Pages

Thursday, 12 July 2018

Jangan Mengganggu

Sumber Foto : Beastudi Indonesia

Sejatinya sebuah bangsa memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai kulminasi (tingkatan tertinggi) peradaban. Kulminasi peradaban grafiknya adalah terciptanya secara menyeluruh keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yang tentu menjadi idaman bagi segenap masyarakat. Untuk mencapai ini tidak semudah yang kita bayangkan, perlu keseriusan mendalam oleh setiap elemen masyarakat tanpa terkecuali.

Untuk meluruskan kulminasi peradaban ini agar tidak disalah pahami, maka perlu digaris bawahi bahwa kulminasi peradaban jangan hanya dipahami serta dinilai pada konteks ekonomi saja, bahwa ketika kajian ekonomi selesai seketika itu pula kulminasi ini dicapai, ini kesalahan berfikir namanya. Persoalan ekonomi hanya akan menjawab kebutuhan sandang, papan dan pangan, tetapi dalam persoalan kejiwaan tidak akan mampu dijawab dengan pemenuhan ekonomi. Konteks kejiwaan (dalam bahasa filsafat telah selesai dengan diri sendiri) adalah kebutuhan yang akan menjawab tatanan manusia dalam hidup bermasyarakat, seperti saling berdampingan, saling menghormati dan saling menghargai, kejujuran dan lain sebagainya.

Pengalaman pribadi kita sedikitnya bisa membuktikan, bahwa sampai saat ini masih mudah ditemukan orang yang telah berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan sandang, papan dan pangan tapi masih melakukan korupsi, iri dengan tetangganya, fitnah orang lain yang lebih berkecukupan. Ini sedikitnya membuktikan bangsa tidak hanya kuat dan kokoh jika dinilai dalam kebutuhan ini, maka perlu disempurnakan dengan kebutuhan jiwa individu dan masyarakat yang stabil. Para pendahulu kita sering menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri dari tata krama, sopan santun serta saling menghargai satu sama lainnya, yang dimana bangsa, negara serta pemerintah sisa perlu menyempurnakannya dengan kebutuhan sandang, papan dan pangan tersebut.

Maka menjadi aneh kemudian jika perilaku fitnah, mencaci dan iri ini diamini karena alasan bahwa mereka belum memenuhi kebutuhan sandang, papan dan pangan. Artinya, meneriakkan hal dianggap penting, tetapi disisi lain merusak hal yang sama lebih penting pula, apalagi jika keduanya saling kekesesuaian dan berkebutuhan. Seharusnya yang perlu dilakukan adalah mengkritik membangun, karena logika pemenuhan adalah pembangunan bukan penghancuran, serta berpendapat dan memberikan masukan bagi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
    
Mari kita bayangkan jika sekiranya negara ini tuntas secara ekonomi, tetapi masyarakat hidup saling bermusuhan satu sama lain, ekonomi yang besar hanya akan menjadi biang masalah berkelanjutan. Iri, dengki dan berprasangka buruk dan cara-cara salah lainnya menguasai lini publik, tentu dampak kerusakan yang dihasilkannya tentu sangat luar biasa. Saat ini saja, masih banyak orang yang menganggap bahwa bangsa ini belum kuat secara ekonomi, tapi fitnah dan caci maki menguasai ruang publik, yang terjadi adalah kekacauan disana-sini. Bagaimana jika kemudian ekonomi kuat, tapi kita masih terjebak dengan persoalan-persoalan buruk tersebut ?

Sebagai masyarakat yang bijak, dimana bangsa ini dalam masa tahapan menuju kulminasi peradaban yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tentu memiliki tahapan-tahapan bukan serba sulap seperti hidup di negeri dongeng, semuanya membutuhkan proses-proses yang perlu disokong dan dukung bersama. Kenyataan empirik menggambarkan kepada kita bahwa bangsa ini dalam tahapan pembangunan yang berguna bagi kelangsungan hidup bangsa dan masyarakatnya, yang seharusnya dilakukan adalah menjaga persatuan sesama anak bangsa, tidak terlibat dengan perbuatan-perbuatan yang membuat negara terpecah bela dengan perang saudara. Ini sedikitnya membantu negeri ini mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama.

Percaya kepada pemerintah itu juga satu fokus hal penting untuk disadari, bahwa pemerintah perlu kepercayaan dari masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan. Coba dibayangkan jika sekiranya ada seorang pacar yang sibuk memikirkan kekasihnya secara konsisten, tetapi sang pacar tetap dituduh selingkuh, apakah sang pacar akan menikmati dan konsentrasi dalam memikirkan kekasihnya ?, jawabannya tentu tidak. Kemudian sang pacar lagi mempersiapkan kebutuhan rumah tangganya ketika telah bersama, tapi kekasih masih saja menuduh bahwa sang pacar tidak melakukan apa-apa, tentu ini akan memperlambat sang pacar dalam menyiapkan kebutuhan rumah tangganya karena terganggu hal-hal yang sangat tidak penting tersebut. Analoginya kebun ingin mau subur, tetapi petaninya tidak mencintai perkebunannya, apakah akan berhasil ? tentu saja tidak.  

Masyarakat harus memberikan suplemen kepada bangsa dan pemerintah yang lagi melakukan pembangunan, dengan cara menjaga kedamaian, hilangkan perselisihan yang tidak subtansial untuk kemajuan bersama. Tentu jika pemerintah melenceng dari cita-cita bersama perlu dikritik sekeras-kerasnya, tapi bukan menghina, mencaci dan menfitnah. Karena kritik sudah pasti bukan fitnah, caci serta menghina. Mari kita sibukkan pemerintah memikirkan nasib kesejahteraan bangsa dan masyarakatnya, bukan melibatkan pemerintah sibuk mengurusi hal-hal yang tidak memajukan bangsa dan masyarakatnya. Apakah saling memaki, tidak saling menghargai akan memajukan bangsa dan masyarakatnya ?, jawabannya lagi tentu tidak.

Kalau sekiranya tidak memajukan, mengapa kita masih asyik dengan perangai tersebut ?. Perlu disadari bahwa bahwa mencapai titik kulminasi peradaban tentu tidak cepat, butuh waktu dan proses, apalagi kita hidup dalam dunia global, dimana negara-negara tertentu tidak senang jika satu negara mampu mencapai kedigdayaannya. Maka gangguan dari luar pun akan berkecamuk mengganggu kondisi tersebut. Olehnya itu, kita sebagai masyarakat tidak boleh ikut-ikutin menambah gangguan tersebut, apalagi kalau kecenderungan gangguan dari luar hampir mirip dengan gangguan dari dalam, ini menjadi pertanyaan besar.

