuk agenda publik, dan publik juga memiliki opini sendiri, disini peran komunikasi politik untuk saling mempertemukan antar keduanya. Tentunya praktek komunikasi politik akan selalu dibenturkan dengan sistem-sistem nilai yang telah dianut menjadi pedoman dalam proses interaksi komunikasi dan politik  antar orang di Indonesia. 

Dalam kehidupan komunikasi politik, norma dan moralitas setiap bangsa menjadi yang dikedepankan serta harus diperankan dalam segala aktifitasnya masyarakatnya, tentu semuanya akan diukur berdasarkan pandangan hidup (ideologi) yang dimilikinya, sebagai wujud utuh dalam setiap praktek kehidupan politik.  Berdasarkan itu,  ketika kehidupan politik bergerak sesuai dengan nafas pandangan hidup seseorang, tentu didalamnya ada sikap yang akan dirumuskan dalam bentuk komunikasi politik dalam hubungannya dengan kekuasaan dan masyarakat.  

Pola komunikasi politik didalam suatu negara akan selalu dipengaruhi oleh sikap dan pandangan hidup bangsanya, sekaligus memberikan bentuk bagi proses interaksi politik antar orang yang terjadi dinegara itu. Adanya perbedaan-perbedaan ideologi, secara garis besar juga melahirkan sistem politik dan komunikasi politik yang berbeda. Tiap varian ideologi, juga melahirkan sistem politik dan komunikasi politik (Anwar Arifin, 2011:21). Komunikasi  politik  mempunyai kemampuan  menambah pengetahuan,   merubah  dan   memperkuat  opini,  merubah sikap  serta  menimbulkan   partisipasi  politik secara individual   maupun   menambah   sikap serta  menimbulkan  partisipasi secara individual   maupun   sosial.   Keadaan   ini  mengharuskan  adanya  kesamaan  pandangan  antara  supra  dan  infrastruktur  politik  dalam  mengimplementasikan  kegiatan komunikasi  politik sesuai  dengan  ideologi  bangsa itu sendiri. 

Bentuk dari budaya politik dalam suatu masyarakat yang pada hakikatnya dipengaruhi oleh agama, tradisi, kesukuan, kepemimpinan, dan intensitas komunikasi, termaksud pada komunikasi politiknya.  Bila  melihat  perkembangan  politik  dan komunikasi politik di  Indonesia dewasa  ini,  sebagai  dampak  dari  adanya  reformasi,  bermunculan berbagai format politik dan komunikasi politiknya agar sesuai dengan azas negara Indonesia, yakni Pancasila. Pancasila dalam pengertian ini  adalah way of life, weltanschaung, wereldberschouwing, wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, petunjuk hidup. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari (Darji Darmodiharjo dkk, 1991:16) . Artinya, Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan dan aktivitas hidup dan kehidupan dalam semua bidang.

Karena Pancasila adalah pandangan hidup (ideologi) bangsa indonesia, maka sudah seyogyanya sistem politik dan komunikasi politik di Indonesia harus berkesesuain dengan Pancasila.  Tujuannya agar terbangun dimensi  moral komunikasi politik dalam  menyampaikan  artikuslasi,aspirasi  dan  koreksi yang sejalan dengan pandangan hidup yang telah ditetapakan oleh bangsa ini.  Artinya, bangunan komunikasi politik yang berdasarkan pada Pancasila harus menjadi pijakan atau menghilhami lembaga-lembaga politik dan masyarakat dengan perbedaan yang  tinggi  dalam berpendapat,  penggunaan  media  massa  yang  semakin  menyajikan fakta atau opini serta berbagai perkembangan lain, yang pada akhirnya harus bermuara pada  suatu  komitmen  yakni  bagaimana  persatuan  dan  kesatuan  tetap  dapat  dipelihara dalam dinamika yang sedang berkembang sekarang ini. 

Bila  dilihat   dalam  perspektif  Pancasila sebagai pandangan hidup, yang mengatur segala pola pikir dan perilaku masyarakat bangsanya, harusnya dalam paradigma komunikasi politik pun di Indonesia harus dilandasi  oleh  nilai-nilai  yang  terkandung  di  dalam  Pancasila.  Dengan  kata  lain  segala  tingkah  laku komunikasi politik  bangsa  Indonesia  harus  dapat  dikembalikan secara bulat dan utuh kepada Pancasila sebagai "State Fundamental Norm"  bangsa  Indonesia  sehingga  Pancasila  bukan  saja  merupakan  sumber  inspirasi  bagi  perjuangan  melainkan juga sebagai suatu cita-cita yang harus dicapai. 

Pada gilirannya, memberikan pondasi yang mendalam di dalam kandungan batin masyarakat Indoensia berkomunikasi sesuai dengan cita-cita utama merawat kebhineakaan. Cita-cita ini merupakan tiang utama semua tujuan yang dicanagkan oleh Pancasila. Makin tinggi dan luhur kita memaknai Pancasila, semakin memunculkan masyarakat yang makin layak, dan luas tujuan- tujuannya atau sebaliknya. 

Sunday, 15 October 2017

Politik Pancasila

Sumber Foto : Sekolah Politik Indonesia
Ilmuwan politik memandang bahwa sesungguhnya politik meliputi ideologi, atau sebaliknya ideologi meliputi  politik. Karena hal keduanya mengandung makna yang sama bahwa politik dan ideologi adalah serba hadir.  Pada umumnya politik adalah tindakan untuk mempengaruhi, sedangkan  ideologi mencakup juga tentang pengaruh dalam hal ini sebagai konsep yang mempengaruhi.

