Fenomena #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode, kini menjadi demikian hangat menguasai lini media social. Inipun semakin menambah pernak-pernik politik khususnya menghadapi kontestasi politik pada pemilu tahun 2019 kedepan. Pengamat, pakar hingga diskusi warung kopi tidak hentinya membahas fenomena yang lagi naik daun tersebut. Bagaikan dua pendekar yang lagi bertarung untuk membuktikan kehebatan masing-masing, tentu ini akan dianggap biasa saja bagi seorang politisi yang sering menjejali telinga masyarakat dengan semboyang “wajar dalam dunia demokrasi”, tapi dari sudut pandang yang lain akan melahirkan kegaduhan antara kelompok pendukung yang bereffek pada proses demokrasi menjadi tidak sehat.
Tagar yang biasanya digunakan untuk mengelompokkan suatu pesan pada media social, untuk memudahkan peselencar menemukan tema yang inginkan, kini merambah atau menjadi sarana politik kekuasaan. Tagar yang sangat berbau provokatif sangat mudah ditemukan, tentunya menghasilkan effek yang sangat negatif dengan pemaknaan saling mengejek, memaki antar sesama pendukung. Mungkin bagi masyarakat yang tidak menjadi bagian dari kelompok yang bertikai menganggap itu tidak penting, tapi bagi pendukung tentu akan berusaha melakukan perlawanan yang sama. Perang terbuka politisi dengan berbagai narasi negatifnya selalu melibatkan rakyat sebagai bedilnya. Ironisnya, sebagian politisi tidak akan merasa malu dan berdosa, bahwa apa yang dilakukan dan dikatakanya semua diatasnamakan rakyat. Cara-cara ini jika terus dilakukan akan menjadi publisitas teror terhadap demokrasi, berujung pada ketakutan masyarakat terhadap demokrasi, karena membuat perpecahan diantara mereka, dan hanya menguntungkan dahaga kekuasaan orang-orang tertentu saja.
Pemilihan presiden memang tidak lama lagi, tetapi belum memasuki masa tahapannya. Harusnya aksi yang dilakukan adalah menyambut pesta demokrasi dengan cara yang bermartabat, agar prosesnya melahirkan hasil yang bermartabat pula. Bukan rahasia umum, bahwa tagar yang menguasai perbincangan masyarakat saat ini, diarahkan untuk mempengaruhi pilihan rakyat sebagai pemilik kedaulatan demokrasi, hanya saja yang ditakutkan jangan sampai aksi itu tidak menguntungkan rakyat.
Jika ini terus terjadi secara massif, tentu semakin sukses tingkat perpecahan yang tidak menguntungkan bangsa yang besar ini. Tentu sudah menjadi keniscayaan bahwa setiap kontestasi, masyarakat akan diperhadapkan pada pilihannya dan setiap calon beserta partai pengusung memiliki hak untuk mempengaruhi masyarakat untuk memilihnya, tetapi demi mendewasakan proses demokrasi di tengah masyarakat hal yang perlu dilakukan adalah tidak menciptakan kegaduhan dan provokasi-provokasi di tengah masyarakat. Kita semua berharap bahwa kejadian saat ini, bukan bagian dari merekontruksi realitas berdemokrasi masyarakat, bangsa dan negara ini oleh satu kelompok tertentu. Sehingga makna demokrasi yang sesungguhnya baik dianggap buruk karena kekeliruan yang dipertontonkan oleh politisi bangsa ini.