Kulminasi peradaban Indonesia dalam tahapan menuju kesana, maka dibutuhkan kejernihan berfikir dan bertindak selaku masyarakat. Mengapa bangsa ini kadang ngos-ngosan, karena sebagian dari kita masih sibuk bertikai persoalan yang kecil. Negara kita ricuh karena kesenangan pribadi yang disokong oleh kaum elit yang haus dan rakus kekuasaan. Jika kita ingin bangsa ini sampai pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kita juga garus berlaku adil untuk bangsa ini. Bantu bangsa ini menjadi besar dengan menyelesaikan diri kita sendiri (kejiwaan), agar kita tidak menjadi pengganggu perkembangan, kemajuan dan pembangunan yang dapat dinikmati bersama. Jangan mengganggu itu sudah cukup berkontribusi bagi bangsa dan negera tercinta ini.

Wednesday, 11 July 2018

Toleransi Harus Diyakini

Sumber Foto : Kompasina. com

Jika bumi ini diperhadapkan pada sebuah kehancuran, maka yang sangat berkontribusi kuat dan dimintai pertanggujawabannya adalah manusia itu sendiri yang selalu membuat keributan mengenai perbedaan-perbedaan yang melekat pada manusia. Manusia yang selalu mempersoalkan perbedaan dan menganggapnya sebagai wujud penentangan dan memaksakan setiap orang harus menjadi sama adalah ciri pengrusak bumi. 

Para perusak bumi ini adalah orang-orang yang tidak menghargai kemanusiaan, tetapi cenderung anti dengan kemanusiaan. Orang-orang seperti ini biasanya berbalut jubah kebaikan, tetapi sifatnya jauh dari kebaikan, menekan orang lain untuk sama dengan dirinya, jika kemudian berbeda maka akan dianggap musuh yang harus dimusnakan. Mari kita lihat dibelahan bumi saat ini, pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan terjadi dimana-dimana atas nama kepentingan sepihak dengan mencederai kemanusiaan itu sendiri.

Bumi hari ini bukan lagi tempat yang asyik sebagai wahana manusia untuk belajar tentang perbedaan, yang telah sangat niscaya dalam melindungi kemanusiaan setiap manusia. Karena entitas perbedaan, orang bebas saling membantai atas kebenaran menurut versi-versi masing-masing. Padahal semua orang pasti memahami bahwa entitas yang sama pun seperti manusia rupanya memiliki perbedaan, seperti wajah dan warna kulit satu sama lainnya, yang tidak bisa ditolak walaupun kita jungkir balik sekali pun.

Sangat menyedihkan. Belum lagi jika kita berkacamata pada persoalan keberpihakan politik pun menjadi hukum benar dan salah bagi kaum perusak ini, berbeda pilihan dengannya dianggap jahat dan musuh yang harus dimusnakan. Padahal sesungguhnya kita telah memiliki modal pengalaman dari manusia terdahulu yang hidup di bumi, memberikan manusia sekarang konsep dasar dalam memaknai dan tidak bertikai mengenai perbedaan. Tapi bumi bagai disambar petir, manusia jaman sekarang telah berupaya menggugat tentang konsep dasar dalam memaknai perbedaan itu. Ini mungkin yang dimaksud manusia yang tidak dapat berterima kasih kepada para pendahulunya.

Memang kita tidak bisa serta merta mudah menerima orang lain, tetapi juga tidak serta merta menolaknya begitu saja dan kemudian menghukumi orang lain menjadi jahat karena berbeda. Karena pada dasarnya dua orang itu pasti berbeda apalagi lebih. Itulah kemudian orang-orang terdahulu atau guru-guru kita mengajarkan kita konsep dasar dalam memaknai perbedaan itu yang disebut dengan toleransi.

Mungkin dalam berbagai pengertian tentang toleransi memiliki pemahaman yang berbeda-beda, tetapi muaranya akan tetap sama, bahwa setiap orang itu berbeda yang pasti memunculkan perbedaan yang harus dihargai bukan dimusuhi. Tentu tujuan menghargai ini agar manusia bisa dapat membandingkan apa yang ada didalamnya dan memetik pengetahuan dan hikmah baru dari persepsi berbeda.

Toleransi jangan hanya dipahami sekedar bahasa lisan dan tulisan, tetapi harus dipahami sebuah keyakinan. Jika dipahami toleransi hanya sekedar tulisan dan lisan ini hanya sebuah pengakuan aksidental. Banyak orang merasa toleran, tetapi perangainya tidak toleran, ini karena tidak dijadikan sebuah keyakinan. Jika kemudian digugat, maka timbul pembelaan-pembelaan menyudutkan. Pertanyaan kemudian, mengapa banyak orang mampu toleran dengan pernyataan, tetapi dalam perilaku sangat jauh dari sesungguhnya ?

Untuk mendiagnosa persoalan sebenarnya tidak rumit, jika kita sedikit saja mau merenungi tentang apa yang dimaksud dengan keyakinan. Karena yakin dan toleran sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Seseorang dapat menghargai orang lain secara utuh, karena mereka yakin bahwa menghargai orang lain adalah kebaikan. Dan sangat pasti setiap manusia menginginkan kebaikan, sekalipun manusia itu jahatpun kecuali bagi manusia yang telah menjadi manusia mayat hidup (bergerak tapi tak punya jiwa). Toleransi bisa menjadi menyatu bagi setiap orang, jika kemudian toleransi itu menjadi konsep keyakinan pada setiap orang. Banyak intoleransi karena orang kebanyakan menganggap bahwa toleransi hanya sebatas diketahui bukan diyakini. Maka wajar saja kemudian banyak kita temukan pembicaraan dan tindakan seseorang biasa saling bertantangan, diakibatkan toleransi itu hanya dipahami bualan pemikiran.

Kemudian banyak orang terpaksa toleran karena takut sanksi hukum, padahal toleran bukan karena adanya persoalan sanksi hukum ataupun tidak. Seyogyanya perilaku toleran bukan didasari karena takut sanksi hukum, tetapi diyakini bahwa toleran itu adalah sebuah kewajiban bagi manusia. Kewajiban itu harus dipahami sebagai keperluan jika menganggap diri sebagai manusia.