Pandangan bahwa ideologi mencakupi politik, kiranya dapat dipahami karena memang ideologi dalam diri setiap penganut ideologi bersifat serba hadir. Menurut syukur Abdullah (1985) kata politik itu sukar dimengerti dan dihayati dengan baik malah dapat mengundang perdebatan yang tak kunjung usai. Pada umumnya diketahui bahwa politik berasal dari perkataan polis yang berarti negara kota di zaman Yunani klasik. Kemudian berkembang dalam berbagai bentuk bahasa yang beragam dengan pengertian beragam pula, seperti polity, politics, politica, political dan policy. Selain itu dikenal juga istilah politicos yang berarti kewarganegaraan yang kemudian hari berkembang menjadi politer yang bermakna hak-hak warga negara. Sejak zaman Yunani klasik telah dikenal dengan istilah politike techne yang memiliki arti kemahiran politik. Yang demikianlah sehingga membuat politik dapat dimengerti dengan multimakna, dan kemudian ditambah lagi para sarjana politik memberikan pengertian politik yang berbeda-beda pula. Aristoteles misalnya menyebut politik adalah hakikat keberadaan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, dalam karyanya politics, yang menyatakan bahwa manusia secara alamiah adalah mahluk yang berpolitik (zoon politicon).

Karena lebar dan luasnya pengertian berdasarkan setiap bahasa dan setiap bangsa, maka akan melahirkan perbedaan pengertian politik. Untuk itu untuk mempersempitkan kajian politik agar mudah dipahami, maka dibutuhkan konsep dan budaya sebagai pembatas pengertian politik yang luas dan banyak pengertian tadi. Konsekuensi dari pembatasan politik dalam wilayah konsep tersebut, akan mempersempit kajian politik berdasarkan pengertian berbeda pada setiap ukuran setiap negara bangsa. Jadi setiap bangsa memiliki penafsiran politik berdasarkan konsep dan budaya yang dimilikinya, untuk tidak memperlebar pengertian konsep, maka kita batasi bahwa konsep dan budaya disini adalah ideologi atau pandangan hidup yang dianut oleh setiap negara bangsa. Misalnya barat memiliki konsep hidup dan budaya individualisme, maka pengertian politiknya ditafsirkan sebagai politik yang kebijakannya ada pada setiap individu beserta kepentingannya, dimana peranan setiap individu penentu dalam setiap kebijakan politik yang ada. Sedangkan Timur, dengan komunalisme atau koletivismenya yang memiliki konsep hidup dan budaya sosialis, maka tafsiran politiknya berdasarkan kebijakan berdasarkan kelompoknya.

Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat, pengertian dan sistem politik suatu negara bangsa tidak sama antara satu negara dengan negara yang lain. Garis besar ideologi di dunia berada pada dua kutub yang berbeda, yaitu otoritarian dan libertarian. diantara dua kutub tersebut terdapat banyak varian yang disesuaikan dengan konteks historis, kultural, sosial, ekonomi sebuah bangsa dan negara. Dan salah satu varian ideologi yang berada di luar otoritarian dan libertarian adalah Pancasila.

Perpaduan politik dan ideologi telah membuat politik telah keluar dari pengertian tempurung parsial, bahwa menafsirakan atau mencaplok pemikiran politik dengan ingin menerapkannya pada satu bangsa tertentu yang berbeda konsep dan budaya tidak boleh dilakukan secara serampangan. Pembicaraan politik memiliki dua bagian, yakni politik mikro dan politik makro. Politik mikro pusaran pembicaraanya adalah tentang kekuasaan, pemerintahan, negara, pemilu dll. Sedangkan secara makro pusaranya pada pembicaraan tentang ideologi. Disini tentunya politik yang makro harus serba hadir dalam pembicaraan mikro, karena makro melingkupi mikro sebagai konsep yang menyifati politik mikro. Kemudian, diketahui karena pembicaran politik harus dilingkupi dengan ideologi, maka pengertian politik apapun itu harus diwarnai berdasarkan ideologi yang dianut. Pertanyaan, bagaimana dengan warna politik Indonesia ?

Pertanyaan diatas tidak sulit untuk dijawab, bagi siapa saja yang mengerti tentang landasan dasar bangsa ini, bahwa bahwa Indonesia telah memiliki warna tersendiri untuk menjadi label simbol, makna dan tafsiran dalam politiknya. Bahwa politik indonesia telah dilingkupi oleh dasar negara yakni Pancasila. Pancasila menjadi politik makro dalam perwujudan aktivitas politik Indonesia. Artinya, karakter politik indonesia adalah pancasila sebagai pembeda karakter politik bangsa lain. Karena secara makro akan melingkupi yang mikro, maka secara otomatis konsep kekuasaan, pemerintahan, negara, sistem politik, partai politik maupun pemilu harus bernuansa atau berwarna Pancasila. Selain itu, Pancasila juga merupakan ideologi alternatif yang banyak dipuja oleh bangsa lain.

Dalam pandangan politik Pancasila, bahwa setiap aktivitas politik secara serentak menempatkan pelaku politik (politisi dan masyarakat) adalah sebagai penyeimbangkan antara aspek individual dan sosial. Artinya, bahwa setiap aktivitas politik pancasila memandang masyarakat sebagai mahluk yang dilingkupi sisi individual tetapi memiliki kewajiban sosial didalammnya. Karena secara kodrati yang tertuang pada sila-sila pada Pancasila menerangkan bahwa manusia Indonesia adalah mahluk yang tidak dapat hidup sendiri, karena itu membutuhkan yang lain. Adanya saling ketergantungan antara sama lainnya, saling memberi dalam bermasyarakat dan bernegara. Kemudian politik Pancasila berdimensikan bahwa pelaku politik harus berkemanusiaan yang adil beradab, lebih mendahulukan kemanusiaan sebagai ukuran utama diatas kepentingan lainnya. Kemudian,  mengisyaratkan bahwa pelaku politik sebagai pelaku yang bersifat individu dapat menciptakan keadilan sosial, dimana hak individu tidak bisa dipisahkan dengan hak-hak yang bersifat sosial, sehingga hak setiap individu terpaut dengan pula dengan kewajiban sosial. bahwa setiap pelaku politik punya kewajiban sosial sebagai warga negara. 

