Monday, 30 September 2019
Gersangnya Nalar Intelektual Muda
Rusuh itulah riuh narasi kehidupan yang terjadi
beberapa hari belakang ini, di negeri dikenal dengan ideologi Pancasilanya. Elemen-
elemen intelektual muda (katanya) turun memenuhi panggung demontrasi dengan teriakan-teriakan
kekecewaan, mungkin juga sinis maupun bernada ancaman. Dalam dunia demokratis
itu telah menjadi biasa, sedikitnya pernyataan ini banyak diamini kebanyakan orang.
Pelabelan elemen intelektual muda harus tetap bersikap kritis, seharusnya bermakna sama bahwa kritis karena tahu. Tapi apa jadinya kritis tapi bermakna tidak tahu, tentu yang hadir adalah masalah menggerogiti tatanaan persatuan dan ketertiban umum bangsa ini dengan luapan gerakan massa turun ke jalan bukan membawa solusi masalah, tetapi lebih condong membawa amarah angkara murka. Mungkin amarah untuk melawan kedzaliman adalah penting, tapi sebaliknya amarah yang tidak punya landasan kemarahan dan cenderung di awali oleh ketidaktahuan inilah yang menjadi masalah.
Tidak hanya berbahaya, tapi juga menakutkan bagaikan monster penghisap darah kebenaran. Dapat dilihat ketika kemudian ada seseorang atau kelompok lain melakukan kritikan terhadap perangai tersebut, maka cap dan tuduhan partisan, tak punya hati dan bersekongkol dengan pemerintah maupun politisi akan bersetubuh dengan kebenaran sepihaknya. Padahal kita tahu, logika sehat mengatakan bahwa pembelaan seseorang bukan saja karena didasari oleh keberpihakannya pada pemerintah atau politisi tetapi karena subtansi konten yang diperjuangkan oleh intelektual muda yang dianggap jauh apa yang seharusnya diperjuangkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)