Tidak bisa pula dipungkiri bahwa banyak pengertian toleransi berdiri pada pengertian-pengertian sepihak. Tetapi tidak boleh pengertian sepihak ini tidak serta merta boleh menghukumi yang lain salah. Mengapa banyak intoleransi, karena menganggap pendapat yang lain itu tidak sesuai dengan pendapatnya. Hal lain sangat mempengaruhi tingkat intoleransi, karena banyak orang yang menganggap dirinya mayoritas dan menganggap yang lain minioritas. Hal yang pertama harus dilakukan untuk mencegah penyakit menular (intolerasi) adalah memahami toleransi secara utuh, dan untuk mudah memahami toleransi secara utuh harus mendahulukan menghargai yang lain, tidak menyudutkan, biasa berprasangka baik, dan yang terakhir hilangkan rasa dendam baik yang sederhana maupun berlebihan.

Sunday, 8 July 2018

Agama sebagai Pandangan Dunia Pancasila

Sumber Foto : kabarwashliyah. com

Agama lahir sebagai solusi bagi kehidupan manusia, agat tertata dalam melihat realitas kehidupan yang sifatnya universal dalam mengapresiasi hak-hak asasi manusia. Agama merupakan sumber inspirasi yang dapat melahirkan berbagai konsep dan nilai praktis dalam berbagai dinamika kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Rujukan dalam menyejukan hati, menjernihkan fikiran dan menyatukan perilaku manusia, walaupun manusia itu berbeda-beda warna dan pilihannya. Agama tidak mengajarkan kita statis dalam menjawab kebutuhan manusia dan bangsa dalam setiap zaman, tetapi menjadi penuntun bagi manusia dalam menemukan hal terbaik yang dapat melampaui masanya.

Hampir semua bangsa akan menghadapi persoalan-persoalan mengenai kemajuan dan tantangan kehidupan global, disinilah dibutuhkan manusia setiap bangsa untuk menemukan berbagai cara untuk menghadapi kemajuan dan tantangan tersebut. Tantangan pada dasarnya merupakan sebuah peluang bagi bangsa yang memiliki tuntunan dalam setiap tuntutannya. Tuntutan yang tidak tertuntun sering kali melahirkan berbagai krisis yang dilematis disaat berhadapan dengan derasnya arus globalisasi dan informasi yang sulit untuk dihindari. Sejalan dengan itu kebutuhan manusia dalam berbagai aspek kehidupan semakin tinggi dan bersifat segera untuk dipenuhi. Ketika belum terpenuhi maka ia akan berubah menjadi masalah baru.

Kecenderungan masyarakat dunia dalam segala hubungannya dengan tantangan global yang selalu mengarah kepada krisis multidimensi serba dilematis dalam menyikapi kehidupannya, serta akan berupaya mencari solusi paling aman. Tentu solusi paling aman dalam menyikapi persoalan kesenjangan global adalah menemukan serta menentukan konsep praktis sebagai dasar dalam memaknai setiap perkembangan dunia yang selalu maju, agar mampu keluar dari kehidupan yang banyak tekanan. Karena secara fitrawi setiap manusia akan selalu  ingin menghindari yang namanya kesengsaraan dan hidup dalam tekanan.

Akan tetapi, persoalan akan semakin bermunculan, jika konsep praktis ataupun pandangan hidup yang dianutnya atau ditemuinya yang kemudian menambah tekanan dan kesengsaraan kehidupannya. Inilah yang kemudian banyak dialami oleh kebanyakan negara-negara di dunia saat ini, kesenjangan konsep praktisnya tidak mampu menjawab berbagai persoalan-persoalan kemajuan, yang mau tidak mau tidak dapat ditolak oleh manusia setiap bangsa negara.

Konsep praktis yang lebih banyak di kenal dengan sebutan pandangan hidup atau ideologi menjadi sangat penting perannya sebagai dasar sebuah negara dalam menentramkan batin dan jasmani masyarakatnya. Pengalaman yang kita dapatkan selama ini, konsep praktis yang banyak ditawarkan dan diterapkan oleh sebagian negara, bukan menjadi solusi tetapi menambah kesenjangan serta masalah baru dalam kehidupan masyarakat. Ini akibat dari tidak sesuainya dan selarasnya antara konsep praktis yang ditawarkan dengan kebutuhan fitrawi masyarakat sebagai manusia.

Berkaitan dengan tantangan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, narasi sejarah bangsa Indonesia telah menggambarkan tentang bagaimana tokoh agama Indonesia bersama dengan tokoh lainnya, paham akan kecenderungan tantangan yang akan dihadapi kedepannya.  Bangsa Indonesia belajar banyak bagaimana tentang pentingnya konsep praktis yang jelas bagi berdirinya sebuah negara, agar mampu menjawab tantangan zaman, apalagi bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang unik dari bangsa-bangsa yang lain, dimana didalamnya terhimpun perbedaan-perbedaan, baik keyakinan, suku, budaya dan lain sebagainya.

Tokoh terdahulu memahami betul bagaimana perkembangan dunia yang akan dihadapi oleh masyarakat Indonesia kedepannya. Itulah yang kemudian membuat tokoh bangsa ini berperan dan lebih proaktif untuk ikut andil dalam menciptakan suasana kehidupan yang kondusif, harmonis, dan humanis. Dengan melakukan lompatan berfikir, menciptakan masyarakat Indonesia yang dapat menjawab kesenjangan dunia. Itulah kemudian yang mendasari mereka menetapkan satu konsep praktis yang dikenal dengan pandangan hidup atau ideologi bersama sekaligus dasar negara Indonesia, yakni Pancasila.

Setiap kajian ideologi, hal pertama yang harus ditelurusi adalah apakah ideologi tersebut memiliki pandangan dunia. Pandangan dunia disini adalah landasan teoritis dari ideologi dalam menetapkan kemestian berperilaku. Pandangan dunia sebagai rujukan ideologi dalam setiap persoalan praktis bagi manusia untuk menjalani kehidupannnya di dunia.