Dengan demikian, dalam politik Pancasila setiap warga negara yang memiliki kebebasan sebagai mahluk individu, sekaligus memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan bersama. Sacara garis besar Politik Pancasila (tidak dipaparkan dalam tulisan ini secara detail, kalau ingin memahami lebih lanjut bisa membaca buku tentang politik Pancasila hasil garapan dan terbitan Mimbar Politik Pancasila Institute) antara kebebasan rakyat dan tanggung jawabnya harus diletakkan secara seimbang, sehingga terjadi keselarasan dan keserasian. Telah dijelaskan sebelumnya kerangka politik Pancasila menganut asas keseimbangan, antara kebebasan dan tanggung jawab sebagai salah satu dimensi yang ada dalam politik Pancasila. Yang kemudian harus dipraktekkan dalam dunia politik bahwa, yang didahulukan ada pemecahan masalah bukan terpecahnya masyarakat, karena setiap warga negara punya tanggung jawab demi persatuan Indonesia. Luapannya pun harus sesuai dengan tanggung jawab itu, bisa saja saling berbeda dalam kepentingan, tetapi semuanya sama-sama memiliki tanggung jawab, sesuai diatur dalam Pancasila. Bahwa setia warga negara memiliki kebebasan, tetapi diwaktu yang sama pula memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan apa yang ada pada Pancasila.


Selain itu, politik  Pancasila sebagai penyambung antara tindakan individual dan tindakan kolektif dan struktur-struktur kehidupan masyarakat. Penekanannya untuk saling terkait kerangka institusi-institusi dan masyarakat yang adil. Hidup yang baik dan benar adalah cita ideal, kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan yang bertanggung jawab dengan menghindarkan setiap warga negara (individu atau kelompok) dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warga negara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Dalam politik pancasila untuk mewujudkan tindakan menyangkut tindakan kolektif, hubungan antara pandangan atau pendapat seseorang dengan tindakan kolektif tidak secara langsung membutuhkan perantara. Kalau ditegaskan persyaratan pertama politik pancasila “hidup dan kehidupan baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain”, maka politik pancasila dipahami sebagai wujud dan sikap perilaku pelaku politik yang jujur, santun, memiliki integritas meyakinkan, menghargai dan menghormati orang lain.

 

Saturday, 14 October 2017

Demokrasi Pancasila

.
Sumber Foto : Sekolah Politik Indonesia
Esensi demokrasi sesungguhnya adalah sebuah masyarakat yang dinamis dan memiliki kultur budaya sebagai ciri khas dalam setiap praktek demokrasinya. Dalam sistem apapun, pasti berangkat dari sumber budaya setiap masyarakat dan bangsanya. Dalam sebuah pengertian sistem  terdapat beberapa subsistem yang saling terkait dan masing-masing memiliki fungsi tertentu yang disebut dengan struktur sistem yang terdiri infrastruktur dan suprastruktur sistem. 

Kedua aspek itulah yang sering dinamakan dengan mesin sistem.Sedangkan dalam demokrasi Indonesia infrastrukturnya Pancasila, sedangkan suprastrukturnya adalah politik. Artinya adanya perbedaan ideologi secara garis besar juga akan melahirkan sistem demokrasi dan sistem politik yang berbeda pula. Perbedaan-perbedaan itu menurut Anwar Arifin (2011),dilatarbelakangi oleh perbedaan sejarah dan kultural dan filsafat sosial masing-masing negara bangsa.

Misalnya, masyarakat barat pada umumnya memiliki filsafat sosial (ideologi) individualisme yang mengutamakan kepentingan individu ketimbang kepentingan sosial. Itulah sebabnya sistem demokrasi negara-negara menganut individualisme lebih mengembangkan dan mengedepankan kebebasan pribadi (individu), yang pada intinya mengajarkan manusia secara individu mampu berdiri sendiri dan memiliki kebebasan yang dibatasi oleh kebebasannya sendiri, serta menentukan nasibnya secara sendiri. Kalau masuk keranah ekonomi yang kita kenal dengan faham kapitalisme. Sedangkan masyarakat Timur yang pada umumnya menganut filsafat sosial komunalisme atau kolektivitas, lebih mengutamakan kepentingan kelompok. Itulah sebabnya negara-negara yang menganut komunalisme atau koletiktivisme lebih mengembangkan dan mengedapankan demokrasi sosialis. 

Berbeda dengan Indonesia yang memiliki filsafat sosialnya sendiri, yakni Pancasila yang digagas oleh pendiri bangsa, yang menganut dan mengajarkan manusianya berdasarkan asumsi dasar bahwa manusia adalah mahluk Tuhan Yang Maha Esa, mengutamakan kemanusiaan, mengedepankan persatuan, memilih jalan permusyawaratan, dan berkeadilan sosial bagi seluruhnya. Inilah bedanya demokrasi Pancasila dengan demokrasi individualisme (liberalisme/kapitalisme) dan demokrasi sosialis (komunalisme/koletivisme). Indonesia juga tidak boleh dipahami sebagai negara demokrasi rakyat, karena teori demokrasi rakyat (demokrasi pupulaire) seperti yang dijelaskan Prof Anwar Arifin (2011), bahwa demokrasi rakyat mengandung konsepsi yang bertolak dari komunisme yang bersumber pada ajaran Marx dan Engel yang didukung oleh Lenin. Dalam paham komunisme demokrasi rakyat merupakan bentuk khusus demokrasi yang memenuhi fungsi diktator proletariat, yang memandang bahwa setiap bentuk baik negara dan rakyatnya dalam hal transisi dipakai dalam perjuangan untuk menindas lawan-lawannya, jika tidak ada lagi yang perlu ditindas, maka perjuangan itu sendirinya akan lenyap. Pertanyaan kapan perbedaan kepentingan akan usai ?, selama ada perbedaan kepentingan, maka disitu ada perjuangan untuk saling melawan kepentingan dan ada yang menindas dan menindas.