Hanya yang mesti digaris bawahi, ketika ideologi itu adalah kesimpulan manusia dari proses berfikir, maka pandangan dunia haruslah bukan dari proses berfikir manusia, tetapi yang lebih tinggi. Maksud dari lebih tinggi bahwa pandangan dunia merupakan perintah atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan bagi manusia, agar tidak salah dalam memahami dunia dan kehidupan manusia muka bumi. Artinya, hubungan pandangan dunia dan ideologi itu sendiri adalah sebuah keniscayaan. Tanpa pandangan dunia, tentu ideologi tersebut akan kering kerontang dalam setiap visi dan misi kehidupannya bagi manusia.

Inilah yang kemudian memberikan kepastian kepada ideologi dapat jelas dan menjelaskan. Maka dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia bagi ideologi adalah Agama. Dalam dimensi pandangan dunia, ideologi memiliki pengertian sebagai pandangan universal sebagaimana mestinya penganut ideologi bertingkah laku dalam setiap kehidupan di dunia. Jika kita menelisik secara seksama pada Pancasila dengan menggunakan akal sehat dan melakukan pengkajian dan pembedahan dalam setiap sila-silanya, maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila ketika dihubungkan dengan agama adalah keniscayaan yang tidak boleh ditolak keselarasannya. 

Keniscayaan keselarasan ini tidak bisa dinafikkan, bahwa agama sebagai pandangan dunia dari Pancasila. Agama sebagai rujukan Pancasila dalam menetapkan garis-garis praktis kehidupan manusia Indonesia, bahwa mesti berTuhan, karena memang dunia ini diciptakan atau berasal dari Tuhan. Sedangkan  merujuk pada sila kedua, ketiga, keempat dan kelima bahwa manusia yang memiliki kepemilikan akal untuk berlaku sesuai dengan fitrah akalnya yakni berperikemanusiaan, mendahulukan persatuan, melakukan musyawarah untuk kepentingan bersama dan harus berkeadilan sosial bagi sesama manusia. Banyaknya perdebatan mengenai hubungan agama dan Pancasila, dimana tidak sedikit yang berkesimpulan bahwa Pancasila sangat bertentangan dengan agama adalah sebuah kesalahan dalam menyimpulkan posisi agama sebagai pandangan dunia, serta tidak memahami posisi keduanya.

Dilain sisi, kesemua agama yang memiliki visi dan misi menyerbarkan kasih sayang harusnya dipahami sebagai rahmat yang tidak hanya terbatas pada perilaku saja, tetapi juga dalam bentuk pemikiran. Jika kita sedikit saja merenungkan tentang kerahmatan dalam yang diajarkan oleh agama, pasti kita akan menemukan bahwa Pancasila merupakan rahmat yang diturunkan oleh Tuhan bagi bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan yang luar biasa banyak. Fokus agama adalah membawa konsep dan konteks kasih sayang  yang menyatukan perbedaan yang ada.

Perbedaan itu semua tidak bisa kuat jika tidak memiliki pandangan atau pedoman hidup. Tentu keyakinan orang lain yang berbeda, tidak akan mau diatur berdasarkan konsep keyakinan orang lain. Misalnya, orang yang beragama A yang juga memiliki kitab suci, tidak akan mau diatur berdasarkan keyakinan dan kitab suci lain. Agama paham betul dalam memahami kecenderungan dari perbedaan keyakinan tersebut, tapi disisi lain agama juga memadang hidup berdampingan, saling bersatu itu juga tidak kalah penting.

Disini kemudian agama menetapkan konsep universalnya bagi seluruh perbedaan, baik berbeda keyakinan, suku, maupun budaya,untuk bersama-sama dengan merahmati bangsa Indonesia dengan Pancasila melalui pikiran-pikiran tokoh dan agamawan Indonesia. Karena Tuhan lebih paham daripada manusia Indonesia itu sendiri, bahwa Indonesia adalah bangsa yang yang begitu majemuk perbedaan.


Friday, 6 July 2018

Keadilan Politik Dalam Bingkai Pancasila

Sumber Foto : Okezone

Keadilan dalam perkembangan sejarahnya menjadi pokok pembicaraan serius. Dimana menempatkan kemunculan keadilan dengan jejak munculnya filsafat Yunani. Tetapi sesungguhnya, pembicaraan keadilan telah ada pada awal mula penciptaan makhluk. Keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan politik. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan. Politik hubungannya dengan keadilan, memiliki keterikatan antara satu sama lainnya. Keseimbangan dalam politik bisa tercipta jika keadilan menjadi roh dalam setiap kebijakan politik. Merujuk pada masalah keadilan, merupakan sistem di asosiasikan dengan kebajikan dan keindahan. Dikursuskan keadilan selalu menjadi tema pembicaraan hingga saat ini.

Banyak yang mengatakan bahwa keadilan dalam ranah sosial-politik bagian yang tidak begitu penting untuk dibicarakan. Adapula mengatakan bah- 179 Etika Politik wa keadilan dan politik adalah hal yang terpisah, karena keadilan adalah masalah yang tidak berubah dengan kondisi dan waktu, sedangkan politik senantiasa berdialektika. Sesungguhnya ini sebuah pemikiran yang keliru, bukan politik yang berdialektika. Tetapi, kehidupanlah yang setiap saat berdialektika. Politik memiliki fungsi mencari wahana yang baik dalam perubahan kehidupan, sedangkan keadilan sebagai landasan mengaktual wahana di tengah masyarakat, keadilan juga bisa dikatakan sebagai syariat, sedangkan politik adalah tempat melaksanakan hukum syariat secara praktis. Olehnya itu, politik tidak boleh dilepas dari pembahasan keadilan.

Terdapat beberapa pengertian keadilan, adil secara etimologi yaitu suatu kalimat dari asal kata “adl” yang diambil dari bahasa Arab yang berrti lurus, tidak berat sebelah, kepatuhan dan kandungan yang sama, atau menyamakan sesuatu dengan yang lainnya. Adil merupakan lawan kata dari menyimpang. Keadilan juga busa mengandung pengertian “selalu beristiqamah dalam kebenaran”. Jadi keadilan adalah perbuatan yang berpihak pada kebenaran, serta tidak sewenang-wenang dalam melakukan tindakan. Arti keadilan adalah bahwa sistem penciptaan yang bertindak sesuai dengan kebenaran dan kemerdekaan. Politik dan kadilan merupakan satu kesatuan yang harus berjalan secara harmonis.

Pembicaraan politik dan keadilan tidak hanya dibahas sebatas wujudnya sebagai bangunan yang formal. Tetapi merupakan ekspresi dalam perwujudan praktis dari cita-cita menjadi nyata. Keadilan dalam perwujudan praktis merujuk pada dua hal. Pertama, teks sebagai landasan folisofisnya. Kedua, sosio-historisnya untuk penggalan idealnya.  Secara umum, dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair.

Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil, tentunya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan itu sendiri. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil. Dengan demikian, keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Keadilan merupakan tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain. Disebut keadilan tata nilai, sebuah azas hukum dalam nilai sosial. Dalam perspektif Hobbes, mengemukakan bahwa keadilan adalah perjanjian yang dibuat kemudian diingkari, itulah ketidakadilan.

Demikian juga Nietzsche memahami keadilan sebagai kebanaran yang diakui kuat, Hume menyatakan keadilan adalah “sesuatu keadilan palsu”.sedangkan Stoa berpendapat bahwa keadilan adalah “menyamakan semua orang”. Sementra Dewei mendefinisikan bahwa keadilan adalah: “kebaikan biasanya dianggap kebikan yang tidak dapat berubah, bahan persaingan adalah wajar dan adil dalam kapitalisme, kompetitif individualistik”. Demikian, penjelasan berbagai tokoh tentang keadilannya. Memandang keadilan merupakan persepsi berlaku sama pada setiap manusia tanpa tolak ukur yang jelas. Tentu ini sebuah kesalahan di berfikir, kalau keadilan merupakan pemerataan secara sama, akan mela- 181 Etika Politik hirkan ketertindasan yang lebih nyata. Tidak berdasarkan kebutuhan si penerima keadilan.

Contoh sederhana, ketika dua anak yang satunya adalah berumur 17 tahun, sedangkan yang satunya berumur 10 tahun, dan kedua-duanya diberikan uang yang besarnya sama. Tentu, ini merupakan bentuk kedzaliman kepada anak yang berumur 17 tahun, karena kebutuhan anak berumur 17 tahun, lebih banyak ketimbang anak berumr 10. Ini yang dinamakan ketidakadilan, karena non-proporsi. Para ahli theology mendefinisikan keadilan dalam dua pengertian: Pertama, “keadilan berarti memberikan hak yang sama kepada orang lain”. pengertian Kedua, “keadilan adalah menaruh sesuatu pad tempatnya”. Definisi pertama, tidak selamanya memberikan hak sama adalah adil, akan tetapi harus disesuaikan kubutuhan dan fungsinya. Sedang definisi kedua, keadilan nyaris sama dengan sikap bijak. Plato seorang filosof Yunani berkata: “jika keadilan menamukan jalannya kedalam ruhani manusia, cahayanya akan menerangi segala kekuatan ruhaniahnya; karena semua sifat mulia dan moral manusia keluar dari mata air keadilan. Ia memberi manusia kemampuan untuk sebaik-baiknya melaksanakan pekerjaan pribadi yang merupakan kebahagiaan dan puncak kedekatan kepada sang pencipta Yang Maha Kuasa”.

Keadilan adalah menaruh semua urusan pada tempatnya dan kedermawanan adalah mengeluarkan urusan tersebut dari sisinya”. Artinya, keadilan adalah kepunyaan hak harus menerima haknya, sedang dermawan adalah orang yang memberikan hak kepada orang lain, tidak punya hak dari si pemberi hak. Keadilan adalah sebuah sistem untuk mengatur berbagai urusan masyarakat, sedang kedermawanan adalah sikap pengecualian bagi orang yang mengutamakan orang lain atas diri sendiri. Dalam bangunan kehidupan bermasyarakat, masing-masing individu menyatu dalam satu kesatuan. Keadilan adalah tiang bangunan dan sistem yang mengaturnya, sedang kedermawanan dan kebajikan sebagai hiasannya. Mungkinkah sebuah bangunan berdiri tanpa tiang ? Apalah artinya hiasan bangunan bila pondasi bangunan itu rapuh? Apalah artinya subsidi besar dan bantuan beras bagi orang miskin bila tidak ditopang dengan sistem pemerintahan yang adil ?

Semua itu hanya akan memperbesar perut para pelaku kebijakan yang korup semata. Rakyat hanya menuntut sistem yang adil dan supremasi hukum berlaku bukan subsidi dan bantuan. Dengan ini, keadilan memiliki arti “seimbang” atau proporsional, yaitu terjadi keseimbangan antar bagian-bagian tertentu yang berbeda-beda secara harmonis. Dan keadilan dalam arti seimbang disini tidak selalu sama antara dua pihak tersebut secara kuantitatif, tapi lebih kepada proporsional dan profesional. Hal ini ditinjau dari sudut pandang keadilan bisa dipahami dari sudut andang keseimbangan, bukan persamaan. Yaitu Dengan demikian keadilan secara konseptual adalah meiliki makna “sama proposional dan professional”. Yang kemudian persmaan itu dijabarkan makna tersebut menjadi sesuai dengan porsinya masing-masing, sehingga keadilan juga berarti memberikan ha atas apa yang menjadi haknya. Terlibat dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya. Keadilan politik adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan kemafsahadatan, sekalipun menjadikan segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan berbagai konflik dan menciptakan keamanan bagi masyarakat.

Jadi keharusan menjalankan amanah bagi pemegang kekuasaan dan pemerintah dalam mengatur dan mengeluarkan kebijakan umum, mengendalikan dan mengambil keputusan (decision making) untuk mencapai kesejahteraan. Dikatakan demikian, karena keadilan politik mempunyai kemampuan mencegah seseorang berbuat kerusakan. Harus diakui keadilan politik harus bersifat universal pada semua lini mengenai kehidupan sosial. Artinya tidak Bagi Pancasila, politik adalah perbuatan yang lebih dekat pada kebaikan dan keadilan politik, adalah kebenaran yang sesuai dengan realitas, yang mengandung kaidahkaidah memanusiakan. Dengan demikian, keadilan politik merupakan salah satu bentuk pengendalian dan pengarahan kehidupan masyarakat terkait dengan keharusan moral dan politis untuk senantiasa mewujudkan keadilan, rahmat dan kemaslahatan yang berazaskan rambu-rambu pedomana hidup (ideology).