Indonesia tidak menganut sistem demokrasi seperti yang disebut diatas, karena bertolak belakang dengan asumsi dasar Pancasila. Indonesia sebagai suatu negara, sejak dikumandangkannya Proklamasi 17 Agustus  1945  dan  disahkannya  Undang-Undang  Dasar  pada  tanggal  18  Agustus  1945,  Lelah  meletakkan  pandangan  hidup  bangsanya  sebagaimana  dapat  dilihat dalam alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945. Dalam rumusan yang panjang tapi padat itu, alinea ke-empat Pembukaan UUD  1945  memberikan  penegasan  tentang  fungsi  dan  tujuan negara Indonesia,  bentuk negara dan dasar falsafah  negara  Indonesia. Hal  ini  dengan jelas dapat dilihat dalam kalimat alinea ke-empat UUD 1945 sebagai berikut : "Kemudian  dari  pada  itu  untuk  membentuk  suatu  pemerintahan  negara  Indonenesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia  dan  seluruh  tumpah  darah Indonesia dan untuk mengajukan kesejahteraan  umum, mencerdaskan kehidupan  bangsa,  dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Maka disusun kemerdekaan kebangsaan  Indonenesia   itu   dalam   suatu   Undang-undang   Dasar   Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan  berdasar kepada;  Ketuhanan Yang Maha  Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan  dalam  Permusyawaratan/Perwakilan,  serta  dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia ". Pernyataan yang terkandung didalam alinea ke-empat UUD 1945 itu  memberikan arti bahwa fungsi, tujuan dan bentuk negara Indonesia dilandaskan kepada makna  fllosofis dalam suatu rumusan yang akhirnya dikenal dengan Pancasila, yakni: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan  Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusvawaratan/ Perwakilan. 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.  

"Kelima sila tersebut menjadi acuan normatif bagi melaksanakan segala bentuk aktifitas dan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada dasarnya mengatur kehidupan manusia Indonesia secara horizontal, yakni bagaimana berhubungan dengan sesama nilai yang terkandung di dalam Pancasila yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia".

Demokrasi Pancasila adalah buah dari hasil budaya bangsa Indonesia yang dipandang baik bagi sebuah bangsa yang mementingkan kolektif dan relegius. Bangsa Indonesia, bukan bangsa dalam terminologi jaga malam seperti negara liberal ataupun negara kekuasaan seperti negara otoriter, tapi (meminjam istilah Prof Anwar Arifin) negara kesejahteraan. Jadi demokrasinya adalah demokrasi demi kesejahteraan rakyat, yang didahulukan kesejahteraan bukan suara protes karena takut dibatasi karena aturan yang menurutnya mengekang kebebasan berpendapat, bukan pada konteks mensejahterakan, dan cenderunghanya membuat gaduh. Dalam pengertian kesejahteraan berada dalam dua dimensi kesejahteraan fisik dan metafisik yang tidak akan dibahas dalam tulisan ini, tapi akan dibahas dalam pembahasan tentang kesejahteraan menurut Pancasila.

Kita kembali pembahasan demokrasi khusus bagi Indonesia. Esensinya haruslah dengan warna demokrasi Pancasila. Dinamika demokrasi Pancasila memiliki ukuran yang menjadi pembatas atau pembeda dalam setiap demokrasi negara bangsa lainnya. Karena pada dasarnya demokrasi Pancasila membatasi manusia yang tidak memiliki gerak kemajuan dan utuh menjaga persatuan dan kesatuan dalam mengeskpresikan dirinya ditempat-tempat publik,hanya bagi yang sehat menjadi bagian penghuni ruang-ruang umum untuk menatap dan menguaraikan masa depan masyarakat Indonesia. Artinya, demokrasi Pancasila yang lebih luas menjamin dealektika dan menuntut kompetisi yang sehat bagi rakyat. Karena kompetisi dan dealetika yang tidak sehat meski usia suatu negara relatif muda, bukan mustahil akan cepat menuai dan terancam ambruk. Bila masyarakatnya tidak sehat. Sebaliknya negeri yang telah berusia ratusan tahun dengan melakukan gerak dan dinamika yang sehat akan semakin lebih terjaga kemudaannya dan kekuatan bangsa dan  masyarakatnya.

Harus diakui, wajah Indonesia dalam konteks demokrasi Pancasila masih minim dipahami dan dimengerti, sehingga demokrasi dalam berbagai pola pikir sebagian masyarakat Indonesia masih menampakkan kepucatan. Ini terjadi akibat tidak cukup adanya intensitas dalam memahami demokrasi, sehingga kebanyakan dalam memahami demokrasi dalam pengertian tunggal, tidak melekat sifat pada demokrasi itu sendiri, sehingga identitas penjelas sistem dalam demokrasi itu sendiri tidak jelas. Banyak yang menilai demokrasi hanya sebatas berdaulat. Maksud dari berdaulat bahwa rakyat yang berkedaulatan, maka rakyat bebas melakukan apa saja, disinilah letak absurnya demokrasi dalam pengertian ini. Kemudian adapula mengespresikan demokrasi dalam tafsiran  paham demokrasi, pupulaire, komunalisme dan individualisme (liberalisme/kapitalisme), walaupun secara sikap dengan tegas menolak konsep tersebut. Budaya dan pemikiran seperti ini sangat stagnan dalam melihat demokrasi. Demokrasi tidak bisa tunggal, karena ketunggalan dalam demokrasi merupakan persepsi yang akan melumpuhkan kedaulatan dan kebebasan rakyat itu sendiri.

Demokrasi Indonesia memiliki sifat sebagai ciri demokrasinya, yakni Pancasila.Walaupun secara praktis masih banyak masyarakat belum terbiasa hidup dalam alam demokrasi Pancasila. Paling tidak ada dua penyebab. Pertama, masyarakat belum paham tentang Pancasila itu sendiri ,selain hanya mengenal dalam arti simbol dan memahami susunan kata-kata dalam sila-silanya. Kedua, adanya kepentingan setiap orang yang bersifat parsial yang mengharuskan mengadopsi demokrasi individualis dan komunalis, tapi menolak disebut demikian, demi mencapai maksud dan kepuasan dalam kepentingan dan tujuannya.