Tegak di atas pilar keadilan tampa memandang perbedaan agama, bangsa, bahasa dan budaya. Maka untuk mewujudkan cita-cita keadilan politik yang merupakan pengenjewantahan dari perintah menegakkan keadilan, kemudian bagaimana, dan siapa, dan bagaimana proses pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan pemerintah. Agar menghasilkan keputusan yang benar-benar merepresentasikan aspirasi seluruh rakyat. Menegakkan keadilan adalah satu kewajiban dan satu tuntutan kemanusiaan. Ia adalah satu keharusan yang telah ditetapkan kepada semua orang tanpa terkecuali. Secara khusus Tuhan mewajibkan berlaku adil bagi setiap individu, masyarakat maupun penguasa.

Keadilan yang merupakan mahkota hukum menjadi sebuah keniscayaan untuk senantiasa ditegakkan oleh pemerintah. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia telah menerima amanah secara potensial sebelum kelahirannya dan secara actual ketika sudah baliqh. Berbeda kalau dalam penetapan hukum bukanlah wewenang setiap orang, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Antara pengetahuan tentang hukum dan tata cara menerapkanny. Al-Baidhawi juga mengatakan: “hendaknya kamu sekalian memerintah dangan objektif dan kesamaan derajat, tidak membedakan diantara mereka”. Ar-Razi dalam tafsirnya mafatihul ghaib juga berkata “para ulama” telah sepakat bahwa para pemegang kekuasaan harus memerintah dengan adil. Jadi keadilan politik adalah kebaikan yang tidak mengandung palanggaran, kekejaman, serta kesalahan dalam mengarahkan manusia pada tidak tertibnya mereka sebagai manusia atau keluar dari esensi kemanusiaannya. Keadilan politik merupakan watak universal dan objektif yang membuat semua manusia diperlakukan secara sama dan sama-sama bertanggung jawab, membangkitkan keadilan objektif universal yang mendarah daging dalam jiwa manusia. Jadi dalam hal menunaikan amanah lebih bersifat umum, artinya beda kalau dalam penetapan hukum yang bersyarat.

Keadilan akan menjadi sesuatu yang baku dan tetap, jika telah diformulasikan delam bentuk seperangkat kepastian hukum. Dengan demikian setiap langkah dan kebijakan yang diambil baik sementara berjalan atau akan dilaksanakan oleh pemerintah berdasarkan hukum. Demikian juga masyarakat yang dilindungi oleh hukum itu harus berbuat sesuai dengan aturan yang jelas sehingga bisa mempedomani dan melaksanakan hukum itu tanpa keragu-raguan. Sejalan dengan ini, untuk mewujudkan keadilan politik merupakan tanggung jawab yang tidak hanya tertumpu pada pemerintah/pemegang kekuasaan, tetapi kepada setiap warga negara berlaku bagi seluruh rakyat. Pemerintah dan penguasa merupakan unsur yang saling terkait sebagai sebuah satu kesatuan organis. 

Maka hasil perumusan kebijakan yang berkeadilan yang nantinya ditetapkan merupakan keputusan yang harus ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat. Jika ditinjau dari aspek sosio-politik, keadilan juga akan mendukung terciptanya stabilitas nasional dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Karena hak-hak individu terjaga dan bebas dari tindakan pelanggaran, rakyat akan merasa aman dan tentram, meningkatkan etos kerja mereka dan mempercepat laju pembangunan. Apabila rakyat terus meningkatkan produksi dan pendapatan, hal ini akan meningkatkan juga pendapatan perkapita negara sehingga pembangunan sarana dan prasarana dapat terus ditingkatkan. Maka aplikasi keadilan politik adalah upaya menjalankan amanah yang diembannya dan menegakkan supremasi hukum. Berupa mewujudkan tujuan politik yang hendak dicapai oleh seluruh rakyat. 

Diantaranya adalah memelihara ketertiban sosial dan keamanan negara secara konstitusional dan non-konstitusional. Kemudian mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara mentranformasikan aturan-aturan, ajaran-ajaran dan nilai-nilai melalui sistem pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian diharapkan terciptanya kesatuan sikap, cara berfikir, cara bermasyarakat. Sehingga terbina kehidupan bersama dalam suasana persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi serta masyarakat yang unggul. Selai itu juga menciptakan kesadaran sosial kemudian tidak adanya upaya untuk menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Maka meningkatkan mutu pendidikan, menjaga stabilitas nasional dan menciptakan kesejahteraan sosial merupakan cita-cita pokok yang mesti dilaksanakan. Akan tetapi ketiga-tiganya akan menjadi konsep yang kosong dan tidak memiliki substansi jika tidak dibarengi dengan keadilan yang merupakan basis dalam mengaktual pemikiran dan perilaku politik. 

Ibn Khaldun menjelaskan tentang “kezaliman merusak pembangunan”. Ia mengatakan bahwa: kezaliman terhadap masyarakat dalam perekonomiannya akan menghilangkan harapan untuk berusaha dan mendapatkan hasil usahanya. Karena mereka memandang tujuan dan nasib usahanya berada ditangan pemerintah. Adanya kecenderungan untuk berlaku zalim dan menghasilkan sebuah pengekangan tehadap usaha untuk mendapatkan apa yang dikerjakan, pembangunan, pengembangan negara, perluasan pasar tergantung pada pekerjaan. Dengan demikian, keadilan menduduki peran sentral dlam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka keadilan politik sebagai barometer untuk menimbang semua persoalan moral, masalah tingkah laku yang baik maupun buruk. Ia merupakan keadilan yang murni, mendetail dan netral, tidak timpang karena kepentingan kelompok atau pun kelas-kelas. Keadilan politik dikenal secara konseptual adalah memiliki makna dasar “sama”. Yang kemudian persamaan itu dijabarkan dalam arti tersebut menjadi bagian yang seimbang dala kebenaran yang memberikan ha katas apa yang menjadi haknya. Politik adalah pengendalian dan pengaturan rakyat, serta pemerintah dalam mewujudkan cita-cita dan mencapai tujuan adalah basis ideologinya.

Semua kegiatan politik pada prinsipnya bertumpu pada keadilan. Dimana keadilan dengan variasi maknanya yang berarti kesamaan, keseimbangan, bagian yang wajar dan juga istiqamah di dalam jalur kebenaran. Secara garis besar, keadilan berkenaan dengan manusia dalam merealisasikan keadilan sebagai sifat Tuhan menjadikannya sebagai sifat dirinya. Keadilan politik mengandung arti memelihara hak-hak individu dan memberi hak-hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa berdiri sebdiri dalam memenuhi segala kebutuhannya. Inilah salah satu alasan Tuhan menciptakan manusia dalam beragam warna kulit dan bahasa, suku dan ras, agar tercipta sebuah kebersamaan dan keharmonisan di antara manusia.

Dengan manusia saling memenuhi kebutuhan masing-masing, maka kebersamaan dan saling ketergantungan pun tercipta, dan ini merupakan keadilan. Ketika manusia sebagai makhluk politik, maka secara otomatis pula ada hak dan kewajiban di antara manusia. Hak dan kewajiban adalah dua hal timbal balik, yang tidak mungkin ada salah satunya jika yang satu tidak ada. Semua manusia yang ada di alam ini, tidak pernah lepas dari yang namanya hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban memasuki setiap ranah kehidupan dan setiap strata masyarakat. hak dan kewajiban yang timbal balik di antara sesame manusia ini, saling memberikan dan menerima dengan semestinya. Maka akan tercipta keharmonisan di antara manusia, dan inilah yang dinamakan keadilan politik. 

Melaksanakan kewajibannya dan menerima apa yang menjadi haknya. Murtadha Murthahari dalam salah satu bukunya mengatakan: “merealisasikan hak tidak bisa sendirian tapi harus kerja sama dengan orang lain. Hak tidak bisa tercipta dari satu pemikiran saja. Tidak ada seorang pun yang mempunyai kedudukan sedemikian tinggi sehingga tidak membutuhkan kerja sama dan sumbangan pemikiran orang lain”. Satu-satunya wadah yang dapat menyatukan masyarakat adalah sistem yang adil. Keadilan adalah wadah yang luas, mampu memberikan kepuasan dan kebebasan bagi masyarakat. sebaliknya, ketidakadilan adalah wadah sempit yang mencekik kemerdekaan bangsa dan masyarakatnya. Keadilan politik dapat dijadikan dasar untuk membangun paradigma sistem pemerintahan dan hukum, karena di dalamnya mencakup semua dimensi kehidupan; politik, ekonomi, budaya, birokrasi, managemen dan lain-lain. 

Ada dua macam tekanan yang mengancam kehidupan manusia; tekanan dari luar dan takanan dari dalam. Tekanan dari luar bisa berupa musuh, lingkungan, dan pemerintah yang kejam. Sedang tekanan dari dalam berupa penyakit ruh seperti; dengki, emosi, dan rakus. Apabila keadilan ditegakkan maka manusia aka terbebas dari semua jenis tekanan tersebut. terbebas dari tekanan musuh karena negara tersebut memiliki kedaulatan, kemandirian dan berwibawa. Terbebas dari penyakit ruh, karena supremasi hukum berlaku sehingga menghalangi masyarakat untuk melakukan kehendak nafsunya. Negara yang dibangun atas dasar keadilan, tidak akan mengijinkan kekuatan asing campur tangan urusan dalam negerinya. Negara tersebut akan aman, tentram, dan rakyatny bahagia dan terhormat. Oleh karena itu, mengkontruksi ulang jalannya sistem pemerintahan dengan prinsip-prinsip keadilan. 



Islam Indonesia Dalam Tantangan Era Keterbukaan


Sumber Foto : Kuliah INFO
Dealektika wacana Islam Indonesia selalu menjadi topik yang tidak pernah dimakan usia, sedikitnya hal ini dipengaruhi karena Islam menjadi agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Wajar jika kemudian branding, konten hingga perdebatan tentang Islam itu sendiri selalu menghiasi ruang-ruang publik. Sehingga tidak menjadi asing ketika terdapat propaganda atau kampanye dalam bentuk apapun menyeret Islam dalam ranah yang lebih dalam, yang mau tidak mau harus diterima sebagai konsekuensi logis karena predikat mayoritas. Islam tentu tidak melarang proganda dan kampanye, selama kampanye dan proganda itu mengandung Rahmatan Lil Alamin. Tetapi akan menjadi terlarang jika terjadi sebaliknya.

Narasi sejarah Indonesia sedikitnya telah menggambarkan tentang bagaimana peran Islam Indonesia dalam mendirikan serta memperjuangkan negara kesatuan republik Indonesia. Perannya sangat besar dalam merangkul berbagai elemen yang berbeda-beda untuk bersatu dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Kemudian dari narasi cerita masa lalu itu, kita bisa memetikpengetahuan tentang perbedaan wajah Islam Indonesia dari masa ke masa. Jika kemudian kita ingin melakukan perbandingkan antara wajah Islam Indonesia dahulu dengan saat ini,tentu tidak sedikit yang menyimpulkan bahwa dinamikanya mengalami pergeseran dengan irama yang jauh berbeda, dan cenderung mengalami kemunduran.

Dahulu Islam Indonesia dilekatkan sebagai kelompok yang memiliki orientasi kemajuan dengan identitas toleran, sopan santun, merangkul perbedaan demi persatuan bangsa.Tapi jika dilihat saat ini, sedikit demi sedikit telah bergeser menjadi ekstrim yang tidak toleran dengan perbedaan. Walaupun wajah ekstrim ini tidak bisa digeneralisir kepada semua penganut ataupun kepada kelompok Islam yang ada di Indonesia, dan tentu penilaiannya masih bisa kita perdebatkan.

Tetapi diakui atau tidak diakui, kita tidak bisa memungkiri realita yang dihadapi oleh Islam Indonesia saat ini, bahwa banyak kelompok-kelompok yang mengatasnamakan dirinya kelompok Islam dengan wajah yang berbeda telah muncul kepermukaan dan mengambil tempat yang dihuni oleh ulama-ulama terdahulu maupun ulama yang sampai saat ini masih memegang erat Islam Rahmatan Lil Alamin.

Islam Indonesia dengan wajah kasar telah mulai mendominasi kehidupan masyarakat dengan sarana-sarana dakwahnya.Inilah yang kemudian sedikit demi sedikit menggerus wajah Islam Indonesia yang dulunya lembut kini dianggap kasar serta intoleransi dengan perbedaan-perbedaan yang ada. Salah satu contoh yang sangat mudah kita temukan saat ini, tidak sedikit penganut Islam secara terang-terangan diruang publik melakukan penghinaan, penghujatan hingga mencap sesat sampai dengan mengkafirkan sebagian ulama atau tokoh Islam Indonesia yang dianggap berbeda dengan pendapatnya atau berbeda tafsiran mengenai kitab suci Al Qur’an. Tentunya ini sangat berbeda dengan wajah Islam Indonesia yang kita kenal selama ini sangat toleran dengan perbedaan. Jika ini terus terjadi, maka Islam di Indonesia akan dipahami sebagai agama yang menakutkan, dan sangat kontraproduktif dengan Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin.