"Demokrasi tanpa Pancasila bagi Indonesia akan menjadi ancaman bagi masyarakat dan bangsa ini. Demokrasi Pancasila memiliki ukuran masa depan dan didayagunakan untuk kepentingan bangsa dan masyarakat"

Wednesday, 4 October 2017

Menciptakan Tradisi Sosial Politik Pancasila

Sumber Foto : Inovasee
Tradisi politik yang sehat menjadi harapan setiap bangsa dan masyarakatnya, menjadi tempat menggantungkan segala cita-cita, harapan dan tujuan kemajuan. Tentu semua itu tidak semudah menuliskan harapan dalam lembaran buku-buku diary, semua butuh upaya dan pelaksanaan. Tapi bagi bangsa yang besar ini dengan keanekaragaman budaya, suku dan kekayaan bukan sangat mustahil tetapi sangat pasti mampu menciptakan tradisi politik yang berciri khas Indonesiaa, karena bangsa ini telah memiliki modal dasar, sebagian negara di dunia tidak memiliki itu. Indonesia punya landasan mula untuk menggapai itu semuanya, yakni "Pancasila". 

Tradisi politik Pancasila lah yang harusnya mengemuka dan dipraktekkan dalam  semua lini aktivitas. Berceloteh tentang sosial dan politik dengan segala kebutuhan, keinginan dan harapan, tetapi tidak memulai dang mengakhirinya dengan alasan dan dasar Pancasila hanya akan tetap melahirkan kesenjangan sosial dan politik di bangsa ini. Pertanyaannya, apakah kita semua sudah memahami apa yang dimaksud dengan Pancasila ?

Tentu yang penulis maksud memahami Pancasila bukan dalam dataran simbol atau sekedar menghafal runtutan kalimat dalam setiap sila-silanya, karena kalau sekedar mengetahui secara simbol dan hafalan susunan kalimatnya tidak membutuhkan waktu lama mungkin cukup 2 menit saja semua bisa menguasainya. Jadi sangat wajar sekali kalau banyak orang diluar sana, baik kalangan politisi, artis, birokrat, aktivis dan pengusaha mereka mudah menyebut dirinya penganut Pancasila tapi mudah pula melakukan serangan-serangan terentu pada kelompok lain dengan alasan perbedaan karena mereka memahami Pancasila dalam pengetian simbol dan susunan kalimat layaknya rumus matematika. Padahal Pancasila itu sebuah Ideologi atau Pandangan Hidup yang memiliki penafsiran filosofis yang dalam. Artinya, Pancasila bukan hanya tentang simbolitas dan formalitas tetapi karakter berfikir dan perilaku itulah prinsip identitasnya yang membedakan selainnya. Dan disisi lain ada pula mereka yang jahat menjadi pembicara mengatasnamakan itu adalah pemaknaan Pancasila yang sangat bertentangan dengan semangat Pancasil itu sendiri

Maka dari itu perlu ruang akademis, dialog dan diskusi kePancasilaan untuk meramu dan menemukan tafsiran-tafsiran Pancasila sebagai ukuran dalam menjawab problematika dunia yang semakin bergelinding menuju masyarakat Indonesia. Bahwa Pancasila harus hadir dengan sesungguhnya dalam galian bentuk pemikiran dan dengan berbagai tafsiran-tafsiran tambahan berdasarkan kebutuhan zaman yang kekinian, agar semua mampu menjawab persoalan kekinian pula. Pancasila bukan benda mati, tapi hidup bersama pemikiran dan perkembangan berfikir manusianya, maka secara otomatis pula juga harus berkembang sesuai tuntutan dan tuntunan yang ada. Olehnya itu, sudah saatnya para pemikir bangsa ini untuk menciptakan satu  konsep berfikir bersama untuk menciptakan tafsiran kekinian itu.

Harus berbentuk kerangka berfikir bukan berkerangka motivasi, kan sudah sangat tegas bahwa Pancasila hidup dalam pemikiran maka selayaknya tafsirannya memiliki kerangka pemikiran. Jika secara tegas dan implisit telah menjawab itu semua, bukan hanya sekedar dalam poin-poin, maka bukan akan menjadi panghalau masuknya serangan ideologi impor yang dilahirkan dalam situasi konflik dan kebencian rasial, tetapi lebih dari itu mutu masyarakat Indonesia akan lebih mampu mewarnai dunia.. 

Bukan rahasia lagi, semuanya pasti tahu bagaimana masifnya dan aktifnya ideologi import yang masuk di bangsa ini, mudah diterima oleh hampir semua kalangan, karena kecenderungan masyarakat adalah mencari pelabuhan solusi dalam masalahnya.  Artinya, bahwa banyaknya masalah, distulah banyak yang mencari solusi. Disinilah Pancasila belum menjadi pilihan pelabuhan utama pemecah persoalan dan problematika para kaum pencari, karena masyarakat menganggap Pancasila itu adalah pengucapan secara lantang sila-sila yang ada dalam Pancasila, disinilah ruang masuk ideologi import tersebut. Maka dipandang perlu bagi pemikir yang cinta kepada negeri ini untuk menghasilkan sebuah pola dan konsep berfikir serta tafsiran yang berbau kekinian. Terjadinya dialog argumentatif dari perspektif yang saling berbeda dengan dasarnya adalah Pancasila, akan menjadi benteng sekaligus meriam melawan ideologi anti-Pancasila, anti-NKRI dan ingin merusak Bhineka Tunggal Ika.

Mari kita melihat dalam perspektif politik, gagasan yang berkembang saat ini sangat cenderung bertentangan nilai-nilai Pancasila dan mendekati radikal atau mungkin sudah sangat radikal mulai tumbuh dan berkembang dalam batas tertentu patut dilihat dan disikapi sebagai ancaman. Ancaman ini harus dilihat dalam perpektif peradaban dan tatanan budaya Indonesia. Kaum- kaum radikal akan melakukan segala kepicikan untuk meraih apa yang diinginkan. Aksi teror bom, dan produksi sebaran kebencian rasial, hingga bisa dimungkinkan adalah strategi mereka untuk merusak mental dasar masyarakat Indonesia. Mungkin banyak orang menganggap bahwa kesemuanya itu tidak beririsan pada persoalan politik. Tentu ini adalah peniliain yang salah, irisan politik dan ideologi sebuah satu wujud yang tidak terpisah. Ini yang menjadi sangat berbahaya ketika luapan itu tidak dimaknai sama, orang yang memiliki ideologi impor dari kesenjangan hidupnya dibiarkan untuk menghuni ruang-ruanh politik, pembiaran itu karena menganggap keduanya tidak memiliki hubungan. Harus diingat dan dipahami bahwa dalam setiap pengertian setiap perilaku rasial, kebencian adalah ukuran pemahaman politik seseorang yang berasal dari ideologinya.

Inilah akhirnya yang menghasilkan politikus-politikus yang membenarkan ucapan dan perilakunya sebagai sesuatu yang biasa karena alasan ini legal dalam politik. Tentu legal politik dalam maksud ini yang diamini oleh ideologi dasar politiknya. Kalau kita melihat bahwa politik sebadan dengan ideologi (Pancasila) tentu segala sesuatu akan dilihat berdasarkan apa yang landaskan pada ideologinya. Artinya setiap ucapan dan perilaku seseorang adalah gambaran ideologinya.  Sederhanya ketika seseorang menganut ideologi Pancasila, maka ucapan dan perilaku politiknya akan selasaras dengan Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan adil dan beradab, demi persatuan, bermusyawarah secara mufakat serta berkeadilan. Sebaliknya kalau memiliki ideologi selain Pancasila, maka ucapan dan perilakunya akan sama dengan ideologi yang dianutnya.

Dalam perkembangan dunia modern maraknya ideologi baru yang masuk dalam setiap negara bangsa, karena diberikannya kebebasan bagi setiap warga negara, tapi tidak diimbangi dengan penguatan ideologi bangsanya, mengharuskan bangsa itu mudah koyak oleh warga negaranya sendiri, bukan karena ideologinya yang lemah tetapi pemahaman tentang ideologinya yang rendah. Sehingga mudah dirasuki oleh ideologi lain. Mungkin semua mengenal kejahatan trans-nasional dikenal istilah narco-terrorism. Ini bukanlah sebuah istilah baru yang muncul dalam kejahatan transnasional, tapi modus operandinya yang selalu berubah-ubah menyesuaikan zaman dan kepentingan orang dibelakangnya.Disinilah fungsi ideologi mampu menghalau kesemuanya itu.

Narco-terrorism sebagai sebuah kajian kejahatan transnasional selalu memiliki motiv ekonomi-politik. Melakukan pengendalian pemerintahan yang legal, atas kepentingan kejahatan mereka. Dalam beberapa kasus negara berkembang, jaringan kejahatan ini juga erat kaitannya dengan sebuah gerakan politik atau institusi partai politik. Di sisi yang lain, mereka akan terlibat dalam  menawarkan sebuah imajinasi kehidupan surgawi dunia akhirat. Orang-orang ini mendekati dengan pendekatan psikologis agama. Sehingga tak mengenal umur bisa dijadikan robot untuk mengirim ledakan bom sebagai aksi teror. Dan lagi-lagi praktik-praktik ini kerap terjadi dalam lingkungan mereka yang tak memahami secara sempurna ideologi bangsanya.

Mari kita lihat saja perkembangan gagasan radikalisme yang kini sudah mulai tumbuh dalam kalangan telah tidak terbatas, hampir telah menguasai berbagai sarana seperti teknologi. Perkembangan teknologi tentu sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi, namun membangun teknologi itu sebagai sarana untuk kebajikan dan arif dalam menggunakan media sosial tidak akan sulit bagi bangsa ini. Ketika setiap warga negaranya telah mengukur dirinya sebagai warga negara yang memiliki karakter khusus, tentu kalau berbicara tentang karakter sisi yang dilihat adalah ideologinya. Untuk itu dibutuhkan nait baik dan peran para pelaku politik maupun para pendidik dan pemikir untuk ikut bagian menciptakan ruang-ruang yang sehat itu penuh dengan tafsiran-tafsiran Pancsila yang kekinian yang dibutuhkan oleh zamannya.

Kembali kepada Pancasila bukan hanya sebagai hafalan pada sila-silanya, tetapi lebih jauh dari itu membuka maupun mengungkap tabir-tabir maknawi dari poin-poinnya. Kembali pada Pancasila bukan hanya mengerti akan simbol tapi lebih jauh dari itu, Pancasila menjadi jiwa dalam setiap gerak berfikir dan perilaku manusia Indonesia.
"politik adalah menjewantahan ideologi, rusaknya tatanan kehidupan sosial ketika politik tidak berjalan sesuai dengan ideologinya"

Tuesday, 3 October 2017

Pemuda Sehat

Sumber Foto : Sekolah Politik Indonesia
"Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia"  Ir. Soekarno

Ungkapan di atas bukanlah sekedar bentuk penghargaan, bukan pula sekedar ungkapan besar dari orang besar serta kata kiasan. Tetapi memiliki makna harapan besar, sebesar ucapan orangnya. Pemuda selalu mendapatkan tempat dengan level yang tinggi, walapun sesungguhnya dalam hal ini sering membuat rasa bangga yang berlebihan. Mari kita melakukan perbandingan kualitas pemuda hari, apakah telah selaras antara harapan dan keinginan itu ?. Untuk menjawab itu semua diperlukan sebuah penjelas bukan sebatas bahasa rerotik tapi ide dan gagasan yang tepat dan menjelaskan.