Jika dianalisa salah satu faktor penyebabnya adalah arena keterbukaan dan kebebasan semakin luas.Dampak dari berkembang pesatnya keterbukaan dan kebebasan, yang kemudian mempengaruhi interaksi dan komunikasi masyarakat. Interaksi dan komunikasi di era keterbukaan dan kebebasan sangat berpengaruh dalam mengubah cara pandang dan keyakinan serta berkonstribusi  mengubah kebiasaan berperilaku setiap individu maupun komunitas. Keterbukaan dan kebebasan ini pulalah yang membuat segelintir orang bebas menyampaikan sesuatu apapun yang dipahaminya, yang berbanding lurus dengan penggunaan atribut Islam itu sendiri.

Kemudian diperparah dengan semakin banyaknya orang-orang tidak takut menyebut dan melekatkan dirinya sebagai tokoh Islam maupun sebagai salah satu ulama yang ada di Indonesia, walaupun syarat keulamaan tidak terpenuhi. Semua ini teramu menjadi satu yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang kebanyakan cara beragamanya masih sangat fanatik yang tidak diimbangi dengan rasionalitas dalam beragama.

Tentu keterbukaan dan kebebasan telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak keberadaanya. Tetapi harus dimaknai sebagai sarana memajukan masyarakat, bangsa dan negara. Hanya saja kondisi keterbukaan dan kebebasan tidak boleh berbanding lurus dengan mudahnya budaya dan kebiasaan bangsa lain untuk bercokol dan beranak pinak di bangsa ini, bisa saja budaya serta kebiasaan yang masuk akan mempengaruhi masyarakat dengan menyimpulkan bahwa budayanya yang benar dan budaya lokal adalah salah. Jika ini dibiarkan sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa Indonesia.

Menjadikan dan memaksakan budaya bangsa lain sebagai ukuran kebenaran berislam, yang mungkin saja tidak cocok ataupun tidak seirama dengan kultur budaya yang ada di Indonesia, tentu akan melahirkan kesenjangan pemahaman dan pemaknaan Islam itu sendiri. Tentunya budaya atau kultur lain yang dimaksud disini, bukan kultur yang datangnya dari Islam itu sendiri. Sebagai contoh, berceramah dengan mata melotot tentu akan diterima dengan baik, jika budaya melotot itu dianggap baik, tetapi menjadi kontradiksi jika melotot itu dianggap buruk. Persoalan baru akan timbul kemudian jika Islam Indonesia dicekoki dengan pemahaman bahwa ketika berbicara tentang Islam harus mata melotot,  dan cara itu mendapatkan pahala serta dijanjikan surga.

Keprihatinan ini yang harus disadari oleh umat Islam Indonesia saat ini, bahwa kelompok ekstrim dengan cara berfikir dan ukuran kebenaran hanya ada padanya sendiri, telah diberikan ruang yang sangat leluasa dan massif untuk berbicara di muka umum. Media yang selayaknya menyampaikan informasi ke publik, dan sebagai sarana menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara, kini menjadi panggung mereka untuk berbicara tentang wajah Islam Indonesia. Inilah yang kemudian salah satu dampak yang sangat hebat mengubah wajah Islam Indonesia. Jika ini terus dibiarkan, maka kita akan menemukan keterpurukan wajah Islam Indonesia.

Menganggap sepele fenomena kelompok intoleren tersebut, tanpa berbuat apa-apa untuk menghentikan bias serta kebiasaan mereka yang bebas berbicara tentang Islam Indonesia, itu sama saja membiarkan mereka untuk melakukan rekontruksi realitas wajah Islam Indonesia yang sesungguhnya. Seperti yang dikatakan oleh Peter L Berger &Thomas Luckmann dalam bukunya "The Social Construction of Relality" yang bisa disimpulkan, bahwa kejadian-kejadian yang terus diulang-ulang oleh seseorang atau kelompok adalah sebuah usaha mengkontruksi makna sesungguhnya realitas sosial untuk memapankan dan mempola kejadian-kejadian secara terus menerus dengan mendistribusikan informasi yang keliru agar dianggap sahih. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan untuk terus menggerus identitas wajah Islam Indonesia yang selama ini dipandang sebagai wajah perwakilan Islam dalam memandang sebuah perbedaan.

Untuk mengantisipasi kecenderungan itu semua, ulama maupun tokoh Islam Indonesia harus melepaskan sikap eksklusifnya dengan terjun langsung kemasyarakat tanpa sekat seperti yang kebanyakan dilakukan oleh kelompok intoleran tersebut. Dengan menguasai segala sarana, seperti  media sosial, online, elektronik sampai dengan media sosial.Indonesia sebagai penganut Islam mayoritas, dan jumlah suku dan budaya berbeda-beda terbanyak di dunia yang selama ini mencontohkan bagaimana hidup dalam perbedaan, dianggap lebih tepat mewakili pandangan Islam dalam hal menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan serta pendapat. Ini karena banyak negara Islam yang saat ini terjebak dengan konflik akibat perbedaan pandangan entah itu sesama Muslim maupun dengan golongan yang lain.

Hal ini tentu menjadi beban berat bagi Islam Indonesia untuk mampu mempertahankan wajah bersahabat dalam setiap perbedaan, jika melihat perkembangan dunia yang setiap saat mengalami perubahan-perubahan. Tentu ini menjadi tantangan bagi Islam Indonesia dalam mempertahankaneksistensi budaya Islam Indonesia dalam memaknai perbedaan, dengan mengantisipasi segala kemungkinan yang ada. Seperti kemungkinan menghalau kelompok-kelompok radikal dalam menguasai pola dan tingkah laku penganut Islam Indonesia. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi dan penganut Islam terbanyak di dunia, sudah menjadi sebuah konsekuensi logis jika terdapat perbedaan antara satu kelompok Islam dengan kelompok yang lainnya. Hanya yang disayangkan jika perbedaan itu menjadi racun perpecahan bagi Islam Indonesia itu sendiri.