Sejarah telah melukiskan banyak mengenai beberapa pemuda yang mampu menghasilkan karya besar di bangsa ini dari berbagai harapan yang ada. Mereka sangat jelas dan telah membatasi antara pemuda yang hanya sekedar cerdas secara retorik dan cerdas secara ide dan gagasan. Dalam episode sejarah kehidupan suatu bangsa telah mencatat dengan tinta emas beberapa pemuda yang mengambil peran dalam proses perubahan suatu bangsa. Tentu tidak disangsikan lagi, seperti Ir. Soekarno, Sutan Syahrir, Moh. Hatta dan masih banyak lagi lainnya yang terlampau banyak untuk dituliskan, kesemuanya memiliki peran besar dalam sejarah kemerdakaan bangsa Indonesia.

Lantas pertanyaannya, bagaimana peran generasi muda di zaman milenial seperti ini ?,  dan bagaimana karakter dasar disebut dengan pemuda ?, apakah seperti yang tertera dalam UU No. 40 tahun 2009 tentang kepemudaan, bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun. Pertanyaan apakah hanya sebatas berdasarkan usia saja ?

Tidak adakah penialain lain yang lebih sangat signifikan menunjukkan kriteria, seperti dilihat dari dedikasinya  sebagai suatu prasyarat niscaya ada dalam diri seorang dengan visi dan misi sebuah peradaban. Karena tidak semua perilaku kritis, peka dan revolusioner seperti kebanyakan dilekatkan pada pemuda memiliki dedikasi peradaban. Bahwa perlu diingat bahwa hampir di setiap peradaban diawali dengan dengan sebuah dedikasi yang jelas. Misalnya peranan pemuda yang berpengaruh besar atas proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Jika karena bukan karena dedikasi serta visi dan misi yang jelas para pemuda pada zaman kemerdekaan, mungkin belum tentu Soekarno dapat memproklamasikan kemerdekaan RI.

Sejarah mencatat, masa peralihan dari orde lama ke orde baru pada tahun 1966 dan peralihan dari orde baru ke masa reformasi sampai sekarang pun lahir karena andil pemuda dengan pengorbanan yang tidak sedikit dari mereka.  Namun demikian, harus diketahui bahwa semuanya itu lahir dari sebuah keinginan lebih baik bukan sebaliknya. Bahwa semuanya memiliki ukuran lebih baik atau berubah menjadi lebih buruk. Tentu semua menginginkan berubah menjadi lebih baik dan menuju kesempurnaan. semuanya itu bisa didapatkan ketika pemuda menempatkan dirinya pada ruang-ruang yang sehat dengan menciptakan sebuah ide dan gagasan membangun, bukan ikut memproklamirkan suatu sikap perpecahan dengan ikut ambil bagian dari gerakan-gerakan yang ingin merusak sebuah tatanan bangsa yang telah memiliki kedaulatan dengan sensasi dan hayalan.

Jangan menjadi pemuda hanya rindu kondisi yang serba ada, serba enak dan serba mudah, sehingga mudah juga berbuat jahat, apalagi berterriak atas nama kritis dan revolusioner tetapi ikut ambil bagian menguras dan merampok habis kekayaan sumber daya alam negeri. Menjadi pemuda yang sehat tidak berpura-pura mengabdi pada Negara, tetapi dalam kenyataannya tidak lebih seperti tengkulak, yang mencekik demi isi tas. Seorang pemuda seharusnya mendedikasikan dirinya untuk menjaga, merawat, bukan ikut memporak-porandakan pondasi tatanan Negara, hanya demi kepentingan pribadi dan kroni-kroninya.

Jangan jadi pemuda yang ikut mempovokasi dan terprovokasi tentang hal-hal tertentu yang wujudnya kurang jelas. Pemuda yang sehat memiliki rasa toleransi tinggi, bukan yang hilangnya rasa untuk saling mengasihi diantara sesama kita manusia. Sekecil apapun itu tindakan baik itu dilakukan, dipastikan hal itu akan membuat lingkungan kita akan tercipta kedamaian maupun kerukunan. Pemuda yang sehat punya akal yang hebat didedikasikan untuk sebuah peradaban maju, santun dan saling menginspirasi. Seyogyanya pemuda sebagai generasi bangsa adalah bibit dari lahirnya para pemimpin-pemimpin bangsa kelak. Maka mulai dengan cetak mentalnya bukan sensasinya. Terjebak dalam kubangan tengkulak bertopeng kritis dan peka atasnama pemuda, hanya menggambarkan bahwa pemuda seperti itu bukan hanya rendah dalam dunia empiris tapi sangat rendah pula dalam dunia gagasan. 

Sumber Foto : diazhamidfajarullah.wordpress.com

"pemuda yang sehat adalah mereka-mereka yang memiliki ide dan gagasan berperadaban"

Monday, 2 October 2017

PKI Hantu Opini & Radikalisme Musuh Yang Nyata


Sumber Foto : NU Online


Opini terus berkembang, beriringan dengan berbagai tuduhan dan gunjingan. Mungkin september telah lewat di tahun ini, tapi masih ada september di tahun depan, bagiamana gelaran issunya ? kita tunggu saja. Setiap memasuki awal september kita akan pasti disuguhkan perbincangan hangat tak seangat bulan-bulan lainnya. Isu sexy nan memanjakan pun sering terdengar ini dan itu PKI, puncaknya akan sampai pada 30 september yang sangat kita kenal dengan G30S/PKI. Mengutuk gerakan pembantaian manusia adalah sebuah kewajaran bagi manusia yang memiliki akal sehat, tetapi mengutuk mereka yang tidak memiliki hubungan atau terkadang memaksakan seseorang untuk memiliki hubungan dan menuduh pihak lain adalah bagian dari gerakan pelanggaran kemanusiaan, yang tidak ada sangkut pautnya itu pembodohan nalar. 

Saya sangat sepakat bahwa sejarah tidak boleh dilupakan, karena sejarah pelajaran penting bagi setiap bangsa untuk maju dan tidak mengulangi tragedi-tragedi tersebut. Tapi apa jadinya kalau saat ini yang dituduhkan hanya sebatas wacana yang tak berwarna, ya dulunya mereka ada, tapi saat ini kehadiranya hanya sebatas hantu opini dan giringan issu oleh sekelompok orang yang mau ini dan itu. Seperti kata kata pepatah popular ini “Gajah di depan mata tak kelihatan, semut di seberang lautan kelihatan”. Itulah yang terjadi pada bangsa kita terkait isu PKI dan maraknya dialog, diskusi dan tuduhan diberbagai kesempatan.

PKI dan komunisnya dianggap sebagai musuh yang mengancam Pancasila. Jawabnya ya pada zamannya. Artinya, pada zamannya PKI adalah musuh. Tapi harus diingat untuk saat ini siapa saja yang berupaya mengancam Pancasila sebagai dasar masyarakat Indonesia itu adalah musuh bangsa ini. Yang menjadi perhatian adalah saat ini kita dipertontonkan permainan oleh orang-orang yang dulu hendak menggoyangkan Pancasila tapi hari ini  begitu galaknya dengan PKI.  Ada apa ?, mungkin saja ia telah insaf dan menyesali perbuatannya.
Tokoh bangsa dan para Ulama hebat bangsa ini telah menyatakan bahwa soal PKI barang yang sudah selesai. Telah diataur oleh Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu ialah tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme. Dengan penjelas Tap MPRS ini seharusnya sudah selesai. Bahwa PKI sudah tidak ada, sudah mati, sejak puluhan tahun lalu sewaktu ia masih muda. Muncul musuh baru dengan wajah, baju dan pikiran baru yang mengancam kedaulatan bangsa ini.

Aransemen lagu lama tentang PKI dengan kadar tertentu, terus menjadi wujud PKI yang saat ini gaib yang berusaha terus diseram-seramkan oleh sekelompok orang yang memiliki tindakan yang lebih seram dari itu. Menuduh serta menfitnah orang lain PKI, SESAT & KAFIR apakah itu bukan perbuatan menyeramkan ?. Musuh yang sebenarnya adalah orang-orang seperti ini. Banyak dihadapan kita, seibarat gajah di pelupuk mata kita, gerakan mematikan bukan hanya manusianya tetapi kebenaran pun dimatikan. Yakni bernama  RADIKALISME

Seiring perkembangan zaman, yang harusnya ditakutkan adalah tidak mengenali musuh kita yang sebenarnya. Jangan sampai kita terjebak dalam bayang musuh yang kenyataannya cuma fantasi berlebihan. Bukannya menyusun serangan terhadap musuh yang sebenarnya, tapi kita malah membantu gerakan musuh yang sebenarnya. 

Ya bangsa ini pernah memiliki musuh yang namanya PKI, tetapi ia telah mati bersamaan dengan pembantaian jutaan manusia baik yang punya andil dalam gerakan itu, sampai mereka yang tak tahu apa-apa pun ikut dimatikan. Tapi saat ini dia telah tiada, hanya sekedar opini, isu atau gosip, yang  sebenarnya menjadi musuh nyata saat ini adalah mereka yang berupaya keras dan tegas menggoyangkan Pancasila dengan melakukan upaya-upaya merusak persatuan dengan sentimen Ras, Suku dan Agama. Semua ini sekali lagi tentang RADIKALISME

Mungkin masih tersimpan diperpustakaan akal kita semua, bahwa dulu pernah ramai di media sosial. sekelompok orang baik pemuda sampai mahasiswa membuat satu ikrar untuk mendirikan “khilafah” yang akan menggantikan Pancasila. Dengan bersyair ujaran kebencian berbau SARA. Benih-benih radikalisme bermula dari sini, dari ujaran-ujaran kebencian terhadap mereka yang berbeda. Apakah itu berbeda dalam iman, berbeda dalam sudut pandang terhadap suatu hal, atau bahkan berbeda dalam pilihan politik. Radikalisme tidak pernah dimulai dari memenggal kepala orang, tidak juga dimulai dari memberondong orang-orang atas nama jihad. Radikalisme selalu dimulai dengan gerakan-gerakan anti-pluralisme dan anti-kebhinekaan.  Para penikmat radikalisme yang berasal dari politisi duduk-duduk santai menikmati sajian kebodohan kaum pengkhayal surga. Atas nama bela agama.

Radikalisme selalu menuntut sebuah masyarakat yang homogen, baik dalam iman maupun dalam hal-hal yang sangat profan semisal politik. Dalam dunia politik kekuasaan, radikalisme bisa dijadikan alat untuk mendapatkan hasrat kekuasaan. Itulah mengapa, banyak pihak yang sengaja membiarkan bahkan memelihara radakalisme. Sebab, cukup murah meriah dan mudah untuk cuci tangan ketika timbul masalah.

Sangat murah cukup nasi bungkus, sudah bisa menggerakkan massa yang siap berjihad sampai titik darah penghabisan. Politikus hanya duduk enak di rumah memantau indahnya demo. Inilah bahaya laten radikalisme. Sebab, radikalisme memaksa bumi menjadi datar meski kenyataannya bumi berbentuk bulat. Radikalisme berupaya menihilkan fungsi Akal yang merupakan tanda kesempurnaan manusia.Ketika Akal telah berhenti dari fungsinya memilah dan memilih, manusia hidup tak jauh bedanya dengan mayat. Ia tak kuasa lagi atas dirinya sendiri. 
Sumber Foto : Kalaliterasi

"menjadi bijak & mengerti memang sulit. Tapi berupaya untuk itu, lebih baik daripada menjadi jahat"